Gambar Sampul Antropologi · Bab III Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
Antropologi · Bab III Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
Supriyanto

22/08/2021 09:07:04

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

117

Supaya kalian lebih mudah untuk memahami pokok bahasan dalam bab ini, pelajari dan ingatlah

beberapa kata kuncinya!

Kata Kunci

1.

Bahasa

5.

Semantik

9.

Legenda

13. Didong

2.

Dialek

6.

Sintaksis

10. Dongeng

14. Tanggomo

3.

Tradisi Lisan

7.

Morfologi

11. Wayang Kulit 15. Rabab Pariaman

4.

Fonetik

8.

Mitos

12. Mak Yong

16. Pantun Sunda

Kesamaan dan Keragaman

Bahasa dan Dialek

Supaya kalian lebih mudah untuk memahami pokok bahasan dalam bab ini, pelajarilah peta

konsepnya!

Tujuan Pembelajaran:

Sesudah kalian aktif mengikuti pokok bahasan dalam bab ini diharapkan kalian dapat mengidentifikasi bahasa dan

dialek yang digunakan oleh masyarakat, perkembangan dan keberadaan tradisi lisan, dalam masyarakat serta

meningkatkan sikap kepedulian kalian terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Bab III

Ragam bahasa dan dialek

Tradisi Lisan

Dialek

macamnya

Bahasa

meliputi

Fungsi Bahasa

Konsep-konsep penting

membentuk

Dialek

Sikap dan keperdulian terhadap

bahasa, dialek dan tradisi lisan

membangun

Legenda

Dongeng

Mitos

terdiri dari

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

118

Ada berapa bahasa yang sudah kalian kuasai sekarang? tentunya

sangat menarik sekali jika kalian dapat menguasai lebih dari satu bahasa.

Kalian akan dapat berkomunikasi secara lancar dengan berbagai orang

yang berlatar belakang budaya dan bahasa yang berbeda dengan kalian.

Kalian dalam segala aktivitas sehari-hari pasti menggunakan bahasa.

Saat keluarga berkumpul di rumah melakukan sesuatu bersama-sama pasti

menggunakan bahasa. Guru bertemu anak didiknya di kelas, pasti mereka

menggunakan bahasa. Upacara bendera setiap hari senin di sekolah

maupun upacara hari besar lainnya pasti mengunakan bahasa. Bupati dan

Gubernur mengadakan kunjungan kerja ke berbagai tempat, pasti

menggunakan bahasa. Presiden berpidato, pasti menggunakan bahasa.

Adakah kegiatan manusia yang tidak menggunakan bahasa? Adakah

budaya manusia yang tidak menggunakan bahasa? Semuanya pasti

menggunakan bahasa. Itulah sebabnya bahasa menjadi unsur pertama

dari 7 (tujuh) unsur kebudayaan universal. Kehidupan manusia selalu

diwarnai oleh interaksi dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi hanya

dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa.

Sumber

:

Bahagia, 30 Juli 2000

Gambar 3.1.

Salah satu fungsi bahasa yaitu untuk berkomunikasi dengan orang lain

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

119

Menurut pendapat kalian apakah yang dimaksud dengan bahasa?

Menurut Harimurti Kridalaksana dalam buku “Pesona Bahasa, Langkah

Awal Memahami Lingusitik (2005)” bahasa ialah sistem tanda bunyi yang

disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat

tertentu dalam bekerjasama, berkomumikasi dan mengidentifikasi diri.

Pengertian bahasa itu dijelaskan oleh Harimurti Kridalaksana dalam

buku yang sama sebagai berikut.

1.

Bahasa adalah sebuah sistem

, artinya bahasa itu bukanlah sejumlah

unsur yang terkumpul secara tak beraturan. Seperti halnya sistem-

sistem lain, unsur-unsur bahasa diatur seperti pola-pola yang berulang.

Sehingga kalau hanya salah satu bagian saja tidak tampak, dapatlah

diramalkan atau dibayangkan keseluruhan ujarannya. Misalnya bila

kita menemukan bentuk sebagai berikut.

berangkat - kantor

ibu tinggal - rumah

Dengan segera dapat kita duga bagaimana bunyi kalimat itu secara

keseluruhan.

Bahasa adalah sistematis

, artinya bahasa itu dapat

diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang terkombinasi dengan

kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Bahasa juga sistemik, artinya

bahasa itu bukanlah sistem yang tunggal, melainkan terdiri dari

beberapa sub sistem, yakni subsistem fonologi, subsistem gramatikal

dan subsistem leksikon.

2.

Bahasa adalah sebuah sistem tanda.

Tanda adalah hal atau benda

yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama

bila orang menanggapi (melihat, mendengar, dan sebagainya) apa

yang diwakilinya itu. Setiap bagian dari sistem itu atau setiap bagian

dari bahasa tentulah mewakili sesuatu. Tegasnya bahasa itu bermakna,

artinya bahasa itu berkaitan dengan segala aspek kehidupan dan alam

sekitar masyarakat yang memakainya.

3.

Bahasa adalah sistem bunyi.

Pada dasarnya bahasa itu berupa

bunyi. Apa yang kita kenal sebagai tulisan sifatnya sekunder, karena

manusia dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan.

4.

Bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan.

Artinya sesuatu

diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah

kesepakatan pemakai bahasa itu.

A. Pengertian Bahasa

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

120

5.

Bahasa bersifat produktif.

Artinya sebagai sistem dari unsur-unsur

yang jumlahnya terbatas, bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas

oleh pemakainya. Dari sudut petutur, bahasa Indonesia hanya

mempunyai 5 tipe kalimat, yakni pernyataan, pertanyaan, perintah,

keinginan dan seruan. Dari kelima tipe itu kita dapat menyusun

kalimat Indonesia yang jumlahnya ribuan, bahkan mungkin jutaan.

6.

Bahasa bersifat unik.

Artinya, tiap bahasa mempunyai sistem yang

khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain. Bahasa Jawa

mempunyai 100 kata untuk menyebutkan anak binatang yang tidak

ada dalam bahasa lain. Bahasa Inggris mempunyai lebih dari 50 kata

untuk menggambarkan berbagai bentuk daun yang tidak dikenal

dalam bahasa lain.

7.

Bahasa memiliki sifat universal.

Sifat universal bahasa Indonesia

misalnya terletak pada adjektiva mengikuti nomina, seperti

rumah

besar, jalan besar

dan

orang pandai.

Ternyata sifat ini ditemui juga dalam

bahasa Prancis, bahasa Tonkawa di Amerika, bahasa Swahili di Afrika,

dan sebagainya.

8.

Bahasa mempunyai variasi-variasi.

Hal itu karena bahasa dipakai

oleh kelompok manusia untuk bekerjasama dan berkomunikasi, serta

karena kelompok manusia itu banyak ragamnya yang berinteraksi

dalam berbagai lapangan kehidupan, dan yang menggunakan bahasa

itu untuk berbagai macam keperluan. Tiap orang secara sadar atau

tidak sadar mengungkapkan ciri khas pribadinya dalam bahasa.

Tidaklah mengherankan apabila bahasa itu sangat bervariasi dan

berbeda-beda cara pengungkapannya karena sangat dipengaruhi

kepribadian, keperluan dan keanekaragaman manusia itu sendiri.

9.

Dengan bahasa suatu kelompok sosial bisa mengidentifikasi dirinya.

Diantara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling

menonjol karena dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa dirinya

sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Bagi kelompok-

kelompok sosial tertentu, bahasa tidak sekedar merupakan sistem

tanda, melainkan sebagai lambang identitas sosial. Apa yang kita sebut

bahasa Cina, misalnya, sebenarnya adalah lambang identitas sosial

yang ditandai oleh satu sistem tulisan yang mengikat jutaan manusia

yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan bahasa yang cukup

jauh perbedaannya. Kenyataannya bahwa bahasa adalah lambang

sosial yang mengukuhkan sesuatu, entah waktu yang berabad-abad,

yang dikenal orang Melayu dengan pepatahnya berbunyi “Bahasa

menunjukkan bangsa”.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

121

10.

Bahasa mempunyai fungsi.

Bahasa digunakan manusia dengan

cirinya masing-masing untuk berbagai keperluan. Fungsi bahasa

tergantung pada faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa, di

mana, bilamana, berapa lama, untuk apa dan dengan apa bahasa itu

diujarkan.

Akhir-akhir ini sering terjadi konflik dalam masyarakat hanya

karena hal-hal sepele seperti perkataan yang menyinggung perasaan

orang lain. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian untuk

menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi konflik di masyarakat

yang disebabkan oleh penggunaan bahasa yang tidak tepat. Selain

itu coba kalian praktikkan dalam kehidupan kalian sehari-hari cara

bertutur kata dan berbahasa yang baik dan benar.

1.

Konsep-Konsep Penting dalam Bahasa

a.

Fonetik

Fonetik berkenaan dengan satuan terkecil bahasa, yaitu bunyi. Fonetik

berkenaan dengan proses pembunyiannya, realisasi dan penangkapannya

melalui indera pendengaran. Menurut

T

rubetzkoy

yang dikutip oleh

FX

Rahyono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik

(2005)

, fonetik merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan

peristiwa bahasa, murni studi fenomenalistik terhadap bahasa tanpa

mempertimbangkan fungsi. Titik tolak fonetik adalah kongkret, yaitu

bahasa manusia.

b.

Semantik

Menurut

Setiawati Darmojuwono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah

Awal

Memahami Linguistik (2005)

, semantik

merupakan bidang linguistik yang

mempelajari makna tanda bahasa. Apakah

yang dimaksud dengan makna tanda bahasa?

“Buku” adalah sebuah kata yang terdiri dari

unsur lambang bunyi, yaitu (b-u-k-u) dan

konsep atau

citra mentak

benda-benda (objek)

yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

Gambar 3.2.

Segitiga

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

122

Richards yang dikutip oleh

Setiawati Darmojuwono

dalam buku

Pesona

Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005)

, dalam karya klasik

tentang “Teori semantik segitiga”, kaitan antara lambang, citra mental

atau konsep dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar 3.2

dan uraian sebagai berikut.

Makna kata

buku

adalah konsep tentang buku yang tersimpan dalam

otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan

antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.

c.

Sintaksis

Menurut

Liberty P. Sihombing dan Djoko Kentjono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005)

, sintaksis

merupakan studi gramatikal struktur antar kata. Struktur yang dimaksud

di sini adalah urutan kata. Sebagian besar makna suatu frasa, misalnya

sangat tergantung pada urutan kata pembentuknya. Jadi, jika kita

perhatikan dua contoh di bawah ini akan kita dapati bahwa makna frasa

1 tidak sama dengan makna frasa 2.

1)

Adik guru

2)

Guru adik

Demikian pula, makna kalimat (3) tidak sama dengan makna kalimat (4).

3)

Busra menunggu Wati

4)

Wati menunggu Busra

d.

Morfologi

Menurut

Djoko Kentjono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal

Memahami Linguistik (2005)

, morfologi merupakan studi gramatikal

struktur intern kata. Morfologi merupakan ilmu bahasa yang mempelajari

morfem yaitu satuan gramatikal yang terkecil. Sebagai satu gramatikal,

morfem membentuk satuan yang lebih besar dan mempunyai makna.

Sebagai satuan terkecil, morfem tidak dapat dipecah menjadi bagian-

bagian lebih kecil yang masing-masing mengandung makna.

Djoko Kentjono

dalam buku yang sama lebih lanjut menjelaskan

morfem dapat dikenal karena pemunculannya yang berulang-ulang dalam

praktik. Morfem ditemukan dengan jalan memperbandingkan satuan-

satuan ujaran yang mengandung kesamaan dan pertentangan, yakni

kesamaan dan pertentangan dalam bentuk (fonologis) dan dalam makna.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

123

Perhatikan kata-kata di bawah ini.

1)

diambil

2)

dibawa

3)

dicuri

4)

didukung

dibandingkan dengan kata

1)

ambil

2)

bawa

3)

curi

4)

dukung

Pertama-tama akan terlihat bentuk-bentuk yang sama susunan

fonemnya, yakni (di). Kedua, makna yang membedakan

diambil

dengan

ambil

juga terdapat dalam pasangan

dibawa-bawa

,

dicuri-curi

dan

didukung-dukung

. Dengan kata lain (di) mempunyai makna. Bentuk (di)

ternyata tidak dapat dipecah menjadi bagian-bagian bermakna yang lebih

kecil. Paparan di atas membuktikan bahwa (di) adalah morfem, dan masih

banyak contoh lainnya yang dapat kita temui dalam pelajaran Bahasa.

2.

Fungsi Bahasa

Ada berbagai ragam penggunaan bahasa di masyarakat dari dahulu

hingga sekarang. T

empat, lawan bicara, dan tujuan mempengaruhi

pemilihan kata-kata dalam berbahasa.

B. Suhardi dan B. Cornelius

Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami

Linguistik (2005)

, mengutarakan 5 (lima) ragam bahasa, yaitu:

a.

Ragam bahasa intimate

Ragam bahasa intimate digunakan untuk orang yang memiliki

hubungan sangat akrab dan intim, biasanya digunakan oleh kawula

muda. Contohnya adalah

‘gue, lo, bete, ember,

dan

memang.

b.

Ragam bahasa casual

Ragam bahasa casual digunakan

dalam situasi tidak resmi dan santai.

Dapat digunakan oleh orang yang

belum tentu saling mengenal (tidak

intim). Bentuk bahasa yang

digunakan tidak baku.

Sumber:

Kompas, 12 Agustus 2006

Gambar 3.3.

Kawula muda sering

menggunakan ragam bahasa intimate.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

124

c.

Ragam bahasa consultative

Ragam bahasa consultative digunakan untuk tawar menawar oleh

penjual-pembali, tanya jawab antara siswa dan gurunya. Ciri bahasa

consultative adalah pilihan kata yang digunakan berpusat pada

transaksi atau pertukaran informasi.

Sumber:

Majalah Garuda Vol 10 1999 B

Gambar 3.4.

Pada saat transaksi jual beli sering menggunakan ragam bahasa consultative.

d.

Ragam bahasa formal

Ragam bahasa formal digunakan dalam rapat atau diskusi resmi. Ciri

khas bahasa formal adalah pilihan kata dan kalimat yang lengkap

serta akurat, yang mencerminkan jarak hubungan dan situasi formal

di antara peserta diskusi.

e.

Ragam bahasa frozen

Ragam bahasa frozen digunakan pada acara ritual dan seremonial,

sering digunakan oleh hakim, jaksa dan pembela di dalam sidang

pengadilan. Disebut beku (frozen) karena ungkapan dan istilah yang

dipakai tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah

kata pun. Bahkan tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama

sekali.

Dengan mengamati ragam penggunaan bahasa, maka bahasa dengan

sendirinya memiliki beberapa fungsi. B. Suhardi dan

B. Cornelius

Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguisti

(2005)

, mengutarakan 7 (tujuh) fungsi bahasa, yang digambarkan sebagai

berikut (fungsi bahasa diwakili kata yang dicetak miring).

a.

Situasi

(Kontekstual)

b.

Pesan

(Referensial)

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

125

c.

Penutur

(Konatif/Direktif)

d.

Mitra Tutur (Emotif)

e

Jalur

(Fatis)

f.

Bentuk Pesan

(

Puitis

)

g.

Aspek Bahasa

(metalinguistik)

Pengertian dan contoh dari ketujuh fungsi bahasa itu dikemukakan

B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa,

Langkah Awal Memahami Linguisti (2005)

, sebagai berikut. Pengertian

fungsi bahasa kontekstual dapat diperoleh dari contoh ketika seorang guru

mengatakan, “Baik, mari kita mulai”, dan “Ujian selesai, tidak ada yang

diperkenankan menulis lagi”, ungkapan itu menyebabkan berubahnya

situasi. Ujaran tersebut memberi tekanan pada waktu (bagian dan setting).

Karena itu, fungsi bahasa tersebut adalah

kontekstual

.

Buatlah kelompok diskusi, kemudian

diskusikan gambar berikut ini.

Berkaitan dengan penggunaan

ragam bahasa yang dipakai dan

berikan alasannya! Coba kalian

praktikkan dengan teman-teman

sekelas cara berbahasa seperti yang

dipakai di tempat kerja kemudian

coba kalian bandingkan dengan cara berbahasa dengan teman-teman

kalian saat bermain di lapangan, apakah ada bedanya menurut kalian?

Fungsi bahasa

emotif

terfokus pada penuturnya saat menyatakan

perasaannya yang terwujud dalam rasa senang atau rasa kesal, seperti

“Horeee” atau “Sialan”. Fungsi bahasa

direktif

terforkus pada mitra tutur

yang sering diwujudkan dalam bentuk seruan atau suruhan, seperti,

“Tolong” atau “Pelan-pelan”. Fungsi referensial terwujud dalam tuturan

yang mengutamakan isi atau topik pembicaraan. Contohnya adalah

komentator sepakbola yang sedang mengulas jalannya pertandingan

sepakbola.

Investigasi Budaya:

Coba kembangkan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

Sumber:

Kompas, 20 Agustus 2005

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

126

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan pada diri kalian.

Fungsi fatis

(phatic)

timbul dalam tuturan yang mengutamakan

tersambungnya atau terbukanya jalur tuturan

(channel)

. Contoh ungkapan

fatis sering terlihat dalam ucapan atau salam seseorang kepada orang lain

sekadar untuk mengisi kekakuan suasana atau membuka pembicaraan.

Mislanya, “Mau ke mana?” atau “Apa kabar?”. Fungsi puitis terwujud

karena pusat perhatian terfokus pada bentuk pesan. Contohnya tulisan

atau goresan ditembok-tembok tempat umum dalam bentuk grafik atau

dalam karya sastra. Fungsi metalinguistik terwujud dalam ungkapan atau

bahasa terpusat pada makna atau batasan istilah. Contohnya terdapat

dalam bentuk rumus dan definisi, seperti “Merdeka berarti bebas”, dan

“Bandung adalah ibu kota Jawa Barat”.

Coba kalian pergi ke perpustakaan sekolah dan carilah buku-buku

cerita atau pengetahuan yang menggunakan bahasa dari berbagai

daerah. Pahamilah isi ceritanya, kemudian berikan pendapat dan

solusi kalian supaya bahasa-bahasa yang ada tidak musnah dan dapat

dimanfaatkan untuk menambah kekayaan budaya bangsa dan

sebagai aset nasional! Selain itu coba ceritakan kembali secara lisan

menurut gaya bahasa dan cara bertutur kalian sendiri.

B.

Dialek

1.

Pengertian Dialek

Pernahkah kalian pergi ke luar daerah tempat tinggal kalian dan

mendengar orang-orang di daerah tersebut berbicara dengan tutur kata

dan gaya berbicara yang berbeda dengan kalian, selanjutnya apa yang

terlintas dalam pikiran kalian ketika mendengar kata dialek?

Ada orang

yang mengatakan dialek adalah substandar atau standar rendah dari suatu

bahasa, dialek sering dihubungkan prestis seseorang atau kelompok. Ada

juga yang mengatakan bahwa dialek sering dihubungkan dengan bahasa,

terutama bahasa tutur dalam daerah tertentu. Ada lagi yang mengatakan

bahwa dialek adalah beberapa bentuk penyimpangan berbahasa dikaitkan

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

127

dengan standar baku berbahasa. Masih banyak lagi orang yang

memberikan gambaran berbeda dibenaknya ketika mendengar kata

dialek.

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), istilah

dialek berasal dari kata Yunani

dialektos.

Pada mulanya dipergunakan

dalam hubungannya dengan keadaan bahasa. Di Yunani terdapat

perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan

pendukungnya masing-masing, tetapi hal tersebut tidak sampai

menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda.

Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan

merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek

adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan

(Meillet, 1967 : 69 - 70).

Dialek adalah logat berbahasa. Dialek adalah perlambangan dan

pengkhususan dari bahasa induk. Menurut

Weijnen, dkk

yang dikutip

oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) dialek adalah

sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk

membedakan dari masyarakat lain.

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), ada 2

(dua) ciri yang dimiliki dialek, yaitu:

a.

Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda,

yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip

sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang

sama.

b.

Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah

bahasa. (Meillet 1967: 69).

Dengan meminjam kata-kata

Claude Fauchet

, dialek ialah

mots de

leur terroir

yang berarti dialek adalah kata-kata di atas tanahnya

(Chaurand, 1972: 149), yang di dalam perkembangannya kemudian

menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan dalam

karya sastra daerah yang bersangkutan.

Pada perkembangannya tersebut, kemudian salah satu dialek yang

kedudukannya sederajat itu sedikit demi sedikit diterima sebagai bahasa

baku oleh seluruh daerah.Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik

faktor subyektif maupun obyektif. Faktor-faktor yang menentukan

penobatan suatu dialek menjadi bahasa baku terutama politik,

kebudayaan dan ekonomi (Meillet, 1967: 72). Di dalam proses tersebut,

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

128

kaum perantara juga turut berjasa di antaranya mereka yang

berpendidikan dan menguasai bahasa budayanya (Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1983).

Proses perkembangan dialek bermula pada kelompok yang

berpendidikan. Dwibahasawan mereka mempergunakan

koine,

yaitu

ungkapan-ungkapan bahasa baku sebagai bahasa budaya, dan dialek

sebagai bahasa praja.

Koine

mereka pergunakan untuk sesama mereka,

dan dialek mereka pergunakan jika berkomunikasi dengan penduduk

setempat, petani dan kelompok sederhana lainnya. Sementara itu penduduk

sendiri adalah ekabahasawan. Walaupun mereka mengagumi

koine,

tapi

mereka hanya mempergunakan dialek saja. Pada tahap berikutnya,

masyarakat berpendidikan itu menjadi ekabahawasan. Mereka

menghindari pemakaian dialek yang sudah kehilangan dasar-dasar

kaidahnya. Sejak itu penduduk bahasanya menjadi dwibahasawan. Pada

mulanya mereka belum memenuhi semua persyaratan bahasa baku

tersebut, tergantung kepada taraf pendidikan mereka. Di samping itu

mereka tetap mempergunakan dialek di antara sesama mereka saja

(Gairaud, 1970: 7-8, di kutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, 1983).

2.

Asal-usul dan Perkembangan Dialek

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983),

pertumbuhan dan perkembangan dialek sangat ditentukan oleh faktor

kebahasaan dan faktor luar bahasa. Keadaan alam, misalnya

mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat, baik dalam

mempermudah penduduk berkomunikasi dengan dunia luar maupun

mengurangi adanya kemungkinan itu (Guiraud, 1970). Sejalan dengan

adanya batas alam tersebut, dapat dilihat pula adanya batas-batas politik

yang menjadi jembatan terjadinya pertukaran budaya. Hal itu menjadi

salah satu sarana terjadinya pertukaran bahasa. Demikian pula halnya

dengan ekonomi, cara hidup dan sebagainy

a. Tercermin pula di dalam

dialek yang bersangkutan (Guiraud, 1970).

Menurut

Guiraud

(1970: 26) yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa (1983) terjadinya ragam dialek itu disebabkan oleh

adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi

perpindahan penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh

dilupakan ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam

proses terjadinya suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga

itu, masuklah anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

129

Setelah itu kemudian ada di antara dialek tersebut yang diangkat menjadi

bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu pun tidak boleh dilupakan.

Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena pengaruhnya baik

dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.

Selanjutnya, dialek berkembang menuju dua arah, yaitu

perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Menurut Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), Bahasa Sunda di kota

Bandung dijadikan dasar bahasa sekolah yang kemudian dianggap sebagai

bahasa Sunda baku. Hal tersebut didasarkan kepada faktor obyektif dan

subyektif. Secara obyektif memang harus diakui bahwa Bahasa Sunda

kota Bandung memberikan kemungkinan lebih besar untuk dijadikan

bahasa sekolah dan kemudian sebagai bahasa Sunda Baku. Hal ini dialek

bahasa Sunda mengalami perkembangan membaik.

Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa (1983), memberi contoh

perkembangan dialek yang memburuk sebagai berikut. Pada lima tahun

yang lalu, penduduk kampung Legok (Indramayu) masih berbicara Bahasa

Sunda. Sekarang penduduk kampung itu hanya dapat mempergunakan

Bahasa Jawa – Cirebon. Dengan kata lain, bahasa Sunda di kampung itu

sekarang telah lenyap, dan kelenyapan itu merupakan keadaan yang

paling buruk dari perkembangan memburuk suatu bahasa atau dialek.

3.

Pembeda Dialek

Setiap dialek memiliki perbedaan, Dialek suatu daerah berbeda dengan

dialek daerah lainnya. Meskipun rumpun bahasa yang digunakan adalah

sama. Dialek bahasa Jawa Surakarta berbeda dengan Bahasa Jawa yang

ada di Jawa Timur dan daerah Purwokerto, dan sebagainya. Menurut Pusat

pembinaan dan P

engembangan Bahasa (1983), perbedaan dialek pada garis

besarnya dapat dibagi menjadi lima macam. Kelima macam pembedaan

itu ialah sebagai berikut.

a.

Perbedaan fonetik

Perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si pemakai dialek

atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan

tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan

carema

dengan

cereme

yaitu

buah atau pohon cerme,

gudang

dengan

kudang

,

jendela, gandela

atau

janela.

Mandadaki

dengan

manakaki

(nama sejenis pardu). Dari contoh-contoh itu

tampak bahwa perbedaan fonetik itu dapat terjadi pada vokal maupun

konsonan

(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983).

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

130

b.

Perbedaan semantik

Perbedaan semantik merujuk kepada terciptanya kata-kata baru,

berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk. Peristiwa tersebut

biasanya terjadi geseran makna kata. Geseran tersebut bertalian dengan

dua corak makna, yaitu:

1)

Pemberian nama yang berbeda untuk lambang yang sama di

beberapa tempat yang berbeda, seperti

turi

dan

turuy ‘turi ’, balimbing

dan

calingcing

buat belimbing. Pada bahasa Sunda, geseran corak ini

pada umumnya dikenal dengan istilah sinonim, padan kata atau sama

makna (Guiraud, 1970: 15, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1983).

2)

Pemberian nama sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat

yang berbeda. Misalnya

calingcing

untuk

calincing

dan

belimbing

,

meri

untuk itik dan anak itik. Pada Bahasa Sunda, geseran ini dikenal

dengan nama homonimi (Guiraud, 1970: 8, dikutip oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983).

c.

Perbedaan onomasiologis

Menurut Guiraud (1970: 16), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan

onomasiologis

merujuk pada

nama yang berbeda berdasarkan satu konsep, yang diberikan di beberapa

tempat yang berbeda. Menghadiri

kenduri

misalnya, di beberapa daerah

Bahasa Sunda tertentu biasanya disebut

ondangan, kondangan

atau

kaondangan.

Ini jelas disebabkan oleh adanya tanggapan atau tafsiran yang

berbeda mengenai kehadiran di tempat kenduri itu.

Kondangan, ondangan

dan

kaondangan

didasarkan kepada tanggapan bahwa kehadiran di situ

karena diundang, sedangkan

nyambungan

didasarkan kepada tafsiran

bahwa kehadiran di situ disebabkan oleh keinginan menyumbang barang

sedikit kepada yang punya

kenduri

.

d.

Perbedaan semasiologis

Menurut Guiraud (1970: 17-18), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan

semasiologis

merujuk

kepada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda.

Frase-frase seperti

rambutan Aceh

,

pencak cikalong

dan orang yang

berhaluan kiri, tidak jarang diucapkan hanya Aceh, cikalong dan kiri saja.

Ucapan ini sudah dalam kaitan tertentu. Dengan demikian kata Aceh,

misalnya, mengandung sedikitnya lima makna, yaitu:

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

131

1)

nama suku bangsa,

2)

nama daerah,

3)

nama kebudayaan,

4)

nama bahasa, dan

5)

nama sejenis rambutan.

e.

Perbedaan morfologis

Menurut Guiraud (1970), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan morfologis merujuk pada sistem

tata bahasa yang bersangkutan. Hal tersebut disebabkan oleh frekuensi

morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya yang berkerabat, oleh

wujud fonetisnya, oleh daya rasanya dan oleh sejumlah faktor lainnya lagi.

Dialek orang Banyumas berbeda dengan dialek orang Solo dan

Yogyakarta. Meskipun mereka sama-sama menggunakan bahasa

Jawa. Coba lakukan pengamatan lagi terhadap orang-orang

Banyumas dan bandingkan dengan orang Solo! Mengapa terjadi

perbedaan dialek di antara keduanya? Selanjutnya coba kalian

peragakan dan praktikkan sendiri cara berbicara dan berdialek cara

orang Solo dan orang Banyumas menurut cara kalian sendiri.

4.

Ragam Dialek

Menurut Kridalaksana (1970), ragam dialek atau bahasa ditentukan

oleh faktor waktu, tempat, sosial-budaya, situasi, dan sarana

pengungkapan. P

ada kenyataannya, faktor-faktor tersebut tidak berdiri

sendiri, tetapi seringkali saling melengkapi. Faktor waktu misalnya,

mengakibatkan bahasa yang sama, pada masa lampau dan sekarang

berlainan, sedangkan bersama-sama dengan faktor tempat, kelainan itu

berkembang sampai saat sekarang. Artinya, apa yang umumnya disebut

dialek regional sebenarnya dihasilkan baik oleh faktor waktu maupun

faktor tempat. Berdasarkan hal tersebut, pada umumnya dialek dapat

digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu dialek 1, dialek 2 dan dialek

sosial.

Analogi Budaya:

Coba kembangkan keingintahuan kalian melalui pengamatan dan orientasi

kecakapan pada diri kalian.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

132

a.

Dialek 1

Dialek 1 yaitu dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam sekitar

tempat dialek tersebut dipergunakan sepanjang perkembangannya

(Warnant, 1973, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

1983). Dialek itu dihasilkan karena adanya dua faktor yang saling

melengkapi, yaitu faktor waktu dan tempat. Sebagai contoh dapat

dikemukakan bahwa bahasa Melayu yang dipergunakan di daerah

Manado ialah bahasa Melayu yang menurut sejarahnya dipergunakan di

daerah Manado, dan berdasarkan tempatnya hanya dipergunakan di

daerah itu saja.

b.

Dialek 2

Menurut Warnant, (1973), dikutip oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa (1983). Dialek 2 yaitu bahasa yang dipergunakan

di luar daerah pakainya. Hubungannya dengan Bahasa Indonesia adalah

misalnya dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia yang dipergunakan

di daerah Bali, Batak, Bugis dan Sunda atau yang diucapkan oleh orang-

orang yang berasal dari suku tersebut merupakan dialek 2. Bahasa

Indonesia yang dipergunakan di daerah Ambon, Manado dan Jakarta,

bukan dialek 2 karena ketiga daerah tersebut dianggap sebagai daerah

pakai Bahasa Indonesia. Demikian juga halnya dengan Bahasa Sunda.

Bahasa Sunda yang dipergunakan di daerah Cirebon – Sunda misalnya,

merupakan dialek regional 1, tetapi yang dipergunakan di daerah Cirebon

– Jawa termasuk dialek 2.

c.

Dialek sosial

Menurut Kridalaksana (1970), dialek sosial atau sosiolecte ialah ragam

bahasa yang dipergunakan oleh kelompok tertentu. Dengan demikian,

mudah membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Kelompok

itu dapat terdiri atas kelompok pekerjaan, usia, kegiatan, kelamin,

pendidikan, dan sebagainya. Ragam dialek sosial yang memperlihatkan

ciri-ciri yang sangat khusus dikenal dengan nama

argot

atau

slang

. Sampai

pada akhir abad ke–19, argot masih diartikan sebagai bahasa khusus kaum

petualang, pencuri, dan pengemis. Bahasa tersebut hanya dipergunakan

untuk dan oleh mereka saja. Seiring dengan meluasnya pameo-pameo

khusus, argot menjadi lebih atau kurang teknis, lebih atau kurang kaya,

lebih atau kurang indah, dan dipergunakan oleh mereka yang berasal dari

kelompok profesi yang sama (Guiraud, 1973, dikutip oleh Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa, 1983).

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

133

Analogi Budaya:

Coba kembangkan rasa keingintahuan dan orientasi kecakapan pada diri kalian.

Amati dan telitilah dialek yang digunakan oleh masyarakat yang

menggunakan bahasa jawa Surakarta dan bahasa jawa Purwokerto.

Berikan pendapat kalian mengapa kedua masyarakat jawa tersebut

memiliki dialek yang berbeda?

C.

Bahasa dan Dialek

Ada dua ciri bahasa yang saling bertentangan, yakni ciri universal

dan ciri lokal (unik). Ciri universal bahasa, diantaranya terletak pada

fonologi, morfologi, dan sematik yang ditemukan pada hampir semua

bahasa yang terletak pada adjektiva mengikuti nomina, seperti

rumah besar,

jalan besar

dan

orang pandai

yang juga ditemui di berbagai bahasa di dunia.

Sifat universal bahasa dapat juga ditemui di persamaan kata pada beberapa

bahasa di dunia. Fakta ini memperkuat dugaan para ahli bahwa pada asal

mulanya bahasa manusia itu adalah satu dan sama. Sifat lokal (unik)

bahasa dapat ditemui pada setiap daerah dan waktu serta individu.

Lingua

franca

Indonesia adalah bahasa Indonesia, tetapi cara setiap orang Indonesia

menggunakan bahasa Indonesia dapat kita tentukan asal-usul daerah. Cara

orang Ambon berbeda dengan orang Betawi dalam mengungkapkan

sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga halnya dengan orang

Minahasa, Madura, Batak, Jawa, dan sebagainya. Keunikan itu pada

akhirnya membentuk aksen, logat atau dialek yang disebut juga dengan

idiolek-idiolek. Bahasa Indonesia dengan dialek Betawi dapat kita temui

pada Mandra yang terkenal dengan sinetronnya

Si Doel Anak Sekolahan

.

Bahasa Indonesia dengan dialek Madura diwakili oleh Kadir dalam sinetron

Kanan Kiri Oke.

Bahasa Indonesia dengan dialek Batak diwakili oleh Si

Raja Minyak yang diperankan oleh Ruhut Sitompul dalam sinetron

Gerhana,

dan sebagainya.

Bahasa sebagai suatu sistem memiliki multimakna. Dari sekian

banyak makna, ada tiga makna yang memunculkan variasi-variasi dan

dialek bahasa dalam kehidupan manusia, yaitu:

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

134

1.

Bahasa bersifat unik.

Artinya, tiap

bahasa mempunyai sistem yang khas

yang tidak harus ada dalam bahasa

lain. Bahasa Jawa mempunyai 100 kata

untuk menyebutkan berbagai anak

binatang yang tidak ada dalam bahasa

lain. Bahasa Inggris mempunyai lebih

dari 50 kata untuk menggambarkan

berbagai bentuk daun yang tidak

dikenal dalam bahasa lain.

2.

Bahasa mempunyai variasi-variasi

karena bahasa itu dipakai oleh

kelompok manusia untuk bekerjasama

dan berkomunikasi, karena kelompok

manusia tersebut banyak ragamnya

yang berinteraksi dalam berbagai

lapangan kehidupan, serta penggunaan

bahasa untuk berbagai macam

keperluan.

Di lingkungan masyarakat Jakarta misalnya, Si Ucok memiliki

kebiasaan sehari-hari untuk mengakhiri tuturnya dengan kata

‘bukan?’, namun tetangganya yang bernama si Andi, si Oneng dan si

Ujang tidak suka dengan kebiasaan semacam itu. Pilihan kata-kata

antara seseorang dengan orang lain pun juga berbeda. Sebenarnya

semuanya itu masih tetap kita sebut satu bahasa, semuanya

merupakan perbendaharaan dari suatu bahasa. Nah, tutur kata dari

setiap anggota masyarakat bahasa (misalnya masyarakat bahasa

Batawi, Sunda, Jawa, Bali, dan lain-lain), yang ditandai dengan

perbedaan-perbedaan kecil semacam itulah yang kita sebut sebagai

idiolek. Atau dengan bahasa yang sangat sederhana dapatlah

dikatakan bahwa yang dinamakan idiolek adalah keseluruhan ciri-

ciri dalam ujaran perseorangan.

Bahasa bersifat unik yang membuatnya berbeda dengan bahasa

lainnya yang ada di dunia ini. Bahasa sangat variatif yang timbul

dari keperluan dan pribadi pengguna bahasa. Bahasa sebagai sarana

identifikasi kelompok sosial. Soalnya adalah apakah yang menjadi

dasar pemberda yang memunculkan dialek bahasa? Menurut

Harimurti Kridalaksana (1970) adalah waktu dan tempat. Menurut

Robert Sibarani (2002) adalah budaya yang menjadi latar

Sumber

:

Indonesian Heritage 8

Gambar 3.5.

Macam-macam

suku bangsa.

Cara dalam

mengungkapkan sesuatu dalam

bahasa Indonesia dapat

menunjukkan asal daerahnya.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

135

belakangnya. Bentuk bahasa yang sama mempunyai makna yang

berbeda sesuai dengan kebudayaan yang menjadi wadahnya.

Contohnya adalah:

a)

Makna leksikon

godang

pada dialek Angkola/Mandailing berarti

banyak

sedangkan makna leksikon

godang

pada dialek Batak Toba

berarti

besar.

b)

Makna leksikon

penyakit kelaminnya telah bertambah larut

(bahasa

Malaysia) sama dengan

penyakit istrinya telah bertambah parah

(bahasa Indonesia).

c)

Makna leksikon

ran itu didiami oleh sekelamin orang sakai

(bahasa

Malaysia) sama dengan

pondok itu didiami oleh sepasang orang

Sakai

(bahasa Indonesia).

d)

Keadaan serupa dapat juga kita temui pada bahasa Jawa dan

Sunda, yaitu :

Bahasa Sunda

Bahasa Jawa

amis

‘manis’

amis

‘manis’

gedang

‘pepaya’

gedang

‘pisang’

raos

‘enak’

raos

‘rasa’

atos

‘sudah’

atos

‘keras’

cokot

‘ambil’

cokot

‘gigit’

3.

Dengan bahasa suatu kelompok sosial bisa mengidentifikasi

dirinya.

Di antara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang

paling menonjol, karena

dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa

dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain.

Gaya bahasa menunjukkan identitas suatu kelompok sosial. Gaya

bahasa Indonesia masyarakat Bugis berbeda dengan gaya bahasa

masyarakat Samarinda, masyarakat Bali, masyarakat Madura,

masyarakat Lampung, masyarakat Melayu Riau, masyarakat Aceh,

dan sebagainya. Bahasa yang menunjukkan identifikasi sosial

pemakainya disebut dengan masyarakat bahasa. Menurut

Halliday

yang dikutip

F.X. Rahyono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal

Memahami Linguistik

(2005), masyarakat bahasa adalah sekelompok

orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa

yang sama. Masyarakat bahasa sangat erat hubungannya dengan

subjektivitas pemakainya. Secara linguistik, bahasa Indonesia dan

bahasa Malaysia adalah satu bahasa yang sama, namun masyarakat

bahasa yang memakai kedua bahasa tersebut menganggapnya

Bahasa Sunda

Bahasa Jawa

amis

‘manis’

amis

‘manis’

gedang

‘pepaya’

gedang

‘pisang’

raos

‘enak’

raos

‘rasa’

atos

‘sudah’

atos

‘keras’

cokot

‘ambil’

cokot

‘gigit’

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

136

sebagai bahasa yang berbeda. Akibatnya muncullah dua masyarakat

bahasa yang berbeda. Masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat

bahasa Malaysia. Kondisi ini mempengaruhi keakraban dan keintiman

pemakai bahasa yang bersangkutan. Anggota masyarakat bahasa

Indonesia terasa semakin akrab dengan sesamanya yang

menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan orang dari

masyarakat bahasa Malaysia, begitu juga sebaliknya. Bahasa

membentuk identitas suatu kelompok sosial yang akan mempengaruhi

keakraban dan keintiman pemakainya.

Di Jawa terdapat berbagai dialek Jawa. Salah satunya adalah bahasa

Jawa logat Banyumas, bahasa Jawa logat Surakarta dan sebagainya.

Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang

tepat supaya perbedaan dialek tersebut tidak menimbulkan

perpecahan dalam masyarakat. Selanjutnya solusi hasil diskusi

tersebut coba praktikkan dalam kehidupan kalian sehari-hari.

D.

Bahasa Membentuk Dialek

Pada uraian terdahulu, kalian telah mempelajari bahasa dan dialek

yang menghasilkan suatu kesimpulan ada hubungan yang sangat erat

antara bahasa dan dialek. Soalnya adalah bagaimanakah hubungan antara

bahasa dengan dialek? Jawaban pertama adalah bahasa membentuk dialek.

Bagaimana hal itu terjadi? Terjadinya hal itu dikarenakan pengaruh non

bahasa, terutama politik, kebudayaan dan ekonomi. Atas dasar pengaruh

non bahasa itu, akhirnya muncul keragaman dialek dan aksen menurut

pemakainya.

Dialek adalah kata-kata di atas tanahnya.

Lingua franca

bangsa

Indonesia adalah bahasa Indonesia, tetapi tiap daerah-daerah di Indonesia

memiliki dialek dan aksen yang unik dalam berbahasa Indonesia. Orang

Papua memiliki dialek unik ketika berbahasa Indonesia, begitu juga halnya

dengan orang Kalimantan, orang Bali, orang Sulawesi, orang Jawa, orang

Sunda, orang Madura, orang Baduy, orang Palembang, orang Batak, orang

Aceh, dan sebagainya. Misalnya saja ada suatu kelompok pemakai bahasa

Indonesia (yaitu kumpulan dari sejumlah idiolek-idiolek) yang

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

137

mengucapkan kata ’pecah’, sedangkan kelompok pemakai bahasa

Indonesia lain akan mengucapkannya dengan ‘picah’. Demikian pula ada

kelompok idiolek yang mengucapkan kata ‘nasehat’, sedangkan kelompok

lainnya mengucapkan ‘nasihat’, dan begitulah seterusnya. Semuanya

menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia, tetapi mereka

memiliki logat (dialek) sendiri ketika menggunakannya. Sehingga dari

cara mereka berbicara kita dapat mengetahui identitas sosial penuturnya,

kita dapat tahu asal-usul penuturnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa

membentuk dialek melalui perbedaan tempat. Dialek yang ditimbul karena

tempat atau daerah disebut dengan dialek regional.

Dialek bahasa dapat juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan

pemakainya, pekerjaannya atau karena faktor derajat resmi situasinya.

Sebagai contoh dapat dikemukakan kasus berikut. Banyak nama diri di

masyarakat kita yang memiliki konsonan

frikatif labiodental

tak bersuara

(f), seperti

Jusuf, Fahrudin, Alif, Fransiska,

dan lain-lain. Kalau diperhatikan

ternyata tidak semua orang melafalkan nama tersebut dengan tepat.

Karena latar bekakang pendidikan ataupun bahasa pertamanya. Sebagian

orang mengganti konsonan

frikatif labiodental

tak bersuara (f) itu dengan

konsonan

bilabial

tak bersuara (p) dan melafalkannya menjadi

jusup,

pahrudin, alip,

dan

pransiska.

Dialek bahasa yang disebabkan oleh latar

belakang pendidikan, pekerjaan dan faktor derajat resmi situasinya disebut

dialek sosial (B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring dalam buku

Pesona

Bahasa, Langkah Awal Memahami Bahasa,

2005). Hal ini menunjukkan

bahwa bahasa membentuk dialek melalui perbedaan latar belakang

pendidikan. Dialek yang ditimbul karena perbedaan latar belakang

pendidikan disebut dengan dialek sosial.

Sumber:

Tempo, 8 September 2003

Sumber:

Tempo, 7 Mei 2006

Gambar 3.6.

Wisuda

Gambar 3.7.

Buruh/pekerja di pabrik/industri

Latar belakang pendidikan dan pekerjaan juga

mempengaruhi dialek bahasa

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

138

Dialek sosial dapat juga dikarenakan pekerjaan yang berbeda. Cara

seorang anggota militer berbahasa Indonesia menunjukkan dialek yang

berbeda dengan sipil. Anggota militer nampak lebih tegas, jelas dan

lantang. Sementara anggota masyarakat sipil (non militer) nampak

menunjukkan dialek dan aksen yang lebih lembut, luwes dan lemah.

Hakim, jaksa dan pembela menunjukkan dialek yang berbeda dalam

menggunakan bahasa Indonesia, lebih formal, pilihan kata yang kaku dan

tepat. Sementara guru menunjukkan dialek yang lebih familiar, luwes dan

longgar dalam menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan

bahwa bahasa membentuk dialek sebagai pengaruh dari pekerjaan. Dialek

yang ditimbul karena pekerjaan disebut dengan dialek regional.

Derajat resmi situasinya juga menimbulkan dialek dalam

menggunakan bahasa Indonesia. Saat Presiden mengungkapkan pidato

kenegaraan, saat penghulu memimpin jalannya upacara pernikahan atau

Pendeta yang melakukan pemberkatan pernikahan. Mereka semuanya

menggunakan bahasa dengan dialekotoritas, tegas dan penuh kedaulatan

dan kekuasaan. Berbeda halnya pada situasi tidak remis, seperti saat santai

dan pembicaraan tidak resmi lainnya, mereka akan menggunakan bahasa

Indonesia dengan dialek persahabatan, kedekatan dan lunak. Hal ini

menunjukkan bahwa bahasa membentuk dialek melalui resmi tidaknya

situasi pembicaraan. Dialek yang ditimbul karena resmi tidaknya situasi

disebut dengan dialek sosial.

E.

Dialek Membentuk Bahasa

Kalian mempelajari bahasa dan dialek yang menghasilkan suatu

kesimpulan ada hubungan yang sangat erat antara bahasa dan dialek.

Soalnya adalah bagaimanakah hubungan antara bahasa dengan dialek?

Jawaban kedua adalah dialek membentuk bahasa. Bagaimana hal itu

terjadi? Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-

beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip

sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang

sama.

Dengan meminjam kata-kata

Claude Fauchet

, dialek ialah

mots de

leur terroir

yang berarti dialek adalah kata-kata di atas tanahnya

(Chaurand, 1972 : 149), yang di dalam perkembangannya kemudian

menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan dalam

karya sastra daerah yang bersangkutan. Di dalam perkembangannya

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

139

tersebut, kemudian salah satu dialek yang kedudukannya sederajat itu

sedikit demi sedikit diterima sebagai bahasa baku oleh seluruh daerah pakai

dialek-dialek itu. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor

subyektif maupun obyektif. Faktor-faktor yang menentukan suatu dialek

menjadi bahasa baku ialah politik, kebudayaan dan ekonomi (Meillet,

1967 : 72). Demikian caranya dialek membentuk bahasa baku yang bersifat

universal pada tingkat daerah, nasional maupun internasional.

Selain adanya beberapa faktor di atas, munculnya bahasa baku juga

bisa dipicu oleh adanya kebutuhan dari beberapa kelompok masyarakat

yang saling terpisah, untuk bisa berhubungan satu sama lain. Dengan

demikian, dari sudut pandang ini yang dinamakan bahasa baku (standar)

adalah bahasa atau dialek yang dipilih oleh anggota masyarakat untuk

saling berkomunikasi. Dipilihnya suatu dialek menjadi bahasa baku

(standar) bisa juga karena bahasa atau dialek tersebut dianggap paling

betul (baik) oleh masyarakat yang akan memakainya. Bentuk serta

pemakaian bahasa baku ini selanjutnya akan menjadi model percontohan

bagi seluruh rakyat. Kemudian di dalam praktiknya, seseorang yang akan

berbahasa di samping akan menyesuaikan diri dengan orang yang akan

diajak bicara (misalnya pakai bahasa atau dialek apa), maka seorang

penutur bahasa tersebut akan mencoba menyesuaikan diri dengan bentuk,

serta pemakaian bahasa yang telah dipakai secara luas di dalam

masyarakat. Dengan demikian, praktik penggunaan bahasa tarik-menarik

antara bahasa standar (bahasa baku/bahasa nasional) dengan bahasa yang

digunakan secara akrab (yakni bahasa lokal/dialek bahasa yang biasanya

bersifat kelokalan/kedaerahan) akan berlangsung terus-menerus.

Demikianlah cara dialek berubah menjadi bahasa yang bersifat universal,

baik pada tingkat regional, nasional maupun internasional.

Sebelum bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, pada

awalnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu merupakan salah

satu bahasa daerah dengan dialek daerah khusus. Atas kesepakatan

bersama dengan berbagai alasan. Seperti lebih familiar bagi sebagian besar

masyarakat Indonesia dan daerah penyebaraannya lebih luas dibanding

bahasa etnik lainnya, maka dipilih dan disepakatilah bahasa Melayu

menjadi bahasa baku (standar) nasional yang kemudian dikenal dengan

bahasa Indonesia. Perkembangan selanjutnya menunjukkan Indonesia

sekarang tidak dapat lagi disamakan dengan bahasa Melayu, karena

bahasa Indonesia menyerap berbagai bahasa daerah dan bahasa asing

lainnya dan mengangkatnya menjadi bahasa baku. Demikian cara dialek

menjadi bahasa baku (standar).

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

140

Carilah informasi dari berbagai sumber dan media massa mengenai

keanekaragam budaya dan kemajemukan masyarakat serta aneka

ragam suku bangsa. Kemudian kaitkan dengan perbedaan bahasa

dan dialek yang digunakan. Coba berikan komentar dan solusi kalian

berkaitan dengan keanekaragaman bangsa sebagai kekayaan potensi

Indonesia dan untuk menumbuhkan wawasan kebangsaan

kalian!Selain itu Coba kalian peragakan berbagai budaya yang

beranekaragam dan kalian kuasai seperti tari dari beberapa daerah

misalnya tari Bali, tari Gambyong dan Jaipong.

Analogi Budaya:

Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri

kalian!

Sumber:

Bahagia, 30 Juli 2000

Gambar 3.8.

Bahasa sangat

berguna dalam berbagai kegiatan,

misalnya untuk berkomunikasi

dengan rekan kerja di kantor

F.

Kegunaan Bahasa

Masih ingatkah kalian pengertian bahasa? Bahasa ialah sistem tanda

bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok

masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan

mengidentifikasi diri. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang digunakan

pemakainya untuk berkomunikasi dan untuk berbagai keperluan lainnya.

Menurut

Harimurti Kridalaksana dan Hermina Sutami

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memehami Linguistik (2005)

, pengertian

bahasa di atas menunjuk kepada bahasa lisan, sistem tanda bunyi

mengarah kepada bahasa lisan.

Menurut

Harimurti Kridalaksana dan

Hermina Sutami

dalam buku yang sama ada

dua wujud bahasa, yaitu bahasa tulis dan

bahasa lisan. Unsur utama bahasa tulis adalah

tulisan, sedangkan unsur utama bahasa lisan

adalah bunyi (ujaran). Kedua wujud bahasa

itu bersifat saling melengkapi, kehadiran

bahasa tulis didasarkan akan kebutuhan

manusia untuk dapat mengingat peristiwa

penting dalam jangka panjang. Daya ingat

manusia terbatas, manusia merekam peristiwa

penting dalam bahasa tulis, sehingga dapat

mengingatnya dalam waktu yang sangat lama

selama tulisan itu ada.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

141

Kemampuan berbahasa yang pertama kali dikuasai manusia adalah

kemampuan berbahasa lisan. Sebelum seorang manusia mengenal dan

memasuki sekolah, ia telah dapat menggunakan bahasa lisan. Seorang

anak yang belum sekolah berkomunikasi dengan mudah bisa

menggunakan bahasa lisan pada siapapun. Bahkan sampai akhir hayatnya

manusia tetap menggunakan bahasa lisan dalam kehidupannya. Bahkan

peradaban manusia dimulai dengan bahasa tulisan, dan sampai sekarang

masih banyak masyarakat bahasa yang mengandalkan bahasa lisan dalam

mengembangkan dan mewariskan kebudayaannya. Bila dibandingkan,

manusia dalam hidupnya lebih banyak menggunakan bahasa lisan dari

pada bahasa tulisan. Sangatlah tepat pendapat

Harimurti Kridalaksana

dan

Hermina Sutami

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal

Memehami Linguistik (2005),

yang mengatakan “Bahasa lisan merupakan

hal utama dan mendasar yang dimiliki manusia”.

Bagaimanakah gambaran kebudayaan bahasa manusia dalam

menggunakan bahasa lisan? Gambaran itu dapat diperoleh dengan

memahami beberapa konsep yang penting dan timbul dari penggunaan

bahasa lisan. Dari zaman purba hingga jaman sekarang, hakekat manusia

sebagai makhluk sosial diantaranya diwujudkan dengan cara mencari

teman. Manusia mencari teman, manusia bergerak dari satu tempat ke

tempat lainnya. Proses perjalanan itu, kemungkinan besar ia bertemu

dengan orang dari masyarakat bahasa yang lain. Singkatnya orang itu

bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa dengannya. Pada

keadaan ini terjadilah sentuh bahasa.

1.

Sentuh Bahasa

F.X. Rahyono

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal Memehami

Linguistik (2005)

, menggambarkan sentuh bahasa sebagai berikut; “Di

dunia ini banyak terdapat masyarakat bahasa yang berbeda bertemu,

hidup bersama-sama, dan berpengaruh terhadap masyarakat bahasa lain.

Keadaan semacam ini menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa atau

kontak bahasa. Ciri yang menonjol dari sentuh bahasa ini adalah

terdapatnya kedwibahasaan (

bilingualism).

Pada masyarakat Indonesia sangat sering terjadi sentuh bahasa. Setiap

waktu terjadi pertemuan dari manusia yang berasal dari masyarakat bahasa

yang berbeda. Orang Indonesia dari berbagai suku bangsa hidup

berdampingan secara damai di berbagai daerah Indonesia. Tidak

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

142

terelakkan terjadinya sentuh bahasa dari masyarakat bahasa yang

berlainan. Hal ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Hasilnya

banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia dan bahasa

daerahnya. Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan

orang yang berasal dari masyarakat bahasa lain dan bahasa daerah

digunakan dengan sesama orang yang berasal dari masyarakat bahasa

yang bersangkutan. Bahkan banyak juga orang Indonesia yang menguasai

tiga atau lebih bahasa.

a.

Ekabahasawan (

monolingual, unilingual,

atau

monoglot)

adalah

orang yang menguasai satu bahasa.

b.

Dwibahasawan (

bilingual

) adalah orang yang menguasai dua bahasa.

c.

Anekabahasawan (

multilingual, plurilingual

atau

polyglot)

adalah

orang yang menguasai lebih dari dua bahasa.

Coba berikan komentar dan pendapat kalian mengenai gambar

berikut berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah dan bahasa

Indonesia sebagai sarana media komunikasi. Kemudian coba kalian

pelajari dan praktikkan beberapa bahasa daerah lain dengan teman-

teman kalian.

Sumber:

Atlas Indonesia

Investigasi Budaya:

Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri

kalian!

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

143

2.

Kedwibahasaan

Apakah yang dimaksud dengan kedwibahasaan?

B. Suhardi dan B.

Cornelius Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal

Memahami Linguistik (2005),

mengutip beberapa pendapat tokoh sebagai

berikut:

a.

Leonard Bloomfield (1933) mengartikan kedwibahasaan sebagai

“penguasaaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa”.

b.

Uriel Weinreich (1968) mendefinisikan kedwibahasaan sebagai

“pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara bergantian”.

c.

“Einar Haugen (1966) mengartikan kedwibahasaan sebagai

‘kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap dan

bermakna dalam bahasa lain”.

Sangat sulit menemukan defini si yang tepat dan lengkap terhadap

kedwibahasaan, tetapi dari beberapa definisi di atas, ada satu tolak ukur

yang dikandungnya, yaitu kemampuan seseorang menghasilkan tuturan

dalam bahasa lain di luar bahasa ibunya.

Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai seseorang. Pada

umumnya bahasa ibu orang Indonesia adalah bahasa daerahnya. Bahasa

ibu suku bangsa Makasar adalah bahasa Makasar. Bahasa ibu suku bangsa

Manggarai di Nusa Tenggara adalah bahasa Manggarai. Bahasa suku

bangsa Nias di Sumatera adalah bahasa Nias, dan sebagainya. Bahasa

kedua adalah bahasa lain diluar bahasa ibu yang dikuasai seseorang.

Bahasa kedua pada umumnya orang Indonesia adalah bahasa Indonesia.

Menurut

B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring

dalam buku

Pesona

Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005),

penguasaan seseorang

terhadap bahasa kedua sangat tergantung pada sering tidaknya dia

menggunakan bahasa kedua itu. Penguasaannya atas bahasa kedua itu

sedikit banyak akan berpengaruh pada dirinya saat bicara. Kelancarannya

bertutur dalam tiap-tiap bahasa menentukan kesiapan untuk memakai

bahasa-bahasa yang dikuasainya secara bergantian.

Penguasaaan seseorang terhadap bahasa pada umumnya tampak saat

bertutur. Seseorang yang bertutur dalam bahasa ibunya, diselipi oleh kata-

kata bahasa kedua yang dikuasainya.

B. Suhardi dan B. Cornelius

Sembiring dalam

buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami

Linguistik (2005),

menyebutnya sebagai alih kode (

code-switching).

Alih

kode disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain, karena orang yang

bersangkutan berlatih menggunakan suatu bahasa tertentu dalam

membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu. Atau karena kurangnya

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

144

kata atau istilah dalam salah satu bahasa yang dikuasainya untuk

mengungkapkan gagasannya. Contoh alih kode adalah sebagai berikut.

Sumber:

Tempo, 7 Mei 2006

Gambar 3.9.

Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai seseorang melalui proses

sosialisasi dalam keluarga yaitu bahasa daerah.

a.

A. San, kemarin saya tunggu sampai satu jam, kamu tidak datang-

datang. Aduh,

nyeri hate pisan!

Kalau memang tidak bisa datang

tidak usah janji.

B.

Ya, Esih. Makanya saya sekarang ke sini saya mau minta maaf,

punten pisan

!

Seueur pisan tamu di rorompok!

b.

A

Dik, saya dengar kabar selentingan, lo!

Wanneer vertrek je naar

Holland

? Nanti saya titip surat, ya?

B.

Silakan, Mbak.

3.

Lingua Franca

Pasti kalian sering bertemu dengan orang yang berasal dari satu suku.

Bahasa apa y

ang kalian gunakan ketika bertutur (berkomunikasi). Pada

umumnya saat orang Indonesia bertemu dengan orang yang sedaerahnya

(satu suku bangsa), mereka menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa

daerahnya. Cobalah perhatikan orang lain atau orang tuamu, bahasa apa

yang mereka gunakan saat bertemu dengan orang sedaerahnya atau orang

satu sukunya?

Lantas bahasa apa yang digunakan, saat dua orang dari masyarakat

bahasa yang berlainan bertemu? Orang Makasar bertemu dengan orang

Jawa. Orang Batak bertemu dengan orang Sunda. Orang Ambon bertemu

orang Madura, dan sebagainya. Bahasa apa yang mereka gunakan untuk

berkomunikasi? Bahasa daerahnya, tidak mungkin, karena tidak

dimengerti oleh peserta tutur lainnya. Pada umumnya saat dua atau

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

145

beberapa orang dari masyarakat bahasa yang berbeda bertemu, mereka

menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa

titik temu kedua belah pihak yang memiliki bahasa ibu yang berbeda dan

keduanya tidak dapat berkomunikasi menggunakan satu pun di antara

bahasa ibu mereka. Saat situasi dan kondisi demikian, bahasa titik temu

itu disebut dengan bahasa

lingua franca

. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa

lingua franca

adalah bahasa Indonesia.

4.

Pijin (Pidgin)

Menurut

B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal Memahami Linguistik (2005), pijin

merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Munculnya

bahasa

pijin

bermula dari bertemunya dua pihak yang ingin

berkomunikasi satu sama lain, tetapi sangat berbeda bahasanya. Mereka

tidak menggunakan bahasa ketiga sebagai bahasa perantara, tetapi mereka

menggabungkan bahasa mereka menjadi bahasa sendiri yang disebut

Pijin

.

Pijin pada umumnya digunakan sebagai alat komunikasi antara

imigran dan orang-orang lokal atau penduduk asli. Sehingga keduanya

dapat mengerti tanpa mempelajari bahasa dari kelompok lain.

Diperkirakan ada seratus pijin di dunia ini. Kebanyakan pijin dipengaruhi

oleh bahasa-bahasa Eropa, seperti bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis.

Contoh pijin yang terkenal adalah adalah pijin Melanesia, seperti Tok Pisin

di Papua New Guinea, Bislama di Vanuatu dan Pijin di Solomon Island.

5.

Kreol

Seiring dengan perubahan waktu, pijin juga mengalami perubahan

menjadi

kreol

. Pijin yang digunakan oleh generasi pertama kemudia

diwariskan kepada generasi berikutnya. Bagi generasi kedua dan

seterusnya, pijin berubah kedudukan menjadi bahasa ibu. Pijin yang

berubah menjadi bahasa ibu disebut dengan

kreol

.

B. Suhardi dan B.

Cornelius Sembiring

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal

Memahami Linguistik (2005),

mengartikan

kreol

sebagai bahasa pijin yang

memiliki penutur asli. Pijin untuk generasi dan

kreol

untuk generasi baru.

Kreol

juga mengalami perkembangan dari berbagai aspek kebahasaan.

Sehingga lama kelamaan, pijin sudah mulai sejajar dengan bahasa-bahasa

lain di negara yang memilikinya. Tata bahasa dan kosakata

kreol

mulai

rumit dan kompleks.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

146

Buatlah kelompok diskusi untuk membahas tentang penggunaan

bahasa ibu atau bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan kesatuan bangsa. Kemukakan pendapat kalian disertai

dengan argumentasi dan solusi untuk memecahkan persoalan seputar

perbedaan atau keragaman bahasa! Setelah menjadi kesimpulan

kelompok maka presentasikan pendapat kelompok kalian di depan

kelas!

Ada dua wujud bahasa, yaitu bahasa lisan dan tulis. Bahasa lisan telah

digunakan sejak awal peradaban manusia. Beberapa lama kemudian

manusia menemukan dan mengenal bahasa tulis. Penggunaan bahasa

lisan dan tulis dari dahulu hingga sekarang melahirkan tradisi lisan dan

tulis. Di antara banyak bahasa dan dialek di Indonesia, hanya delapan

yang memiliki tradisi sastra tulis, diantaranya adalah tradisi tulis Melayu,

tradisi tulis Aceh, tradisi tulis Bali, tradisi tulis Sunda, tradisi tulis Sumatera

Selatan, tradisi tulis Batak, dan tradisi tulis Sulawesi Selatan (Indonesia

Heritage, Jilid 10, 2002)

Sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat mengandalkan

tradisi lisan dalam hal pemeliharaan dan pewarisan budaya masyarakat

dari generasi ke generasi. Seperti pemeliharaan dan penyampaian ilmu

pengetahuan, adat istiadat, sejarah, filsafat moral, agama, kedudukan

sosial, dan norma-norma masyarakat. Tradisi lisan menjelma dalam kisah-

kisah lisan di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama.

Kisah lisan memiliki beberapa ciri yang lazim. Biasanya banyak sekali

–panjang lebar dan berlebihan dalam bahasa – menggunakan pola dan

susunan baku untuk membantu pencerita memproses ucapan dan

mengingat teksnya. Cerita tersusun dari serangkaian peristiwa yang benar-

benar terjadi, dongeng khayalan atau teks keagamaan. Pencerita

mengikuti kerangka kerja dasar, tetapi tak ada dua pencerita yang

menceritakan satu kisah dengan cara yang sama. Mereka akan

menambahkan gaya dan sikapnya sendiri, memperbesar peran tokoh-

tokoh tertentu yang mereka sukai (atau memperkecil yang tidak mereka

sukai) atau menambah kelucuannya, tergantung pada khalayak

pendengarnya (Indonesian Heritage, jilid 10 2002).

Analogi Budaya:

Coba kembangkan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

G. Tradisi Lisan

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

147

Peran sang pencerita (penutur) dan kedudukannya di masyarakat

tergantung pada setiap masyarakat. Pada beberapa masyarakat, para

pencerita diperlakukan sebagai dukun atau saman yang berhubungan

langsung dengan dewa. Di Indonesia kini, tradisi lisan harus bersaing

dengan cetakan, radio, televisi dan film. Sementara pendidikan massal,

yang terutama dilakukan dalam bahasa Indonesia, bahasa resmi negara,

cenderung menekankan yang sudah dominan, kebudayaan sastra dengan

mengorbankan yang kurang non sastra. Meneruskan pengetahuan yang

terwujud dalam teks lisan, “Tulisan lidah”, merupakan tantangan bagi

kebudayaan Indonesia yang sedang berubah sekarang (Indonesian

Heritage, jilid 10, 2002)

Berkembangnya industri penerbitan terutama untuk media cetak

seperti koran, majalah, buku, dan sebagainya, akhir-akhir ini apakah

mempengaruhi perkembangan tradisi lisan yang ada? Coba amatilah

mengapa generasi remaja sekarang lebih senang dengan budaya pop

atau modern seperti novel, sinetron, dan sebagainya dibandingkan

dengan seni budaya tradisional? Kemudian apakah kalian sendiri

juga masih senang dengan seni budaya tradisional? Coba peragakan

salah satu seni budaya tradisional yang kalian kuasai!

Tradisi lisan melahirkan cerita rakyat, seperti mitos, legenda dan

dongeng.

1.

Mitos

Mitos adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa semihistoris yang

menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. Setiap

masyarakat pasti memiliki mitos, mitos pada dasarnya bersifat religius,

karena memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Mitos

selalu bertemakan masalah pokok kehidupan manusia, seperti darimana

asal manusia dan segala sesuatu yang ada di dunia ini; mengapa manusia

ada di bumi, dan ke mana tujuan manusia? Mitos memberikan gambaran

dan penjelasan tentang alam semesta y

ang teratur, yang merupakan latar

belakang perilaku yang teratur.

Berikut ini disajikan contoh mitos tentang asal mula segala sesuatu

menurut alam pikiran suku Fon di Dahomey, Afrika Barat. “Pada asal

mulanya bintang-bintang kelihatan pada malam maupun siang hari.

Analogi Budaya:

Coba kembangkan keingintahuan dan orientasi kecakapan pada diri kalian.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

148

Bintang malam hari adalah anak-anak bulan, dan bintang siang hari anak-

anak matahari. Pada suatu hari bulan memberi tahu matahari bahwa anak-

anak mereka ingin bersinar melebihi mereka. Untuk menghindarkan hal

itu mereka sepakat mengikat bintang itu dalam karung dan

melemparkannya ke samudera. Matahari mengerjakan yang pertama, dan

membersihkan langit dari bintang-bintang siang hari. Akan tetapi, bulan

yang busuk itu tidak memenuhi kewajibannya dan membiarkan semua

anak-anaknya di langit malam. Anak-anak matahari menjadi ikan-ikan

yang berwarna cerah di samudera. Sejak itu matahari menjadi bebuyutan

bulan, yang dikejar-kejarnya untuk membalas dendam karena kematian

bintang-bintang dilautan”.

2.

Legenda

Legenda adalah cerita semihistoris yang turun temurun dari

zaman dahulu, yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahlawan,

perpindahan penduduk dan pembentukan adat kebiasaan lokal. Legenda

merupakan campuran antara realisme dan supernatural, perpaduan antara

rasional dan irrasional. Fungsi legenda adalah untuk menghibur dan

memberi pelajaran serta membangkitkan atau menambahkan

kebanggaan orang terhadap keluarga, suku atau bangsanya.

Berikut ini disajikan contoh legenda pendek yang memberi pelajaran,

milik orang

Abenakis Barat, yang berada di bagian barat laut New

England, Quebec Selatan. “Ini cerita tentang seorang anak laki-laki yang

kesunyian yang biasanya berjalan-jalan ke tepi sungai di Odanak atau

turun bukit menuju kedua rawa di tempat itu. Ia biasanya mendengar

orang memanggil namanya, tetapi kalau ia sampai di koam rawa-rawa

itu, tidak ada orang yang kelihatan atau terdengar. Akan tetapi kalau ia

berjalan pulang, ia mendengar namanya dipanggil-panggil lagi. Ketika ia

sedang duduk menunggu di tepi rawa datanglah seorang laki-laki yang

bertanya kepadanya, mengapa ia menunggu? Ketika anak itu

menceritakan kepadanya, orang tua itu berkata bahwa hal yang sama

terjadi pada zaman dahulu, apa yang didengarnya itu adalah makhluk

rawa dan menunjukkan rerumputan tinggi sebagai tempatnya

bersembunyi. Sesudah memanggil ia akan menenggelamkan diri di

belakang mereka, orang tua itu berkata, makhluk itu hanya ingin

menenggelamkan kamu. Kalau kamu pergi ke sana, kamu akan terbenam

di dalam lumpur. Lebih baik pulang saja”.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

149

3.

Dongeng

Dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan yang

bertujuan untuk menghibur

. Dongeng bukanlah sejarah. Meskipun

demikian, dongeng berisi wejangan atau memberi pelajaran praktis kepada

masyarakat.

Berikut ini disajikan contoh dongeng dari Ghana, berjudul

Bapak,

Anak dan Keledai.

“Seorang ayah dan anaknya laki-laki menanam jagung;

menjualnya, dan menggunakan sebagian keuntungannya untuk membeli

keledai. Ketika musim kemarau tiba, mereka memanen talas dan bersiap-

siap mengangkutnya ke lumbung dengan menggunakan keledai mereka.

Si ayah naik di atas keledai dan mereka bertiga memulai perjalanannya.

Sampai mereka berjumpa dengan beberapa orang. Heh, kau orang malas!

Kata orang-orang itu kepada si ayah. Kau biarkan anakmu yang masih

muda itu berjalan bertelanjang kaki di tanah yang panas itu, sedang kamu

duduk di atas keledai? Tidak malu engkau! Si ayah memberikan tempatnya

kepada anaknya dan mereka meneruskan perjalanan mereka bertemu

dengan seorang wanita tua. Apa? Anak tidak berguna, kata wanita itu.

Kau biarkan ayahmu berjalan tanpa alas kaki di tanah yang panas ini?

Tidak malukah engkau. Anaknya turun, dan ayah maupun anaknya

berjalan kaki, dan ketika mereka menuntun keledai itu di belakang mereka,

mereka berjumpa dengan seorang laki-laki tua. Heh? Kau orang-orang

goblok, kata laki-laki tua itu. Kau punya keledai dan kau berjalan tanpa

alas kaki di tanah itu, dan tidak menaiki keledaimu? Dan demikianlah

seterusnya. Dengarlah kalau kamu mengerjakan sesuatu dan orang lain

lewat, kerjakanlah saja apa yang kau sukai”.

Maraknya acara drama modern, sinetron, dan film-film yang

beredar di masyarakat tidak semuanya bersifat mendidik dan

berdampak positif. Bahkan dengan adanya beberapa tayangan acara

tersebut dapat menumbuhkan dampak negatif bahkan keresahan

dalam masyarakat.

Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi

yang tepat supaya acara-acara cerita modern sekarang ini dapat

memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan masyarakat

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja, dan wawasan kebinekaan serta

orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

150

serta keberadaan tradisi lisan tetap dapat terjaga kelestariannya

meskipun harus menghadapi persaingan dengan budaya pop yang

lebih modern. Selanjutnya setiap bulan sekali coba kalian

mengadakan pertunjukkan kelas tentang tradisi lisan. kegiatan

tersebut dapat mengasah kecakapan dan keterampilan kalian.

H. Contoh-contoh Tradisi Lisan

Indonesia terdiri dari bermacam-macam masyarakat bahasa. Setiap

masyarakat bahasa di Indonesia memiliki tradisi lisan, baik yang berupa

mitos, legenda dan dongeng yang dipentaskan berbagai seni pertunjukan

sebagai sarana pewarisan dan pengembangan kebudayaan dari generasi

ke generasi. Berikut ini disajikan beberapa contoh tradisi lisan dalam

beberapa masyarakat bahasa yang ada di Indonesia, disarikan dari

Indonesian Heritage, jilid 10 (2002).

1.

Wayang Kulit

Wayang kulit adalah teater boneka bayang-bayang di Indonesia.

Kumpulan lakonnya banyak bersumber dari legenda dan kisah lisan sastra

dari tradisi India dan Jaw

a. Wayang kulit disukai di Bali, Sumatera Selatan

dan Jawa Barat, namun Jawa Tengah dianggap sebagian tempat asal bentuk

teater ini. Dalang atau pemain boneka menggelar pertunjukkan di depan

layar lebar dan menghidupkan wayang-wayangnya dengan menirukan

berbagai suara dan bunyi-bunyian.

Wayang terbuat dari kulit tipis dan ukuran tingginya mulai enam

inci hingga lebih dari tiga kaki. Bentuk tubuh, ukuran, pewarnaan, jenis

hiasan kepala, dan gaya pakaian bagi tokoh dibakukan oleh tradisi,

sehingga tiap tokoh jelas dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Yang

penting dari wayang bukan tokohnya melainkan

gunungan-nya

“Pohon

kehidupan”, yang digunakan oleh dalang untuk menandai pembukaan

ataupun pertunjukkan ataupun perubahan adegan.

Pertunjukan wayang digelar oleh pemain tunggal yang disebut dengan

dalang. Dalang tidak hanya menguasai percakapan semua wayangnya,

tetapi juga harus bercerita di antara adegan, melantunkan suluk untuk

menciptakan suasana yang pas, dan mengarahkan gamelan pengiring

pertunjukkan. Semuanya harus dilakukan selama memainkan wayang.

Di atas dalang tergantung lampu, sinarnya jatuh pada boneka yang terukir

untuk menghadirkan bayangan pada layar putih (

kelir

). Bayang-bayang

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

151

yang tampak bergerak di sepanjang kelir, menari, bercinta atau berkelahi

satu sama lain. Melalui keterampilan seni sang dalang, mereka meluncur

keluar dari kegelapan, mempesona penonton dan menghilang secara gaib

ke tempat asal mereka.

Dalang sering berpuasa sehari sebelum pertunjukan. Selama

pertunjukan ia minum sedikit teh untuk mengurangi ketegangan suaranya.

Ia tidak bergeming dari tempat duduknya. Pertunjukkan dimulai dengan

meletakkan sesaji

(sajen)

bunga, beras dan kemenyan diletakkan di depan

layar. Dalang berdoa untuk memastikan keberhasilan pertunjukkannya.

Dalang mengambil wayang berbentuk daun besar yang disebut gunungan

(kayon)

, menyentuhkannya ke dahi serta meletakkannya di sebelah kanan

atau kiri layar, ditancapkan tegak ke dalam sebatang gedebok pisang dan

pertunjukan dimulai. Gerakan permainan dan nyanyian diiringi oleh

gamelan lengkap. Lirik lagu dan sebagian cerita dituturkan dalam bahasa

Kawi arkais

dan sulit dimengerti. Dalang mengimprovisasi banyak dialog,

sementara kisahan dan adengan baku tertentu terdiri dari ucapan

pengisahan.

2.

Mak Yong

Tradisi teater Mak Yong berasal dari Pattani di Muangthai Selatan

mulai abad ke – 16 dan menyebar ke selatan melalui Semenanjung Melayu

ke Singapura dan tempat-tempat yang sekarang disebut provinsi Riau,

Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Mak Y

ong disebut teater terindah

karena menggabungkan banyak unsur pertunjukan seperti drama, tari,

musik, mimik, dan sebagainya. Aslinya Mak Yong dipertunjukkan bagi

kelas atas di istana sultan, khususnya di Kelantan (sekarang Malaysia bagian

timur laut) dan Raiu-Lingga, jantung peradaban Melayu hingga tahun

1700-an.

Sumber:

Indonesian Heritage 10

Gambar 3.10.

Mak yong merupakan tradisi teater yang berasal dari petani

di Muangthai Selatan

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

152

Fungsi Mak Yong memberi penghormatan kepada Yang Mahakuasa.

Sultan dan isterinya merupakan wakil Tuhan di bumi. Pertunjukan untuk

sultan sebenarnya merupakan persembahan kepada Tuhan. Bahkan kini

Mak Yong dianggap suci, dan pertunjukan selalu diawali dengan panjak

atau bomoh (seorang pemain gamelan) membaca doa. Setelah berdoa

penari dan pemusik mengambil tempat masing-masing beralas tikar di

atas panggung. Unsur ritual dilengkapi oleh gong, topeng serta penari

diperciki air suci. Penari yang berperan ratu (Mak Yong) dan putri (putri

Mak Yong) memanjatkan doa, memberi sesaji yang akan memberi mereka

kepercayaan diri dan membuat mereka menarik serta mampu menguasai

keseluruhan pertunjukkan. Di akhir pertunjukan, sang panjak (seorang

pemain gamelan) membaca doa lagi untuk mengumumkan akhir

pertunjukkan dan minta dewa-dewa kembali ke surga mereka.

Seluruh pemain Mak Yong duduk di pinggir daerah permainan.

Perempuan sebelah kanan, laki-laki sebelah kiri. Alat musik ada di antara

mereka. Musik paduan suara dan instrumental merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Mak Yong, sebagai penanda perubahan episode

dan adegan. Lagu-lagu Mak Yong kira-kira berjumlah 30. Orkesnya terdiri

atas sekitar selusin alat; dua gendang berukuran ibu dan anak, beberapa

tambur gedomba yang lebih kecil, gong dengan bermacam bentuk,

canang, sebuah serunai, dan kadang-kadang rebab bersenar yang biasanya

merupakan alat utama.

Pemain yang memerankan raja memberikan pengumuman dengan

cara menghadapkan telapak tangannya ke luar setinggi pinggang.

Tangannya melingkar ke dalam, keluar lagi dan berakhir dengan semua

jarinya kecuali jempol bergeliat perlahan sekali. Gerakan itu bermakna

raja sedang mengeluarkan titah atau ksatria sedang menyerap kebaikan

dari luar dan menolak kejahatan. Para lelaki tidak menari, tetapi melawak

dengan cara yang aneh dan lucu. Mak Yong menggunakan sedikit

peralatan panggung. Bilai, seikat batang bambu atau rotan, digunakan

oleh tokoh utama sebagai tongkat wasiat untuk memukuli punakawan

untuk menunjukkan siapa raja (pangeran atau ratu) dan siapa si tolol.

3.

Didong

Didong adalah bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah

bagian tengah provinsi Riau di Sumatera. Kata didong dipercaya berasal

dari dendang yang berarti sama dengan denang dan donang dalam

bahasa Gayo, berarti menghibur diri sendiri dengan menyanyi diiringi

musik sambil bekerja. Didong meliputi seni sastra, suara dan tari.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

153

Pemain menyanyikan syair atau sajak dengan mengikuti iringan musik

khusus. Pertunjukkan diperindah dengan gerakan lengan, kepala dan

badan.

Kelompok didong umumnya terdiri atas 30-35 orang, duduk

berkeliling selama pertunjukkan. Empat atau enam di antara mereka

dikenal sebagai

ceh

. Mereka merupakan penyanyi didong. Seorang

ceh

harus dapat menggubah lagu dan syair serta menyanyikan gubahannya.

Pertunjukan didong sering berbentuk pertandingan antara dua kelompok

yang harus saling berbalas sindiran dan cemoohan. Pada awalnya didong

diadakan sebagai bagian dari keramaian untuk merayakan perkawinan,

hari-hari libur penting dan upacara tradisional lainnya. Kemudian berubah

menjadi cara untuk menghormati dan menghibur tamu.

Pertunjukan didong diadakan sebagai hiburan umum dengan bantuan

panitia. Panitia mencari dana untuk membangun mesjid atau sekolah.

Pertunjukkannya akan diadakan beberapa malam. Karcis dijual, dan untuk

menarik pembeli, acara mengentengahkan kelompok-kelompok didong

terkenal. Pertandingan didong memakan waktu hampir sepanjang malam

dengan dua kelompok yang bertanding tampil bergantian. Tiap kelompok

diberi waktu 30 menit setiap pergelaran. Kedua kelompok melakukan

pergelaran bersama, sambil memberi setiap ceh kul (ceh besar) kesempatan

menggelar sajak permintaan maafnya atas sindiran dan cemoohan yang

tidak dimaksudkan sebagai hinaan. Pemenang ditetapkan oleh juri yang

khusus ditunjuk untuk menghakimi pertandingan. Juri terdiri atas tiga

orang ahli kesenian didong dan diketahui bersikap netral dan objektif.

Sumber:

Indonesian Heritage 10

Gambar 3.11.

Didong adalah bentuk kesenian tradisional orang Gayo

di daerah bagiian tengah provinsi Riau di Sumatera.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

154

4.

Tanggomo

Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi

Utara. Sy

air Tanggomo menceritakan kisah yang sedang hangat atau

peristiwa menarik setempat, mempunyai banyak penganut. Selain

menghibur, tanggomo juga memberi penerangan. Tanggomo merekam

peristiwa sejarah, mitos, legenda, kisah keagamaan dan pendidikan. Secara

harfiah, tanggomo berarti menampung; dan penyanyi tanggomo

(ta motanggomo) menampung minat penonton, menyampaikan cerita

dengan semenarik mungkin.

Tanggomo merekam peristiwa, yang terjadi di dalam atau di luar

Gorontalo, kemudian disebarkan oleh si pencerita sebagai berita untuk

dinikmati oleh pendengar. Di samping menyediakan informasi, tanggomo

juga menawarkan hiburan bagi pendengar. Ta motanggomo tidak hanya

mengambil peritiwa yang yang terjadi untuk bahan syair. Sumber cerita

tanggomo juga meliputi dongeng, mitos dan legenda, peristiwa rekaan

dan ajaran agama atau kepercayaan yang berkembang di masyarakat.

Pada saat penuturan, ta motanggomo membuat ceritanya lebih nyata

dengan bermacam cara dan gaya. Pendongeng diiringi alat musik seperti

gambus, (semacam kecapi, enam senar), kecapi (sitar) dan rebana.

Pendongan juga dapat menuturkan ceritanya tanpa alat musik, tetapi ia

menggunakan gerakan tangan, kepala, muka, permainan suara, nada dan

irama untuk menghidupkan ceritanya. Ta motanggomo menggunakan

gaya bahasa, misalnya, paralelisme, pembalikan, ellipsis, dan analogi

untuk meningkatkan cerita dan memperkuat makna.

Sumber:

Indonesian Heritage 10

Gambar 3.12.

Tanggomo merupakan bentuk printis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi Utara.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

155

5.

Rabab Pariaman

Rabab Pariaman merupakan tradisi pertunjukkan lisan dari Sumatera

Barat. P

enyampaian cerita dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh

tukang rabab, yang selalu laki-laki. Tukang rabab semuanya pribumi

Pariaman. Tukang rabab duduk bersila, rabab dipegang berdiri di

depannya, lehernya dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar

ia juga dapat memetik senarnya, dan penggeseknya di tangan kanan.

Pertunjukkan biasanya diadakan pada malam hari setelah salat Isya dan

berakhir tak lama sebelum salat subuh. Panggung dapat berupa tempat

berkumpul yang mana saja dengan suasana tradisional, di dalam atau di

luar – warung kopi

(lapau)

, pesta perkawinan, perayaan nagari, dan pesta-

pesta untuk merayakan pengangkatan seorang penghulu baru (pemimpin

satuan matrilineal).

Rabab Pariaman pernah memiliki sifat keagamaan. Pada saat ini

Rabab Pariaman mengambil nuansa yang lebih duniawi dan tak boleh

dimainkan di tempat keagamaan atau di pesta yang bersifat keagamaan.

Isi cerita yang disampaikan menyoroti perjuangan untuk mencapai

keberhasilan dalam hidup. Tokoh menghadapi kesulitan dalam mencapai

keberhasilan dan menimbulkan tanggapan dari penonton.

Teks Rabab Pariaman terdiri atas

dua unsur, dendang dan kaba.

Dendang berbentuk pantun (syair

berbaris empat atau lebih) dengan

sistem persajakan a-b-a-b. Bagian

pertama setiap syair agak tak

bermakna, isinya dibagian kedua.

Jumlah baris dalam syair selalu

genap, kecuali bila ada ulangan pada

baris tertentu, tergantung pada irama.

Isi dendang mengenai perjuangan,

kemiskinan, nasib malang, rindu

kampung halaman, dan sebagainya.

Kaba adalah cerita. Ada sejumlah kaba yang dipertunjukkan dalam Rabab

Pariaman. Sebagian besar kaba bergaya klasik, dimainkan dengan latar

kerajaan dengan tokoh yang berkekuatan gaib. Perlu beberapa malam

untuk menyampaikan keseluruhan cerita, kecenderungannya adalah

memilih hanya satu episode yang dapat diselesaikan dalam satu malam.

Sumber

:

Indonesian Heritage 10

Gambar 3.13.

Penyampaian cerita

dipersembahkan dalam bentuk nyanyian

oleh tukang tabab, yang selalu laki-laki.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

156

6.

Pantun Sunda

Pantun Sunda merupakan sebentuk penceritaan bersyair orang Sunda

di Jawa Barat. Dipertunjukkan dengan diiringi musik kecapi indung. Cerita

cerita pantun merupakan campuran antara percakapan, lagu dan syair

cerita, biasany

a berbentuk pencarian kerohanian. Tradisi menceritakan

pantun Sunda dilaksanakan sebelum atau sesudah upacara tradisional,

seperti pernikahan. Pada upacara keagamaan, juru pantun mungkin akan

berpuasa selama beberapa hari dan membakar kemenyan sebelum mulai

bernyanyi.

Seni menyanyikan pantun merupakan pekerjaan tunggal. Penyanyi

menyanyi, mendaki dan menuruni skala

pentatonik

(lima nada) memetik

kecapi indung, “Induk kecapi” berbentuk perahu. Kedelapanbelas senar

kecapi dipasang di satu ujung, direntangkan di atas ganjalan kayu kecil

ke pasak penata di sisi alat itu. Musik kecapi bagian dari pantun Sunda

menandai suasana hati dan perubahan adegan cerita serta menarik

perhatian, seperti kecantikan putri atau keberanian pahlawan.

Kebanyakan kisah pantun Sunda, mencampur percakapan dan

nyanyian dengan syair cerita, berasal dari masa kerajaan Hindu Pajajaran,

sebelum beralih ke Islam akhir abad ke – 16. Pada tingkat yang tertinggi,

kisah itu melambangkan perjalanan kerohanian yang dijalani setiap orang

dalam hidupnya. Kisah itu dapat dinikmati sebagai dongeng. Juru pantun

seringkali berimprovisasi, tergantung seleras penonton. Salah satu pantun

Sunda yang paling sering diceritakan adalah lutung kasarung, yang

menceritakan tentang lutung dalam kutukan.

Sumber:

Indonesian Heritage 10

Gambar 3.14.

Pantun Sunda merupakan sebentuk penceritaan bersyair orang Sunda

di Jawa Barat.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

157

Analogi Budaya:

Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri

kalian!

Menurut pendapat dan pengalaman kalian. Selama ini apakah tradisi

lisan yang banyak sekali terdapat di Indonesia juga bisa digunakan

sebagai media untuk mengapresiasi terhadap keanekaragaman

agama yang ada? Apakah kalian pernah menyaksikan pertunjukan

tradisi lisan yang dapat menambah wawasan dan apresiasi terhadap

keanekaragaman agama. Coba kalian peragakan salah satu tradisi

lisan yang kalian kenal dan kuasai di depan teman-teman kalian.

I.

Asal Usul Bahasa Dunia

Kehadiran teknologi komunikasi, informasi dan transportasi membuat

setiap orang memiliki peluang yang sangat besar untuk mendengar

pembicaraan dalam bahasa asing, bahasa yang tidak dimengerti sama

sekali olehnya. Mungkin beberapa bahasa asing sudah akrab ditelinga kita,

meskipun tidak mengetahui artinya. Melalui televisi, setiap hari kita dapat

mendengar dan menyaksikan pembicaraan bahasa asing, contoh yang

sudah akrab di telinga kita tetapi masih sedikit memahaminya adalah

bahasa Inggris, bahasa China, dan berbagai bahasa asing lainnya yang

memang asing ditelinga kita.

Berapakah jumlah bahasa di dunia ini? Tentu mengingat ruang

lingkupnya yang sangat luas, melibatkan semua masyarakat dan suku

bangsa di dunia, maka sangat sulit untuk memberi jawaban yang pasti.

Bahkan menurut

Comrie

(2001) yang dikutip oleh

Lucy Ruth Montolalu

,

Muhadjir dan Multamia RMT Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa,

Langkah Awal Memahami Lingustik (2005),

belum ada pihak yang dapat

menjawab dengan pasti jumlah bahasa di dunia. Buku-buku acuan

umumnya menyebut ada sekitar 6.700 bahasa di dunia. Dari 6.700 bahasa,

diperkirakan hanya 20 bahasa di dunia yang memiliki penutur dengan

jumlah terbanyak di dunia. Dengan perincian sebagai berikut.

1.

Bahasa Cina, jumlah penutur 1 miliar orang

2.

Bahasa Inggris, jumlah penutur 350 juta orang

3.

Bahasa Spanyol, jumlah penutur 250 juta orang

4.

Bahasa Hindi, jumlah penutur 200 juta orang

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

158

5.

Bahasa Arab,jumlah penutur 150 juta orang

6.

Bahasa Bengali, jumlah penutur 150 juta orang

7.

Bahasa Rusia, jumlah penutur 150 juta orang

8.

Bahasa Portugis, jumlah penutur 135 juta orang

9.

Bahasa Jepang, jumlah penutur 120 juta orang

10. Bahasa Jerman, jumlah penutur 100 juta orang

11. Bahasa Prancis, jumlah penutur 70 juta orang

12. Bahasa Punjabi, jumlah penutur 70 juta orang

13. Bahasa Jawa, jumlah penutur 65 juta orang

14. Bahasa Bihari, jumlah penutur 65 juta orang

15. Bahasa Italia, jumlah penutur 60 juta orang

16. Bahasa Korea, jumlah penutur 60 juta orang

17. Bahasa Telugu, jumlah penutur 55 juta orang

18. Bahasa Tamil, jumlah penutur 55 juta orang

19. Bahasa Marathi, jumlah penutur 50 juta orang

20. Bahasa Vietnam, jumlah penutur 50 juta orang

Pertanyaan yang muncul dengan keanekaragaman bahasa di dunia

ini adalah darimanakah asal usul bahasa yang sangat banyak itu? Apakah

bahasa itu tidak memiliki hubungan satu sama lainnya, tumbuh dan

berkembang sendiri-sendiri dan terpisah? Atau adakah hubungan di antara

bahasa-bahasa di dunia ini, berasal dari satu bahasa berkeebang menjadi

ribuan bahasa? Ada satu fakta yang tidak terbantahkan, yaitu adanya

kemiripan kata-kata tertentu pada berbagai bahasa di dunia. Perhatikan

tabel di bawah ini yang disajikan oleh

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir

dan Multamia RMT Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal

Memahami Lingustik (2005),

Indonesia Toloi

Paanasee

Fiji Maori

dua aurua

elu

Rua rua

tiga

autul

etel

Tolu

toru

empat

aivat

ehat

Va

fa

Lima

ailima

elim

Lima

rima

Batu

vat

ahat

Vatu

kofatu

Bahasa Indonesia adalah behasa negara Indonesia, bahasa Toloi

terdapat di Papua, Bahasa Paanase di Vanuatu. Bahasa Fiji di Lautan Pasifik

dan bahasa Maori juga di Lautan Pasifik. (Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir

dan Multamia RMT Kauder dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

159

Memahami Lingustik (2005).

Bila kita perhatikan dengan seksama,

meskipun tidak sama, tetapi kita merasakan adanya kemiripan kata dan

makna pada kelima bahasa di atas. Apa yang menyebabkan kemiripan

kata dan makna dalam kelima bahasa itu?

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Lingustik (2005),

menjawab dengan mengatakan; “Tidak ada kemungkinan untuk saling

meminjam kata karena jarak antardaerah yang berjauhan. Kontak satu

sama lain pun tidak ada buktinya.” Lalu apa yang menyebabkan kemiripan

itu? Apakah hal itu terjadi dengan sendirinya? Salah satu penjelasan yang

masuk akal adalah adanya hubungan sejarah (historis) di antara kelima

bahasa itu. Pada satu titik waktu di masa lalu, kelima bahasa yang

dipaparkan di atas itu merupakan bahasa yang sama, tetapi karena

berbagai alasan, kelompok-kelompok penuturnya berpisah. Misalnya saja

masyarakat bahasa itu terbagi menjadi lima kelompok dan berpisah satu

sama lainnya. Lalu masing-masing kelompok dengan modal bahasa yang

sama mengembangkan komunikasinya. Pada akhirnya setiap kelompok

memiliki bahasa masing-masing yang mirip tetapi tidak sama.

Untuk menjelaskan asal-usul bahasa di dunia ini, para linguis pada

umumnya berteori bahwa pada awalnya di dunia ini hanya ada satu bahasa

saja. Seiring dengan tumbuhkembangnya, manusia berpisah menjadi

beberapa kelompok besar, kelompok terpisah menjadi beberapa kelompok

kecil, kelompok kecil yang menjadi besar kemudian terpisah menjadi

beberapa kelompok dan seterusnya. Setiap kelompok yang terpisah itu

kemudian mengembangkan bahasanya menurut situasi dan karakteristik

geografis, sosial, ekonomi dan teknologi, sehingga lama kelamaan,

muncullah bahasa yang unik dan berbeda dengan bahasa asalnya.

Akhirnya dari 1 bahasa timbullah ribuan bahasa di dunia.

Sampai saat ini para peneliti masih terus berusaha untuk menemukan

bahasa asal pertama bahasa-bahasa di dunia. Langkah maju telah

diperoleh. Menurut para ahli, setidaknya ada 3 rumpun besar yang disebut

dengan

proto

di dunia ini, yaitu:

1.

Proto Eropa;

Rumpun bahasa Eropa terbagi menjadi tiga keluarga besar bahasa,

yaitu keluarga bahasa Germania, keluarga bahasa Roman dan keluarga

bahasa Rusia. Keluarga bahasa Germania berkembang menjadi bahasa

Inggris, Belanda dan Jerman. Keluarga bahasa Roman berkembang

menjadi bahasa Prancis, Italia dan bahasa Spanyol.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

160

2.

Proto Austronesia

Menurut

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT

Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal Memahami Lingustik

(2005),

kelompok bahasa rumpun Austronesia meliputi wilayah yang sangat

Dari Madagaskar hingga Kepulauan Easter, dan dari Taiwan hingga ke

Hawaii ke Selandia Baru. Kelompok ini merupakan kelompok terbesar,

baik, keluarga bahasa, maupun penutur. Jumlah bahasanya berkisar antara

500 dan 700 bahasa. Dengan demikian, kalau bahasa dunia berjumlah

6.700 bahasa, sepersepuluh bahasa dunia ada di kelompok rumpun

Austronesia.

Menurut

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT

Kauder

dalam buku yang sama, seluruh wilayah pemakaian bahasa-

bahasa rumpun Austronesia terbagi menjadi dua, yaitu kelompok Barat

dan kelompok Timur. Kelompok Barat meliputi sekitar 400 bahasa.

Kelompok ini terdiri dari bahasa-bahasa Madagaskar, Malaysia, Kepulauan

Indonesia, Filipina, Taiwan, sebagian Vietnam dan Kamboja. Sementara

itu, Austronesia Timur meliputi bahasa-bahasa Oseania yang meliputi 300

bahasa yang kebanyakan dituturkan di Papua, Melanesia, Mikronesia dan

Polinesia.

3.

Proto Indo – Pasifik

Menurut

Crystal

yang dikutip oleh

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir

dan Multamia RMT Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah A

wal

Memahami Lingustik (2005),

rumpun Indo-Pasifik meliputi sekitar 650

bahasa yang dituturkan di Papua dan 100 bahasa lain yang dituturkan di

pulau-pulau sebelah barat dan timur, yang tidak termasuk rumpun bahasa

Austronesia. Bahasa-bahasa Andaman di Pulau Andaman di Teluk

Benggala dan bahasa Tasmanis di Pulau Tasmania, Australia Selatan, juga

termasuk keluarga bahasa Indo – Pasifik. Lebih dari separuh bahasa-bahasa

rumpun Indo – Pasifik telah memperlihatkan kekerabatannya, terutama

yang berada di New Guinea Tengah. Masih ada sebagian wilayah New

Guinea yang belum terjangkau, masih ada suku-suku terasing yang belum

dapat ditemui, dan bahasa-bahasa mereka tentunya belum dapat dideteksi.

J.

Asal usul Bahasa Di Indonesia

Bila setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa masyarakat

sendiri, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat memiliki bahasa daerah

yang beranekaragam di samping bahasa Indonesia. Tetapi sampai saat ini

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

161

tidak ada angka pasti mengenai jumlah bahasa yang ada di Indonesia.

Indonesian Heritage, jilid 10 (2002) memberi perkiraan bahwa jumlah

bahasa daerah Indonesia berkisar antara 69 sampai dengan 578. Telah ada

beberapa penelitian terhadap bahasa daerah, diantaranya bahasa kelompok

etnis Jawa, Sunda, Madura, Mingkabau, Batak, Bali, Bugis dan Banjar.

Dari manakah asal-usul bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang

ada di Indonesia? Dari uraian di atas, setidaknya kita sudah memperoleh

gambaran yang harus dipertegas, yaitu bahasa Indonesia berasal dari Proto

Austronesia dan Proto Indo – Pasifik. Bahasa rumpun Austronesia menyebar

menjadi bahasa-bahasa daerah di berbagai wilayah Indonesia. Sementara

Proto Indo – Pacifik menyebar menjadi bahasa daerah di Papua. Dengan

demikian adapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa –

bahasa daerah yang ada di Indonesia berasal dari dua rumpun besar bahasa

di dunia, yaitu Proto Austronesia dan Proto Indo – Pasifik.

Darimanakah asal-usul pertama bahasa di dunia ini? Menurut Comrie

(2001) yang dikutip oleh

Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia

RMT Kauder

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami

Lingustik (2005),

dari sekitar 6.700 bahasa di dunia, terdapat 17 rumpun

bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpun bahasa yang tertua

di dunia ini adalah bahasa-bahasa Afrika, yaitu Niger-Kordofani, Nilo-

Sahara, Khoisan, dan Afro-Asiatika. Dari keempat bahasa tersebut, yang

dianggap sebagai bahasa yang tertua adalah bahasa Khoisa. Dengan

demikian diperkirakan bahwa kelompok Khoisa adalah keturunan orang

pertama yang melakukan ekspansi keluar dari Afrika menuju Asia.

Perkiraan mengenai asal-usul bahasa yang ada di Indonesia dapat

dibandingkan dengan keterangan mengenai asal-usul orang Indonesia.

Menurut Koenjaraningrat (1999),

“Manusia Indonesia yang tertua sudah

ada kira-kira satu juta tahun yang lalu, waktu Dataran Sunda masih

merupakan daratan, dan waktu Asia Tenggara bagian benua dan bagian

kepulauan masih menjadi satu”. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan,

seperti

Pithecanthropus Erectus

dan

Homo Soloensis

serta

Homo Wajakensis

dipastikan bahwa manusia Indonesia tertua berasal dari Australia Selatan

dengan ciri-ciri fisik Austro-Melanesoid.

Koenjaraningrat (1999) juga menegaskan, bahwa sebagian penduduk

tertua Indonesia ditemukan juga ciri-ciri Mongoloid. Berdasarkan ciri-ciri

ini dipastikan bahwa sebagian penduduk tertua Indonesia ada juga yang

berasal dari benua Asia. Penyebaran orang dengan ciri-ciri Mongolia ke

nusantara menempuh jalan yang sama dengan penyebaran orang-orang

yang berciri Austro – Melanoid.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

162

No.

Bahasa Daeah

Penutur

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Jawa

Melayu

Sunda

Madura

Minangkabau

Bali

Bugis

Banjar

Sasak

Batak Toba

75.000.000

28.000.000

27.000.000

9.000.000

6.500.000

6.000.000

3.600.000

2.100.000

2.100.000

2.000.000

Asal-usul orang Indonesia berasal dari Austro – Melanesoid di benua

Australia dan dari orang-orang Mongolia di Benua Asia. Asal-usul bahasa

Indonesia terdiri dari dua rumpun besar bahasa, yaitu rumpun Austronesia

dan Indo – Pacifik. Masuknya bahasa rumpun Austronesia dibawa oleh

orang-orang Austro – Melanesoid yang menyebar dan masuk sampai

Indonesia. Masuknya rumpun bahasa Indo – Pacifik dibawa oleh orang-

orang Mongolia yang berasal dari Benua Asia dan menyebar sampai

Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah dari manakah asal-usul orang

Austro – Melanesoid dan orang Mongolia? Mungkinkah berasal dari Afrika,

khususnya orang Khoisa? Kalian sendiri yang harus meneliti dan

memastikannya.

Tak ada yang tahu pasti berapa bahasa daerah di Indonesia. Tak ada

daftar nama baku untuk bahasa-bahasa itu, tak ada statistik yang mudah

di dapat tentang jumlah orang yang menuturkan bahasa tertentu, dan tak

ada peta yang memastikan di daerah mana bahasa-bahasa tertentu

dituturkan. Sebagian besar penelitian atas bahasa daerah di Indonesia

terbatas pada bahasa kelompok etnis besar saja; Jawa, Sunda, Madura,

Minangkabau, Batak, Bali, Bugis dan Banjar. Perkiraan jumlah bahasa

daerah yang dapat ditemukan di Indonesia berkisar dari angka terendah

69 sampai tertinggi 578 (Indonesian Heritage, jilid 10, 2002). Berikut ini

disajikan gambaran beberapa bahasa daerah di Indonesia berdasarkan

jumlah penuturnya.

Sumber :

Indonesia Heritage, Jilid 10, Tahun 2002.

Untuk memperoleh gambaran umum ditinjau terhadap bahasa daerah

di Indonesia, berikut ini disajikan gambaran beberapa bahasa daerah

Indonesia, yaitu meliputi:

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

163

1.

Bahasa Jawa

Menurut

Zulyani Hidayah

(1999), orang Jawa sering menyebut

diriny

a

Wong Jowo

atau

Tiang Jawa.

Jumlah populasinya paling banyak

dibandingkan dengan suku-suku bangsa lain, dan wilayah asal serta

wilayah persebarannya di seluruh Indonesia juga paling luas.

Pada pembicaraan sehari-hari orang Jawa digunakan bahasa Jawa sebagai

bahasa ibu. Menurut Koentjaraningrat (1999), pada waktu mengucapkan

bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan membeda-bedakan

keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan,

berdasarkan usia dan status sosialnya.

Menurut

Koentjaraningrat

(1999), bila ditinjau dari

tingkatannya, bahasa Jawa terdiri dari

bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Jawa

Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai

untuk orang yang sudah dikenal

akrab, dan terhadap orang yang lebih

muda usianya serta lebih rendah

derajat atau status sosialnya. Bahasa

Jawa Krama dipergunakan untuk

bicara dengan orang yang belum

dikenal akrab, tetapi yang sebaya

dalam umur maupun derajat, dan

juga terhadap orang yang lebih tinggi

umur serta status sosialnya. Dari

kedua macam derajat bahasa ini, timbul berbagai variasi dan kombinasi

dalam bahasa Jawa, yang terletak di antara bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa

Krama, yaitu bahasa Jawa Madya Ngoko, bahasa Jawa Madya antara dan

Bahasa Jawa Madya Krama. Jenis lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa

Krama Inggil, terdiri dari 300 kata-kata yang dipakai untuk menyebut

nama-nama anggota badan, aktivitas, benda milik, sifat-sifat dan emosi-

emosi dari orang-orang yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosial.

Jenis lainnya lagi adalah Kedaton (atau bahasa Bagongan) yang khusus

dipergunakan di kalangan istana. Jenis lainnya adalah bahasa Jawa Krama

Desa atau bahasa orang-orang di desa-desa. Akhirnya bahasa Jawa Kasar

yakni salah satu macam bahasa daerah yang diucapkan oleh orang-orang

yang sedang dalam keadaan marah atau mengumpat seseorang.

Sumber:

Dokumen Penerbit

Gambar 3.15.

Pada waktu mengucapkan

bahasa Jawa, seseorang harus

memperhatikan dan membeda-bedakan

keadaan orang yang diajak berbicara

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

164

2.

Bahasa Bali

Suku bangsa Bali atau Bali Hindu mendiami Pulau Bali yang sekarang

menjadi sebuah propinsi dengan delapan buah kabupaten. Pulau yang

terdiri dari dataran rendah dikelilingi bagian pesisir dan daerah perbukitan

serta pengunungan di bagian T

engah. Suku bangsa Bali menggunakan

bahasa Bali dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Bali terdiri dari beberapa

dialek, yaitu dialek Buleleng, Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar,

Badung, Tabanan dan Jembrana. (Zulyani Hidayah, 1999).

Peninggalan-peninggalan prasasti dari zaman Bali–Hindu

menunjukkan adanya suatu bahasa Bali Kuno yang agak berbeda dengan

bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno di samping mengandung banyak

kata-kata sansekerta, pada masanya terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno

dari zaman Majapahit, ialah zaman di mana pengaruh Jawa besar sekali

kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal apa yang disebut

“Perbendaharaan kata-kata hormat”, walaupun tidak sebanyak seperti di

dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (basa alus) yang dipakai kalau

berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi, telah mengalami beberapa

perubahan akibat pengaruh modernisasi dan cita-cita demokrasi akhir-

akhir ini (Koentjaraningrat, 1999).

3.

Bahasa Minangkabau

Daerah asal dari kebudayaan

Minangkabau kira-kira seluas daerah

propinsi Sumatera Barat sekarang ini,

dengan dikurangi daerah kepulauan

Mentawai. Umumnya orang

Minangkabau mencoba menghu-

bungkan keturunan mereka dengan

suatu tempat tertentu, yaitu

P

ar(h)iangan, Padang Panjang.

Mereka beranggapan bahwa nenek

moyang mereka berpindah dari tempat

itu dan kemudian menyebar ke daerah

penyebaran yang ada sekarang

(Koentjaraningrat, 1999).

Bahasa sehari-hari Mingkabau adalah bahasa Minangkabau. Bahasa

Minangkabau termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Austronesia

dengan aturan tata bahasa yang amat dekat dengan bahasa Indonesia,

Sumber:

Indonesian Heritage 9

Gambar 3.16.

Bahasa Bali terdiri dari

beberapa dialek, yaitu dialek Bulelang,

karangasem, khunglung, bangli, gianyer,

badung.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

165

karena itu dekat pula dengan bahasa Melayu Lama yang mendasari

bahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia dalam bahasa Minangkabau hanya

mengalami sedikit perubahan bunyi, seperti

tiga

menjadi

tigo

,

lurus

menjadi

luruih

,

bulat

menjadi

bulek

,

empat

menjadi

ampek

, dan sebagainya

(Zulyani Hidayah, 1999).

4.

Bahasa Bugis

Kebudayaan Bugis adalah kebudayaan dari suku bangsa Bugis –

Makasar yang mendiami bagian terbesar dari Jazirah selatan dari Pulau

Sulawesi. Jazirah itu merupakan suatu propinsi, yaitu propinsi Sulawesi

Selatan. P

enduduk Propinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa

ialah Bugis, Makasar, Toraja dan Mandar. Percakapan sehari-hari orang

Bugis menggunakan bahasa Ugi (Koentjaraningrat, 1999).

Orang Bugis sering juga disebut orang Ugi. Bahasa sehari-hari yang

digunakan adalah bahasa Ugi atau bahasa Bugi. Menurut ahli

etnolinguistik klasik, Esser, Bahasa Bugis sekelompok dengan bahasa-

bahasa orang Lawu, Sa’dan, Mandar, Pitu Ulunna Sallu, Makasar dan

Seko. Bahasa Bugis terdiri pula atas beberapa dialek, seperti dialek Bone,

Soppeng, Luwuk, Wajo, Bulukumba, Sidenreng, Pare-Pare dan lain-lain.

Sejak berabad-abad yang lalu orang Bugis telah mengenal tulisan sendiri

yang disebut aksara lontarak, yaitu aksara tradisional yang mungkin

berasal dari huruf sansekerta yang ditulis di atas daun lontar (daun sejenis

palem) (Zulyani Hidayah, 1999).

5.

Bahasa Melayu

Bahasa Melayu dapat ditemukan di Jambi, Langkat dan Riau.

Masyarakat Jambi menggunakan bahasa Melayu Jambi. Masyarakat Langkat

menggunakan bahasa Melayu Langkat dan bahasa Melayu Riau

menggunakan bahasa Melayu Riau. Menurut

Zulyani Hidayah

(1999),

Bahasa Melayu yang dipakai di Jambi sangat dekat dengan bahasa

Indonesia.

Bedanya hanya sedikit, misalnya kata-kata yang berakhiran A dalam

bahasa Indonesia, dalam bahasa Melayu Jambi menjadi O, seperti

duga

menjadi

dugo

,

mata

menjadi

mato

,

kemana

menjadi

kemano

,

permata

menjadi

permato

, dan seterusnya.

Orang Melayu Langkat mendiami daerah sepanjang pesisir timur

pulau Sumatera, mulai dari daerah Langkat di utara sampai ke Labuhan

Batu di selatan. Bahasa mereka adalah bahasa Melayu seperti umumnya

dikenal orang di sekitar pantai timur Sumatera dan semenanjung Malaysia.

Orang Melayu langkat menggunakan bahasa Melayu dialek langkat yang

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

166

K. Sikap dan Kepedulian Terhadap Bahasa, Dialek

dan Tradisi Lisan

dicirikan dengan pemakaian huruf E pada akhir kalimat. Selain itu, irama

(nada) dalam cara berbicaranya juga memiliki ciri khas yang berbeda

dengan bahasa Melayu yang digunakan di daerah lain (Zulyani Hidayah,

1999).

Suku bangsa Melayu di Riau adalah salah satu keturunan para migran

dari daratan Asia bagian tengah. Mereka juga menggunakan bahasa

Melayu yang disebut dengan bahasa Melayu Raiu. Bahasa Melayu ini tidak

jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang, malah dianggap sebagai

salah satu dasar bahasa Indonesia. Bahasa Melayu Riau disebut juga Bahasa

Melayu Tinggi, karena awalnya digunakan sebagai bahasa sastra oleh

masyarakat Indonesia pada akhir abad yang lalu. Sebelum mengenal

tulisan Latin, masyarakat Melayu Riau menuliskan gagasan mereka dalam

tulisan arab – melayu atau arab gundul (Zulyani Hidayah, 1999).

Pengertian sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia

terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sikap merupakan

respon seseorang terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek pada umumnya terwujud dalam dua

bentuk, yakni suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung,

dan memihak atau tidak memihak. (Dikutip dari pendapat Petty dan

Cacioppo, Louis Thurstone dan La Pierre). Sikap terhadap bahasa, dialek

dan tradisi lisan adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap

bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap manusia terhadap bahasa, dialek, dan tradisi terjelma dalam

dua bentuk, yaitu sikap positif dan negatif. Hanya sikap positif, dapat

mengantarkan manusia memelihara dan melestarikan serta

mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Sikap positif mempunyai

banyak segi dan kombinasi dalam penerapannya dengan setiap keadaan

yang mempengaruhi kehidupan kita. Sikap positif menjelma sebagai

kepedulian terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan dapat kita pahami

dengan memahami paparan berikut.

Sikap positif

merupakan tujuan tertentu untuk membuat setiap

pengalaman, baik yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dapat

memberikan manfaat yang akan menolong kita untuk selalu

memperhatikan dan memperdulikan bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

167

Sikap positif

adalah kepedulian sebagai kebiasaan mencari hikmah

yang tersembunyi dibalik setiap kegagalan, kekalahan atau kemalangan

yang kita alami. Sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam

memelihara dan melestarikan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Hanya sikap

positif dapat mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dari kejadian-

kejadian yang tidak menyenangkan dalam usaha memelihara, dan

mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap positif

adalah kepedulian dalam bentuk kebiasaan menyibukkan

pikiran dengan hal-hal dan keadaan yang diharapkan dalam kehidupan

dalam rangka memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi

lisan. Jauhkan pikiran dari hal-hal yang tidak disenangi yang

memunculkan sikap apatis dalam memelihara dan mengembangkan

bahasa, dialek dan tradisi lisan. Kebanyakan orang hidup dengan sikap

yang dipenuhi ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran. Hal ini lama-

kelamaan akan mempengaruhi penampilan mereka. Mereka kemudian

sering menyalahkan orang lain atas situasi dan kondisi yang menyebabkan

hilang dan punahnya suatu bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Sikap positif

adalah kepedulian dalam wujud kebiasaan mengevaluasi

semua masalah dan mampu membedakan mana masalah yang dapat

dikuasai dan mana masalah yang tidak dapat dikuasai dalam upaya

memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan.

Seseorang yang mempunyai sikap positif selalu berusaha keras untuk

memecahkan masalah-masalah yang dapat dikendalikan. Dalam

menghadapi masalah-masalah yang tidak dapat dikendalikan, ia akan

berusaha agar sikap mental positifnya tidak berubah menjadi negatif.

Apakah yang dimaksud dengan bahasa? Menurut

Harimurti

Kridalaksana

dalam buku

Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami

Lingusitik (2005),

bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk

dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam

bekerjasama, berkomumikasi dan mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki

peranan sangat penting dalam kebudayaan manusia. Oleh karena itu

bahasa menjadi unsur pertama dan utama dari 7 (tujuh) unsur universal

kebudayaan.

Apakah yang dimaksud dengan dialek atau logat?

Logat

atau

dialek

adalah gaya berbahasa yang unik dan khas, tampak saat mengucapkan

kata-kata oleh seseorang atau sekelompok orang. Logat atau dialek merujuk

pada identitas suku bangsa dan daerah tertentu. Contoh dialek pada

masyarakat bahasa yang ada di Indonesia adalah dialek Melayu Riau,

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

168

dialek Minangkabau, dialek Sunda, dialek Jakarta (Betawi), dialek Jawa

Cirebon, dialek Jawa Tegal, dialek Bali, dialek Ambon, dialek Batak Karo,

dialek Batak Toba, dan lain-lain. Biasanya orang-orang yang memiliki

dialek sama akan merasa lebih akrab dan intim bila dibandingkan dengan

orang-orang dengan dialek yang berbeda. Dialek membuat orang merasa

dan menilai bahwa seseorang adalah kelompokku dan orang lain bukanlah

kelompokku. Ada 4 (empat) orang Indonesia yang bertemu di luar negeri,

dari empat orang itu, dua orang diantaranya dapat berbahasa dengan

menggunakan dialek yang sama, maka persahabatan di antara dua orang

itu (memiliki dialek yang sama) akan terasa lebih intim dan akrab bila

dibandingkan dengan dua orang lainnya.

Apakah yang dimaksud dengan tradisi lisan? Tradisi adalah adat

istiadat dan kebiasaan yang sudah berlangsung turun temurun hingga

sudah mendarah daging. Sehingga penyimpangan dari tradisi dianggap

sebagai pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat. Lisan adalah

bahasa mulut, kata-kata yang keluar langsung dari mulut orang. Tradisi

lisan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan

kebiasaan yang mendarah daging yang dilakukan dengan bahasa mulut

atau kata-kata yang keluar langsung dari mulut. Tradisi lisan dapat kita

lihat dan temukan pada berbagai jenis sastra rakyat yang terdapat di

seluruh wilayah Indonesia. Contohnya adalah Wayang Kulit, Didong, Mak

Yong, dan sebagainya. Tradisi lisan adalah salah satu saluran pewarisan

budaya dari generasi ke generasi berikutnya.

Akhir-akhir ini perkembangan teknologi informasi berkembang

sangat pesat dan pengaruh globalisasi tersebut telah melanda di

kalangan remaja. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan

berikan solusi yang tepat supaya generasi muda tidak meninggalkan

bahasa, dialek dan tradisi lisan yang merupakan warisan budaya

bangsa mengingat pengaruh budaya asing sangat kuat terhadap

remaja. Coba kalian praktikkan dan lestarikan dalam kehidupan

kalian sehari-hari supaya tidak punah.

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

169

Di mana ada masyarakat di situ ada bahasa. Setiap masyarakat pasti

memiliki bahasa. Suku bangsa adalah salah satu contoh masyarakat.

Menurut

Koentjaraningrat (1999)

, jumlah suku bangsa Indonesia menurut

Zulyani Hidayah ada sebanyak 656, sedangkan menurut J.M. Melalatoa

ada sebanyak 500. Bila kita asumsikan setiap satu suku bangsa Indonesia

memiliki satu bahasa, maka jumlah bahasa yang ada di Indonesia berkisar

antara 500 sampai dengan 656 bahasa. Perkiraan itu membawa kita pada

satu kesimpulan bahwa keadaan bahasa di Indonesia sangat beragam.

Persebaran bahasa-bahasa kesukuan di Indonesia tidaklah sama. Ada

bahasa suku yang memiliki persebaran cukup luas karena penyebaran

penuturnya yang sangat luas dan terus berkembang. Ada juga bahasa

suku yang memiliki persebaran tidak luas juga dikarenakan penyebaran

penuturnya yang sangat terbatas. Program pembangunan juga turut

mempengaruhi penyebaran bahasa suku, salah satu contohnya adalah

transmigrasi. Hal ini semakin mempersulit untuk menentukan secara pasti

persebaran suatu bahasa suku.

Kebanyakan orang Indonesia dapat menuturkan dua bahasa. Sering

menukar penggunaan bahasa Indonesia, bahasa nasional, dengan

(sedikitnya) satu bahasa daerah atau bahasa suku bangsa. Bahasa Nasional

dianggap sebagai bahasa resmi, untuk digunakan di sekolah atau di

pertemuan resmi. Ada banyak kecualian, tentu saja termasuk upacara dan

pertunjukan bahasa daerah harus digunakan. Penggunaan bahasa daerah

dipihak lain, lebih sering merupakan norma pada situasi tidak resmi, seperti

di rumah dan di dalam urusan antaranggota sesama kelompok suku

bangsa. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama dari setiap masyarakat

suku bangsa Indonesia. Itulah sebabnya ada penggunaan bahasa daerah

di sekolah negeri hingga kelas 3 SD (Indonesia Heritage, jilid 10, 2002).

Setiap orang dalam masyarakat bahasa di Indonesia dapat

menunjukkan sedikitnya tiga tingkat interaksi linguistik, Yaitu:

1.

Tingkat suku bangsa, yaitu penggunaan bahasa dalam kelompok

bahasa suku bangsa tertentu, misalnya antara sesama orang Melayu,

Riau, Ambon, Sunda, Batak, Bugis, Jawa, dan sebagainya.

2.

Tingkat antarsuku bangsa, yaitu penggunaan bahasa di antara

masyarakat kelompok sukubangsa yang berbeda. Misalnya

percakapan antara orang Batak dengan orang Sunda, orang Ambon

dengan orang Jawa, orang Minangkabau dengan orang Bugis, dan

L.

Keadaan Bahasa, Dialek dan Tradisi Lisan

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

170

sebagainya. Tidak selalu mereka menggunakan bahasa Indonesia,

mungkin mereka menggunakan bahasa tertentu yang dapat mereka

mengerti.

3.

Tingkat nasional, yaitu penggunaan bahasa pada tingkat nasional,

tentu dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini sangat nampak

pada acara-acara resmi dan keagamaan pada tingkat nasional serta

di dunia pendidikan.

Pada hierarki ini, bahasa Melayu salah satu bahasa daerah

berkedudukan unggul, karena penjelmaannya di tingkat nasional sebagai

bahasa Indonesia, bahasa nasional. (Indonesiam Heritage, Jilid 10, 2002).

Bahasa Melayu adalah salah satu bahasa daerah yang memiliki

wilayah persebaran yang cukup luas. Ada bahasa Melayu Riau, bahasa

Melayu Jambi, dan bahasa Melayu Langkat. Demikian juga halnya dengan

bahasa Jawa, ada bahasa Jawa Surakarta, bahasa Jawa Banyumas, dan

bahasa Jawa Surabaya. Kondisi yang sama kemungkinan besar akan

ditemukan pada bahasa daerah lainnya. Apakah yang membedakan

bahasa Melayu Langkat dengan Melayu Riau? Apakah yang membedakan

bahasa Jawa Surakarta dengan bahasa Jawa Banyumas? Yang

membedakan adalah variasi mereka dalam mengucapkannya yang pada

akhirnya melahirkan logat, dialek atau aksen bahasa. Satu bahasa daerah

(bahasa suku bangsa) sangat mungkin memiliki beberapa dialek. Dengan

demikian, jumlah dialek sudah pasti lebih banyak daripada jumlah bahasa

yang ada di Indonesia. Keberadaan dialek memperjelas teori yang

menyatakan bahwa bahasa amat erat hubungannya dengan keadaan alam,

suku bangsa, dan keadaan politik di daerah-daerah yang bersangkutan.

Variasi berbahasa, dialek, logat atau aksen dimiliki setiap orang,

bahkan tanpa disadari melekat dalam diri setiap orang dan nampak ketika

mengucapkan kata-kata dalam bahasa daerah ataupun bahasa nasional.

Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia, tetapi cara-cara setiap suku

bangsa Indonesia dibedakan oleh aksen, logat atau dialek. Dialek orang

Ambon menggunakan bahasa Indonesia sangat berbeda dengan orang

Jawa, Madura, Mingkabau, Batak, Melayu, dan sebagainya. Bahkan bagi

orang-orang yang sudah mengenal berbagai suku bangsa Indonesia, dari

dialeknya mengucapkan kata-kata dalam bahasa Indonesia, dapat

mengetahui asal – usul daerah dan suku bangsanya.

Dimanakah kita dapat mendengar dan mengetahui bahasa dan dialek

dari masyarakat bahasa (suku bangsa) yang ada di Indonesia? Kita dapat

mengetahui dan mendengar pada percakapan dari masyarakat bahasa

yang bersangkutan. Kita dapat mengetahui dan mendengarnya melalui

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

171

tradisi lisan yang ada pada setiap masyarakat bahasa (suku bangsa) yang

ada di Indonesia. Bila kita ingin mengetahui dan mendengar bahasa dan

dialek bahasa Jawa, kita dapat mewujudkan melalui tradisi lisan

masyarakat Jawa, di antaranya wayang kulit. Wayang kulit adalah teater

boneka bayang-bayang Indonesia. Kumpulan lakonnya banyak bersumber

dari legenda dan kisah lisan sastra dari tradisi India dan Jawa. Wayang

kulit disukai di Bali, Sumatera Selatan dan Jawa Barat, namun Jawa Tengah

dianggap sebagai tempat asal bentuk teater ini. Bila kita ingin mengetahui

dan mendengar bahasa dan dialek Melayu Riau, kita dapat

mewujudkannya melalui tradisi lisan masyarakat Melayu Riau, yaitu Mak

Yong. Aslinya Mak Yong dipertunjukkan bagi kelas atas di istana sultan,

khususnya di Kelantan (sekarang Malaysia bagian timur laut) dan Raiu-

Lingga, jantung peradaban Melayu hingga tahu 1700-an. Fungsi Mak

Yong memberi penghormatan kepada Yang Mahakuasa. Sultan dan

isterinya merupakan wakil Tuhan di bumi. Pertunjukan untuk sultan

sebenarnya merupakan persembahan kepada Tuhan.

Apakah keterkaitan antara bahasa, dialek dan tradisi lisan? Uraian di

atas telah menjelaskannya. Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang

digunakan manusia dalam berkomunikasi. Setiap orang sangat

dipengaruhi oleh letak geografis, politik, ekonomi dan adat istiadat dalam

berbahasa, sehingga muncullah dialek dalam berbahasa. Salah satu sarana

untuk mengetahui dan mendengar dialek bahasa adalah tradisi lisan.

Secara sederhana dapat disimpulkan, bahasa melahirkan dialek yang

dipelihara, dikembangkan dan diwariskan melalui tradisi lisan.

Perkembangan suatu bahasa, dialek, dan tradisi lisan dapat menuju

kepada dua arah, yaitu menjadi lebih luas daerah pakainya. Bahkan

mungkin dapat menjadi bahasa baku, ataupun sebaliknya, yakni malah

dapat lenyap sama sekali. Baik perkembangannya yang membaik maupun

yang memburuk, semuanya itu selalu kembali kepada faktor-faktor

penunjangnya, yaitu apakah itu faktor kebahasaan ataukah faktor luar

bahasa. Contoh perkembangan membaik, misalnya saja adalah diangkat

dan diakuinya bahasa dan dialek Sunda kota Bandung sebagai bahasa

Sunda baku dan bahasa sekolah di Jawa Barat, serta bahasa Jawa kota

Surakarta sebagai bahasa baku Jawa dan bahasa sekolah di Jawa Tengah.

Contoh perkembangan memburuk, misalnya adalah lenyapnya bahasa

dan dialek Sunda di kampung Legok Indramayu, yang sekarang hanya

dapat menggunakan bahasa Jawa Cirebonan. Kelenyapan bahasa dan

dialek ini sebenarnya merupakan keadaan yang paling buruk yang pernah

dialami oleh sesuatu bahasa ataupun dialek.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

172

Perkembangan membaik mungkin terjadi pada bahasa, dialek dan

tradisi lisan dengan jumlah penutur di atas 1.000.000 (satu juta orang).

Kekhawatiran perkembangan memburuk sangat mungkin terjadi pada

bahasa, dialek, dan tradisi lisan dengan jumlah penutur yang sedikit (di

bawah satu juta orang) dan diancam bahaya kepunahan. Ada beberapa

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perkembangan memburuk

suatu bahasa, dialek dan tradisi lisan, antara lain:

a.

Adanya susupan bahasa kebangsaan kepada bahasa daerah, dan

susupan bahasa kebangsaan dan bahasa baku bahasa daerah ke dalam

dialek. Terjadi atau masuknya susupan bahasa ini antara lain dapat

melalui berbagai saluran, baik resmi ataupun tidak resmi, seperti:

1)

Sekolah atau lembaga pendidikan

2)

Saluran budaya

b.

Faktor sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin baiknya keadaan

juga merupakan faktor penunjang bagi membaiknya taraf kehidupan

sosial masyarakat. Dengan bertambah baiknya taraf kehidupan sosial

tersebut, maka kemungkinan untuk memperoleh pendidikan yang

lebih baik, dan memperoleh kedudukan yang lebih baik pun menjadi

lebih terbuka pula. Sementara itu, dengan terbukanya kesempatan

tersebut, maka banyak pula warga masyarakat yang berusaha serta

mencapainya. Pada umumnya, untuk semua itu mereka harus

meninggalkan kampung halamannya, dan pergi ke kota yang lebih

besar sesuai dengan taraf yang hendak mereka capai sebelumnya.

Akan tetapi, di sana mereka harus hidup dalam lingkungan yang

mungkin berbeda dengan lingkungan di kampung asalnya masing-

masing. Sebagai hasil akhirnya, kalau pun ada di antara mereka yang

kembali ke kampung halamannya, namun biasanya mereka tetap

mempertahankan cara-cara hidup yang pernah mereka peroleh

selama di rantau. Pada taraf bahasa daerah, biasanya mereka akan

memperlihatkan pengaruh bahasa kebangsaan dan bahasa asing

dalam tuturan (tutur kata) mereka. Pada tingkat dialek, biasanya

mereka akan tetap mempergunakan bahasa baku karena sekarang

mereka sadar bahwa ternyata dialeknya tidak sebaik bahasa baku.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

173

Di dalam masyarakat Indonesia terdapat berbagai macam dan ragam

bahasa, dialek, dan tradisi lisan. Perbedaan-perbedaan tersebut jika

tidak dikelola secara baik dapat menimbulkan perpecahan dan

konflik. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan

solusi yang tepat supaya potensi kemajemukan budaya tersebut

menjadi modal persatuan dan kemajuan bangsa. Setelah itu coba

kalian buat organisasi remaja di daerah tempat tinggal kalian yang

anggotanya terdiri dari remaja yang berasal dari berbagai daerah

dan latar belakang budaya yang berbeda-beda.

C.

Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap

Bahasa, Dialek Dan Tradisi Lisan

Bahasa, dialek dan tradisi lisan merupakan satu kesatuan. Tradisi lisan

menunjukkan identitas dialek dan bahasa penuturnya. Tradisi lisan

merupakan tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan yang dituturkan

secara turun-temurun, dan dari mulut ke mulut (secara lisan dan bahasa

mulut), namun keberadaannya tetap eksis (berkembang) sampai dengan

zaman sekarang ini. Bahkan sampai saat ini masih banyak masyarakat

bahasa yang mengandalkan tradisi lisan dalam berbagai aktivitas

kebudayaan karena masyarakat bahasa yang bersangkutan belum

mengenal tradisi tulis. Oleh karena itupula maka tradisi lisan memegang

peranan yang sangat penting bagi berbagai keperluan, terutama sebagai

sumber bagi kepentingan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan bahasa,

dialek dan tradisi lisan di berbagai masyarakat bahasa.

Bahasa Latin dan bahasa Sansekerta pada zamannya memiliki

penutur yang sangat banyak dan menjadi bahasa utama bagi peradaban

manusia, tetapi pada masa ini bahasa itu sudah punah, kita hanya dapat

menemukannya pada berbagai hasil tradisi tulis, seperti buku dan kamus.

Bahasa yang pernah mengalami kejayaan mengalami kepunahan. Karena

bahasa, dialek dan tradisi lisan merupakan satu kesatuan, maka punahnya

bahasa Latin dan Sangsekerta menyebabkan juga punahnya dialek dan

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja, wawasan kebinekaan dan

orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.

M. Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap

Bahasa, Dialek dan Tradisi Lisan

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

174

tradisi lisan yang ada dalam bahasa tersebut. Bahasa Latin mengalami

perkembangan memburuk. Hal yang sama dikhawatirkan dapat terjadi

pada bahasa, dialek dan tradisi lisan masyarakat bahasa di Indonesia,

terutama bahasa, dialek dan tradisi lisan yang memiliki jumlah penutur

sangat sedikit (di bawah satu juta penutur).

Banyak faktor yang menyebabkan kekhawatiran itu. Faktor

pertama

adalah semakin pesatnya kemajuan yang dapat memberikan

kemungkinan bagi terjadinya saling pengaruh antara masyarakat bahasa

yang bersangkutan. Biasanya masyarakat bahasa dengan jumlah penutur

yang besar akan menekan dan menghimpit masyarakat bahasa yang

jumlah penuturnya lebih sedikit. Lama kelamaan hal ini akan dapat

menyebabkan punahnya bahasa, dialek dan tradisi lisan masyarakat

bahasa yang bersangkutan. Karena kalah bersaing dengan bahasa, dialek

dan tradisi lisan dari masyarakat bahasa dengan jumlah penutur yang

lebih besar.

Faktor

kedua

adalah sukarnya mempertemukan titik temu antara

bahasa nasional dan bahasa daerah. Kedudukan sebagai bahasa negara

dan

lingua franca

, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang digunakan

di sekolah dari berbagai tingkatan. Sehingga hampir setiap anak sekolah

di Indonesia dapat berbahasa Indonesia. Hal ini, jelas mengurangi

penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bagi

anak-anak yang orang tuanya tidak lancar lagi menggunakan bahasa

daerahnya, kemungkinan besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa pertama dan utama dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dibayangkan

anak itu kemudian menjadi orang tua dan sudah mulai melupakan bahasa

daerahnya. Dapat dipastikan bahwa anaknya kelak tidak akan dapat lagi

menggunakan bahasa daerahnya. Hal ini dapat menyebabkan punahnya

bahasa daerah dari masyarakat yang bersangkutan.

Faktor

ketiga

adalah keberadaan teknologi komunikasi dan media

informasi yang sangat dominan dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Setiap keluarga memiliki televisi, ketika menonton televisi kita menyaksikan

orang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya, sangat

jarang berbahasa daerah. Bahkan sebagian anak-anak Indonesia sudah

mulai terasa lebih akrab dengan bahasa asing (bahasa Inggris) daripada

bahasa daerahnya. Penyebabnya adalah setiap hari melalui televisi Ia

menyaksikan orang menggunakan bahasa Inggris. lambat laun mereka

mulai merasak tidak asing dan merasa akrab dengan bahasa asing

dibandingkan dengan bahasa daerahnya. Lama kelamaan keadaan ini

juga berdampak kurang menguntungkan bagi pelestarian bahasa, dialek

dan tradisi lisan yang ada di Indonesia.

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

175

Bagaimanakah kita menyikapi keadaan dan situasi yang kurang

menguntungkan bagi pelestarian bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada

di Indonesia? Kita bersama harus meningkatkan kepedulian terhadap

bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada di Indonesia. Kepedulian itu dapat

kita wujudkan dengan mengembangkan sikap positif terhadap keadaan

dan situasi yang kurang menguntungkan, mengevaluasi dan berusaha

mencari hikmah untuk menemukan cara terbaik melestarikan bahasa,

dialek dan tradisi lisan yang ada di Indonesia. Bagaimana pun buruknya

situasi dan keadaan yang kita hadapi kita harus mewujudkan kepedulian

terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan, dengan cara sebagai berikut.

1.

Ikut menjaga dan melestarikannya dalam kehidupan nyata. Banyak

hal yang dapat dilakukan, diantaranya menggunakan bahasa daerah

dalam kehidupan berkeluarga, menghimpun dan mengoleksi berbagai

tradisi lisan daerah sendiri, dan sebagainya.

2.

Menghormati bahasa, dialek, dan tradisi lisan masyarakat lain. Dalam

hal ini kita harus mengembangkan sikap toleransi, membiarkan dan

menghormati orang-orang yang berbicara dalam bahasa sukunya.

Tidak perlu tersinggung dan berburuk sangka.

3.

Mengembangkan potensi bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang ada

di lingkungan masyarakat sekitar. Banyak hal yang dapat kita

lakukan, mungkin kita sudah harus memasukkan bahasa daerah kita

pada teknologi komunikasi, seperti

hand phone

, dapat juga dilakukan

dengan membuat tayangan bahasa daerah di televisi saluran daerah

dan nasional, serta mengajarkan bahasa daerah serta mementaskan

tradisi lisan di sekolah-sekolah, dan sebagainya.

Buatlah kelompok diskusi, kemudian carilah informasi dan data-data

mengenai keanekaragaman bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada

di Indonesia. Diskusikan dengan teman kalian, bagaimana carnya

agar generasi muda memiliki semangat dan sikap kepedulian

terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada. Sehingga tidak

punah. Setelah itu coba kalian praktekkan cara yang tepat hasil

diskusi tersebut dalam kehidupan kalian sehari-hari.

Analogi Budaya:

Coba kembangkan etos kerja, wawasan kebinekaandan orientasi

kecakapan pada diri kalian.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

176

Rangkuman

Pengertian bahasa antara lain bahasa adalah sebuah sistem,

bahasa adalah sebuah sistem tanda, bahasa adalah sistem bunyi,

bersifat produktif, untuk memiliki sifat universal, mempunyai variasi-

variasi dan fungsi.

Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu

masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain. Dialek bahasa

dapat juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan

pemakaiannya, pekerjaannya atau karena faktor derajat resmi

situasinya disebut dialek sosial.

Contoh tradisi lisan dalam beberapa masyarakat bahasa yang

ada di Indonesia yaitu wayang kulit, Mak Yong, Didong, Tanggomo,

Rabab Pariman, Pantun Sunda.

Beberapa bahasa daerah Indonesia meliputi bahasa Jawa, bahasa

Bali, bahasa Minangkabau, bahasa Bugis, bahasa Melayu dan

sebagainya. Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang digunakan

manusia dalam berkomunikasi. Setiap orang sangat dipengaruhi oleh

letak geografis, politik, ekonomi, dan adat istiadat dalam bahasa.

Sehingga muncullah dialek dalam berbahasa. Salah satu sarana untuk

mengetahui dan mendengar dialek bahasa adalah tradisi lisan. Secara

sederhana dapat disimpulkan, bahasa melahirkan dialek yang

dipelihara, dikembangkan dan diwariskan melalui tradisi lisan.

1.

Bahasa terdiri dari unsur-unsur bahasa diatur seperti pola-pola yang

berulang sehingga kalau hanya salah satu bagian saja tidak tampak,

dapatlah diramalkan atau dibayangkan keseluruhan ujarannya.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa . . . .

a.

Bahasa memiliki banyak fungsi

b.

Bahasa memiliki pembeda

c.

Ada banyak variasi bahasa

d.

Bahasa merupakan suatu sistem

e.

Ada keunikan dalam berbahasa

Uji Kompetensi

A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara

memberi tanda silang (X) pada huruf

a, b, c, d

atau

e

!

Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek

177

2.

Sesuatu diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah

persetujuan penuturnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa

merupakan ....

a.

Variasi-variasi yang rumit

b.

Suatu sistem tanda bunyi

c.

Hasil kesepakatan penuturnya

d.

Milik semua masyarakat

e.

Perbedaan dan keunikan

3.

Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari ....

a.

bahasa sebagai sistem

b.

proses bunyi bahasa

c.

pergeseran makna

d.

struktur dan urutan kata

e.

satuan gramatikal yang terkecil.

4.

Ragam bahasa

frozen

digunakan pada ....

a.

Orang yang kenal akrab

b.

Acara ritual atau seremonial

c.

Tawar menawar jual

d.

Suasana santai

e.

Orang yang baru kenal

5.

Fungsi bahasa

fatis

tercermin dalam ungkapan ....

a.

“Ujian selesai”

b.

“Pelan-pelan”

c.

Hore” atau “Sialan”

d.

“Merdeka atau mati”

e.

“Mau ke mana bung”

6.

Ungkapan “Merdeka berarti bebas”, dan “Bandung adalah ibu kota

Jawa Barat”, adalah contoh yang menunjukkan bahasa memiliki

fungsi ....

a.

metalinguistik

d.

direktif

b.

kontekstual

e.

puitis

c.

referensial

7.

Perkembangan memburuk dialek terjadi manakala ....

a.

Dialek berubah menjadi bahasa baku

b.

Perubahan istilah pada kata-kata tertentu

c.

Punahnya suatu dialek pada suatu daerah

d.

Bertambahnya tingkatan-tingkatan bahasa

e.

Tidak adanya tingkatan-tingkatan bahasa

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas

dan benar!

8.

Pembeda semantik dialek adalah hominimi, yaitu pemberian nama

.....

a.

sama untuk hal yang berbeda pada wilayah bahasa yang sama

b.

sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda

c.

berbeda untuk lambang yang sama di beberapa tempat yang

berbeda

d.

berbeda untuk lambang yang berbeda dibeberapa tempat yang

berbeda

e.

sama untuk lambang yang sama pada wilayah bahasa yang sama

9.

Pembeda

semisiologis

dialek terdapat pada ....

a.

Pemberian nama yang untuk beberapa konsep yang berbeda

b.

Satu konsep diberi nama dan istilah yang berbeda-beda

c.

Bahasa yang digunakan di luar daerah pakainya

d.

Bahasa yang digunakan di daerah pakainya saja

e.

Frekuensi morfem-morfem yang berbeda

10. Bahasa yang dipergunakan di luar daerah pakainya disebut ....

a.

Sistem dialek

d.

Dialek sosial

b.

Dialek 1 (satu)

e.

Dialek bahasa

c.

Dialek 2 (dua)

1.

Apakah yang dimaksud dengan bahasa sebagai suatu sistem?

Jelaskan!

2.

Tuliskan fungsi-fungsi bahasa!

3.

Bagaimanakah membedakan dialek berdasarkan fonetiknya?

Jelaskan!

4.

Bagaimanakah membedakan dialek berdasarkan morfologinya?

Jelaskan!

5.

Apakah perbedaan dialek 1 (satu) dengan dialek 2 (dua)

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

178

1.

Sifat universal bahasa terletak pada ....

a.

Morfologi dan semantik bahasa

b.

Keperluan dan pribadi penuturnya

c.

Persamaan tujuan bahasa penuturnya

d.

Bahasa melekat pada masyarakat

e.

Fakta masyarakat menggunakannya

2.

Sifat unik bahasa disebabkan oleh ....

a.

Semantik dan leksikon

b.

Semata-mata unsur bahasa

c.

Latar belakang budayanya

d.

Perbedaan individu penuturnya

e.

Situasi dan kondisi penuturnya

3.

Variasi bahasa muncul dari ....

a.

Keperluan dan pribadi penuturnya

b.

Tingkatan bahasa pada masyarakat

c.

Perbedaan tingkatan pendidikan

d.

Perkembangan jumlah penuturnya

e.

Daerah penyebaran bahasanya

4.

Akibat dari bahasa yang bersifat unik adalah ....

a.

Asal-usul bahasa tidak dapat ditemukan

b.

Setiap bahasa memiliki banyak dialek

c.

Tidak adanya kemiripan bahasa

d.

Manusia hanya menguasai dua bahasa

e.

Setiap bahasa berbeda satu sama lainnya

5.

Sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka

memakai bahasa yang sama artinya dengan ....

a.

Pemilik bahasa ibu

b.

Bahasa suku bangsa

c.

Penutur pertama bahasa

d.

Masyarakat penutur

e.

Masyarakat bahasa

6.

Bahasa membentuk dialek dengan bantuan ....

Latihan Soal-soal Semester II

A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara

memberi tanda silang (X) pada huruf

a, b, c, d

atau

e

!

Latihan Soal-soal Semester II

179

a.

Leksikon dan morfologi

d.

Unsur-unsur non bahasa

b.

Leksikon dan fonetik

e.

Unsur-unsur bahasa

c.

Morfologi dan fonetik

7.

Dialek menunjukkan ....

a.

Status sosial penuturnya

b.

Identitas budaya penuturnya

c.

Pendidikan dari penuturnya

d.

Jenis pekerjaan penuturnya

e.

Halus kasarnya bahasanya

8.

Dialek sosial pada umumnya ditimbulkan oleh ....

a.

Lingkungan geografis

d.

Semantik dan fonologi

b.

Derajat dan status sosial

e.

Perbedaan pendidikan

c.

Morfologi dan fonetik

9.

Bahasa daerah yang berkembang kemudian salah satu atau beberapa

katanya menjadi bahasa baku adalah contoh terjadinya ....

a.

Dialek membentuk bahasa

b.

Bahasa membentuk dialek

c.

Tradisi tulis ke tradisi lisan

d.

Bahasa pergaulan

lingua franca

e.

Penutur asli dari suatu yang baru

10. Salah satu contoh dialek membentuk bahasa dapat ditemukan pada

bahasa ....

a.

Peleburan dua bahasa menjadi satu bahasa

b.

Universal yang dipahami semua orang

c.

Melayu menjadi bahasa Indonesia

d.

Titik temu antar dua orang yang berbeda

e.

Asing yang dijadikan sebagai bahasa pertama

1.

Buktikanlah bahwa bahasa memiliki sifat universal!

2.

Faktor apa saja yang menimbulkan keunikan bahasa? Jelaskan!

3.

Apakah yang menyebabkan munculnya variasi berbahasa? Tuliskan

contohnya!

4.

Bilakah bahasa membentuk dialek? Jelaskan!

5.

Bilakah dialek membentuk bahasa? Jelaskan!

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas

dan benar!

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

180

1.

Gaya berbahasa yang unik dan khas, tampak saat mengucapkan kata-

kata oleh seseorang atau sekelompok orang sama artinya dengan ....

a.

Bahasa pertama

b.

Dialek / logat

c.

Lingu franca

d.

Fijin dan kreol

e.

Sentuh bahasa

2.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan kebiasaan

yang mendarah daging yang dilakukan dengan bahasa mulut atau

kata-kata yang keluar langsung dari mulut disebut ....

a.

Tradisi tulis

b.

Bahasa penutur

c.

Tradisi lisan

d.

Komunikasi

e.

Pendukung bahasa

3.

Bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang Indonesia dalam

lingkungan keluarga adalah ....

a.

Lingua franca

b.

Bahasa daerahnya

c.

Bahasa dialek

d.

Fijin dan kreol

e.

Bahasa Indonesia

4.

Bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang Indonesia untuk

situasi dan pertemuan resmi adalah ....

a.

Bahasa daerah

b.

Bahasa aing

c.

Bahasa Melayu

d.

Fijin dan kreol

e.

Bahasa Indonesia

5.

Keadaan bahasa di Indonesia adalah ....

a.

Lebih sederhana dan homogen dibandingkan negara lain

b.

Beraneka ragam bahkan satu dialek memiliki beberapa bahasa

c.

Jumlahnya meningkat dan berkembang dari waktu ke waktu

Latihan Soal-soal Akhir Tahun

A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara

memberi tanda silang (X) pada huruf

a, b, c, d

atau

e

!

Latihan Soal-soal Akhir Tahun

181

d.

Beragama, setidaknya setiap suku bangsa memiliki satu bahasa

e.

Keadaannya semakin memburuk karena berkurangnya jumlah

penutur

6.

Keadaan dialek di Indonesia adalah ....

a.

Lebih sederhana dan homogen dibandingkan bahasa

b.

Beragam, bahkan satu bahasa memeiliki beberapa dialek

c.

Berkembang semakin banyak seiring pertumbuhan penduduk

d.

Ditinggalkan penuturnya akibat penggunaan bahasa resmi

e.

Tidak dapat diketahui karena tidak memiliki unsur pembeda

7.

Perkembangan membaik bahasa daerah dan dialek apabila bahasa

daerah dan dialek ....

a.

Tertulis dengan baik dalam korpus dan kamus

b.

Digunakan oleh semua orang di luar penuturnya

c.

Diketahui secara pasti asal-usul dan perkembangannya

d.

Wilayah persebaran pemakaiannya semakin luas

e.

Dapat dipahami dan dimengerti oleh semua orang

8.

Hubungan bahasa dengan dialek adalah ....

a.

Dialek digunakan penutur untuk menggambarkan bahasa yang

beragam

b.

Dialek adalah pengaruh lingkungan terhadap penggunaan suatu

bahasa

c.

Dialek digunakan orang pada saat berkomunikasi lintas suku

bangsa

d.

Bahasa selalu tumbuh dan berkembang dari dialek penuturnya

e.

Bahasa mencerminkan dialek yang digunakan para penuturnya

9.

Keterkaitan bahasa, dialek dengan tradisi lisan adalah ....

a.

Tradisi lisan menunjukkan dialek dan bahasa penuturnya

b.

Dialek tampak pada tradisi lisan dan bahasa penuturnya

c.

Bahasa adalah dialek yang diwujudkan dalam tradisi lisan

d.

Dialek adalah tradisi lisan mencerminkan bahasa penuturnya

e.

Bahasa adalah tradisi lisan yang diwujudkan dalam dialek

10. Salah satu contoh sikap kepedulian terhadap bahasa, dialek dan tradisi

lisan adalah ....

a.

Hanya menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan

b.

Memakai bahasa daerah untuk semua kepentingan

c.

Bersikap toleran kepada orang yang berbahasa daerah

d.

Mencampuradukkan penggunaan bahasa sehari-hari

e.

Pilihan kata disesuaikan dengan derajat seseorang

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

182

1.

Bagaimanakah keadaan bahasa di Indonesia? Jelaskan!

2.

Bagaimnakah keadaan dialek di Indonesia? Jelaskan!

3.

Mengapa setiap bahasa memiliki dialek? Jelaskan!

4.

Apakah yang dimaksud dengan tradisi lisan?

5.

Bagaimana cara menunjukkan kepedulian terhadap bahasa, dialek

dan tradisi lisan dalam kehidupan sehari-hari? Jelaskan!

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas

dan benar!

Latihan Soal-soal Akhir Tahun

183

Glosarium

Akulturasi

. Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling

mempengaruhi. (17, 18, 80, 91)

Akulturasi.

Proses pengambilan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah

kelompok atau individu. (18, 80, 91)

Amalgamasi.

Perbauran biologis antara dua atau lebih ras manusia yang berbeda

ciri-ciri fisiknya sehingga mereka menjadi satu rumpun. (41)

Asimilasi.

Peleburan dua kebudayaan atau lebih sehingga menjadi satu kebudayaan.

Asmilasi

. Penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan

sekitar. (41, 785, 79, 91)

Bahasa

. Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu

masyarakat untuk bekerja sama berinteraksi dan mengidentifikasi diri. (55, 59, 61,

62, 67, 68, 69, 70, 119, 133, 174)

Counterculture.

Sebuah kebudayaan khusus (subkultur) yang tidak hanya berbeda

dengan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan diterima, tetapi juga

bertentangan dengan kebudayaan masyarakat tersebut.

Cultural lag.

Ketimpangan budaya.

Difusi

. Penyebaran kebudayaan teknologi, ide dari satu pihak ke pihak lainnya.

(10)

Discovery.

Persepsi manusia terhadap aspek kenyataan yang sudah ada dan telah

disepakati bersama. (81)

Diskriminasi.

Perbedaan perlakuan terhadap sesama manusia, pembatasan

kesempatan atau imbalan yang berdasarkan ras, agama, atau kelompok etnik. (40)

Dongeng

. Cerita yang tidak benar-benar terjadi. (100, 105, 106, 142, 144)

Enkulturasi.

Pembudayaan. (91, 95, 102)

Etnosentrisme.

Kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan

keunggulan kebudayaannya sendiri.

Etnosentrisme.

Sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan

kebudayaan sendiri biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang

merendahkan masyarakat dan kebudayaan lain. (33, 34, 38, 93)

Gerakan Separatisme.

Gerakan pemutusan hubungan terhadap golongan mayoritas

yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menderita sebagai akibat dari adanya

diskriminasi pada masa lalu sehingga mereka menghendaki terciptanya kehidupan

sosial dan ekonomi yang terpisah.

Hegemoni.

Pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, dan sebagainya dalam

suatu negara atas negara lain atau suatu kelompok atas kelompok lain. (90)

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

184

Integrasi bangsa.

Penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam suatu

wilayah dan pembentukan suatu indentitas nasional.

Integrasi budaya.

Batas tertentu di mana ciri-ciri, kompleksitas dan institusi suatu

kebudayaan menyesuaikan diri secara harmonis dengan suatu kebudayaan lain.

Integrasi

. Pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat seni.

Kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (26, 33, 38, 90)

Invention.

Suatu penggabungan (kombinasi) baru atau kegunaan baru dari

pengetahuan yang sudah ada. (81)

Kebudayaan.

Segala sesuatu yang dipelajari melalui masyarakat dan dilakukan

oleh para anggota masyarakat, warisan sosial yang diterima oleh seseorang dari

kelompoknya, sistem perilaku yang dimiliki bersama oleh para anggotanya. (3, 21,

24, 48, 50, 83)

Kelompok Etnik.

Sejumlah orang yang memiliki persamaan ras dan warisan

budaya yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya.

Konservatif.

Seseorang yang mungkin saja dapat menerima perubahan-perubahan

kecil, namun tetap yakin bahwa sistem sosial yang berlangsung pada hakikatnya

sudah baik.

Legenda

. Cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan

peristiwa sejarah. (103, 108, 147, 148)

Linguistik.

Ilmu tentang bahasa, telaah bahasa secara ilmiah.

Masyarakat

. Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu

kebudayaan yang mereka anggap sama. (7, 40, 89)

Mite.

Cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dulu mengandung

penafsiran tentang asal-usul semesta alam dan manusia. Mengandung arti

mendalam yang diungkap dengan cara gaib.

Mitos

. Cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung

penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia dan bangsa yang mengandung

arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. (103, 108, 147)

Nonkomplementer.

Bersifat tidak saling mengisi, tidak saling melengkapi.

Norma.

Aturan atas ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat

yang digunakan sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai.

(3, 73, 74, 77)

Pluralisme budaya.

Toleransi terhadap adanya perbedaan budaya dalam suatu

masyarakat, memperkenankan kelompok-kelompok yang berbeda untuk tetap

memelihara keunikan budaya masing-masing.

Primordialisme.

Pemikiran yang mengutamakan atau menempatkan pada tempat

yang pertama kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat. (92, 93)

Glosarium

185

Ras.

Suatu kelompok orang yang agak berbeda dengan orang lain dalam segi ciri-

ciri fisik bawaan namun demikian istilah tersebut juga benyak ditentukan oleh

batasan yang berlaku dalam masyarakat. (20, 23, 31)

Ritual.

Sesuatu hal yang berkaitan dengan upacara keagamaan.

Segmentasi.

Pembagian di segmen; pembagian struktur sosial ke dalam unit-unit

tertentu yang sama. (23)

Simbol.

Segala sesuatu yang melambangkan yang lain daripada benda (lambang)

itu sendiri, misalnya kata, gerakan, atau bendera. (35)

Sosialisasi

. Usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik umum. (77,

78, 91, 95, 96, 100, 102, 106)

Syaman.

Dukun, tukang sihir.

Totem.

Benda atau binatang yang dianggap suci dan dipuja. (27)

Tradisi

. Adat kebiasaan yang turun-temurun dan masih dijalankan oleh anggota

masyarakat. (168)

Tradisional.

Sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh

pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. (107)

Traits.

Unit budaya terkecil menurut cara pengamat tertentu.

Trance.

Peristiwa kerasukan roh ketika melakukan tarian adat upacara keagamaan.

Xenosentrisme.

Sikap yang lebih menyenangi pandangan atau produk asing, lawan

kata dari etnosentrisme. (38)

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

186

Daftar Pustaka

Akhyar Yusuf Lubis. 2006. Dekontruksi Epistemologi Modern, Dari Posmodernisme

Teori Kritis Poskolonialisme Hingga Cultur Science. Jakarta: Pustaka Indonesia

Satu.

Ayatrohaedi. 1983.

Dialektologi Suatu Pengantar

. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Bambang Yudi Cahyono. 1994.

Kristal-Kristal Ilmu Bahasa

. Malang: Tanpa

Penerbit.

Chris Baker. 2005. Cultur Studies (terjemahan). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Dwi Wahyudiarto. 2005. Kapita Selekta Budaya. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni

Indonesia.

Gorys Keraf. 1984.

Tata Bahasa Indonesia

. Ende NTT: Penerbit Nusa Indah

____________. 1972

. Tata Bahasa Indonesia

. Ende: Nusa Indah.

Harimurti Kridalaksana dan Hermina Sutami. 2005. “Aksara dan Ejaan” dalam

Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. ed. Kushartanti. Jakarta:

PT. Gramedia.

htm://www.arkeologi.net/index1.php?id=view_news&ct_news=125

http://www.indomesia.com/bpost/082004/11/opini/oponi1.htm

http://www.paskal8.com/hasilkajian_31.htm

http://www.suarapembaruan.com/News/2004/05/29/Editor/edi02.htm

http:/neonovan.topcities.com/etnokonflik.htm

Indonesia Heritage. 2002. Jilid 10. Bahasa dan Sastra. Jakarta: Buku Antarbangsa

untuk Grolier International, Inc.

James Danandjaja. 1994.

Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, dongeng, dan lain-

lain

. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Koentjaraningrat. 1999. Pengantar Ilmu ANtropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Kuntowijoyo. 1994.

Metodologi Sejarah

. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Leirisa RZ, dkk. 1994.

Ensiklopedi Tokoh Kebudayaan

. Jakarta: Depdiknas.

Mansoer Pateda. 1991.

Linguistik Terapan

. Ende NTT: Penerbit Nusa Indah.

Daftar Pustaka

187

Mario Pei. 1965.

Kisah Daripada Bahasa, Terjemahan Nugroho Notosusanto

.

Jakarta: Bhratara.

Nasikun. 2000. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafinfo Persada.

Parsudi Suparlan dalam Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi

Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002 (diambil dari http://

www.scripps.ohiou.edu/news/cmdd/artikel_ps.htm)

Paul B. Harton dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi Jilid II. Edisi keenam. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Robert Sibarani. 2002. Hakikat Bahasa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soepomo Poedjosoedarmo, 2001.

Filsafat Bahasa

. Surakarta: Muhammadiyah

University Press.

Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Aksara Baru.

Supratman Abdul Ramli, Endang Sugiarti. 1999.

Ikhtisar Roman Sastra Indonesia

.

Bandung: Pustaka Setia.

Suria Kusumah, dkk. 1999. PKn dan Kemasyarakatan. Universitas Terbuka

Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Direktoratt Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Bagian Proyek Penataran Guru

SLTP setara DIII.

Taufiq Rohman Dhohiri. 2006. Antropologi 1. Jakarta: Yudhistira.

William A.Haviland. Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Graffiti.

William. 1999. Antropologi. Jakarta: Erlangga.

Zulyani Hidayah. 1999. Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia.

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

188

A

Adaptasi 22, 99

adat 9, 86

adat istiadat 23, 26, 31, 35, 38, 55, 91

adopsi 40, 49

Agama 9, 17, 20, 23, 31, 35, 37, 39, 65,

66, 69, 67, 74, 75, 82, 91

agents of acculturation 19

agraris 17

akomodasi 37

aksara lontarak 165

aksen 136

Akulturasi 18, 79, 90

amalgamasi 41

ambilineal 10

ambivalensi 89

animisme 7

argot 132

arogansi 36, 41

Asia Tenggara 12

Asimilasi 7, 19, 41, 78, 79, 90

B

B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring

123

Baduy 8

Bahasa 31, 35, 55, 59, 60, 68, 69, 70, 71,

118, 119, 121, 123, 133, 135, 140, 146,

166, 169, 171, 173, 174

bahasa casual 123

bahasa intimate 123

Bahasa lisan 140,146

bahasa manusia 121

Batara Tujuh 9

batu altar 9

bebuyutan 148

Belanda 14

berburu 4

bercocok tanam 5

berkebun 4

berkomunikasi 120

Bilai 152

bilateral 8

bilineal 7

bilingual 142

budaya 3, 17, 18, 31, 37, 39, 41, 99, 100,

102, 118

budaya asing 18

budaya daerah 3

budaya lokal 4, 5, 6, 37

C

C. Kluckhon 52

casual 123

Indeks

cerita rakyat 102

Chris Baker, 2005 : 90 60

ciri budaya 120

Clifford Geertz 30

coercion 90

consultative 124

coporate group 36

Culleh 61

custome differentiation 26

D

demokrasi 40

Derrida 62

diakronis 71

Dialek 126, 128, 129, 136, 166, 171, 173,

174

Dialek sosial 132

Didong 152

diferensiasi 26

differensiasi 4, 5

difusi 10

dinamika budaya 83

dinamika kebudayaan 77, 81

dinamisme 7

Discovery 81

Diskriminasi 40,91

dominasi 89

dongeng 102, 107, 108, 147,149

E

E. Durkheim 66

Edi Sedyawati 65, (2006) 73

ekosistem 24

eksistensi 37

empati 37, 39,42

enkulturasi 90, 94, 101

Eropa 13, 14

etnik 23, 31

etnis 20, 91

Etnopolitic Conflict 92

etnosentrisme 33, 37, 38, 92

F

folklore 13

Fonetik 121,129

formal 124

frozen 124

Furnivall 23

G

gandela 129

gender 39

globalisasi 41

Indeks

189

golongan Brahmana 11

group identity 35

gudang 129

H

handphone 80

Hartley 60

hegemoni 89

heterogenitas 23, 27

heterogenitas etnik 91

Hidayah 7

Horton dan Hunt (1984) 96

huruf Palawa 11

I

identitas 35

ideologi 21

ilmu pengetahuan 14

individu 81

Inovasi 81

integrasi 26, 33, 38, 89

integrasi nasional 90, 91

integrasi sosial 24, 89, 90

interaksi 3, 32, 34, 41, 68, 78,118

interaksi sosial 35, 36

interdepedensi 89

internalisasi 99, 101

intimate 123

Invensi 85

invention 81

involutif 73

irrasional 148

Islam 12

Isolasi 4

J

janela 129

jenis kelamin 82

Josselin de Jong 26

K

kajeroan 9

Kamanto Sunanto (1999) 95

kapitalisme 42

Karuhun 9

kaum buruh 14

kaum priyayi 14

keanekaragaman kebudayaan 41

Keberagaman 39

keberagaman budaya 38, 39

Kebudayaan 3, 5, 7, 10, 11, 13, 14, 18, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 30, 31, 32, 33, 36, 37, 38,

39, 41, 48, 49, 50, 52, 53, 67, 68, 69, 70, 71,

72, 73, 77, 78, 79, 82, 84, 87, 98,99, 100,

105

kebudayaan asing 39, 79

Kebudayaan bangsa 39

Kebudayaan ideal 83

kebudayaan induk 82

Kebudayaan nasional 21, 22, 39

kebudayaan real 83

kebudayaan tandingan 82

kebudayan khusus 82

kedaerahan 39

kekerabatan 7, 10, 26, 34, 55

kelas sosial 82

kelompok 81

kelompok sosial 34, 35, 40, 68, 76

keluarga 95, 96, 101, 104, 107, 148

kenduri 130

kepribadian 79

Kesenian 56, 68, 69, 70, 72, 73, 74

kesetiakawanan 35, 36, 40

Koentjaraningrat 3, 4, 12, 18, 49, 50, 79,

81, (1997) 96, 100, 106,161

komunitas 34,118

konfigurasi 22

konflik 26, 27, 32, 37

konsensus 23

konstitutif 59

Kooptasi 90

koorperasi 36

Kreol 145

Kridalaksana 131, 132

kudang 129

Kutai 12

L

lapau 155

Lebar (1964) 7

legenda 102, 103,107, 147, 148

lembaga agama 97

Lembaga kebudayaan 107

lembaga sosial 52

Lewis C. Coser dan George Simell 90

Lingua Franca 144

Lintas Budaya 33,35

logat 170

M

mahe 9

Majapahit 12

makna 62

manakaki 129

Mandadaki 129

Masyarakat 4, 5, 6, 7, 8, 10, 21, 22, 23,

25, 26, 27, 31, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 40,41,

42, 48, 50, 53, 55, 70, 71, 72, 73, 76, 77, 78,

81, 84, 85, 86, 87, 88,90, 91, 92, 94, 95,

101, 104, 105, 106, 119, 123, 144, 146, 169

masyarakat bahasa 170

masyarakat majemuk 23, 41

masyarakat modern 82, 105, 106, 107,

108, 109

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

190

masyarakat tradisional 101, 105, 106,

107, 109

Mataram Kuno 12

mayoritas 19

Melville J. Herskovits 52

meramu 4

metropolitan 6

minoritas 19

Mirriam Budiardjo (2000) 97

missie 4, 17

mistik 13

mitos 102, 107, 147

modern 106, 108

modernisasi 18, 104, 105

Moiety 26

monoglot 142

monolingual 142

monopoli 13

morfologi 122,133

morfologis 131

multi agama 30

multi bahasa 30

multi rasial 30

multikultural 30, 42

multikulturalisme 37

multilingual 142

N

nasionalisme 37

negara agraris 12

negara Kediri 12

negara Singosari 12

ngorakeun kolot 9

nilai 85

norma 3, 73, 74, 77

norma sosial 85

O

onomasiologis 130

Organisasi Sosial 55

organisme hidup 89

organizing reference 35

P

padan kata 130

pahumaan 8

pameo- 132

Pantun Sunda 156

para Munggu 9

patrilineal 8, 10, 40

patriotisme 37

pedesaan 5

pencak cikalong 130

penduduk 30, 83

peoplehood 35

peran 94

peranan sosial 78

perdagangan maritim 12

perubahan budaya 87, 109

Pesan (Referensial) 124

Pesona Bahasa 119

Peter Berger 78

Pijin (Pidgin) 145

plural 38

pluralistik 90

pluralitas 37, 42

plurilingual 142

politik etnik 89

polyglot 142

pranata sosial 40

pribumi 25

primordial 33

primordialisme 91, 92

priyayi 17

Proses pewarisan budaya 101

proses sosial 78

proto 159

Proto Eropa 159

pu’un 9

R

Rabab Pariaman 155

Ragam Dialek 131

ras 20, 23, 31

rasional 148

realisme 148

regional 131

Relativisme 31, 38

relativisme 38

Relativisme budaya 38

religi 67, 68, 69, 70

S

Saussure 60, 61

segmentasi 23

sekolah 14

semantik 121,130

semasiologis 130

sematik 133

semihistoris 147, 148

Seni 64, 67

Sentimen primordial 92

separatisme 92

seremonial 10

sifat universal 120

simbol 35

simetris 12

simpati 42

Sintaksis 122

Sistem Kekerabatan 55

Sistem religi 53,68, 69

sistem sosial 78, 84

Indeks

191

Situasi (Kontekstual) 124

slang 132

Soerjono Soekamto 78

solidaritas sosial 73, 75

sosiolecte 132

sparatisme 89

status 78

status sosial ekonomi 37

stratifikasi 4, 5

stratifikasi sosial 18

structural differentiation 26

struktur sosial 23, 34, 40, 84

subsistem gramatikal 119

subsistem leksikon 119

suku 148

suku bangsa 3, 7,20, 21, 23, 30, 32, 33,

35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 82, 91, 169

Suku bangsa Aceh 7

Suku bangsa Sikka 9

suku bangsa Sunda 8

sungai Cisadane 11

sungai Kampar Sumatra Tengah 12

Syech Siti Jenar 13

T

ta motanggomo 154

Tanggomo 154

tangtu 9

teknologi 15

teritorial 91

titah 152

toleransi 37, 39,42, 89

totemisme 27

tradisi 166

Tradisi lisan 147,150

tradisi lisan 171, 173, 174

tradisional 106

transformasi 76

transformatif 73

Trubetzkoy 121

U

unik 133

unilineal 26, 27

unilingual 142

universal 59, 118

urbanisasi 84

V

Van de Berghe 23

VOC 17

W

wali 13

Wangatua 9

Warnant 132

William A. Haviland 99, 100

William A. Haviland (1999) 69, 75, 99

Wisnu dan Brahma. 11

Y

yang 60

Z

zending 4, 17

Zulyani 7

C

C. Kluckhon 52

Chris Baker 60, 90

Clifford Geertz 31

E

E. Durkheim 66

Edi sedyawati 65, 73

F

Furnivall 23

H

Horton dan Hunt 97

J

Josselin de Jong 26

K

Kamanto Sunanto 96

Koentjaraningrat 3, 4, 12, 18, 49, 50, 80,

81, 101, 107, 162

Indek Pengarang

M

Melville J. Herskovits 52

Mirriam Budiardjo 98

P

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt 98

Peter Berger 78

R

Robert Sibarani 67, 69, 70

S

Soerjono Soekanto 78

V

Van de Berghe 23

W

William A. Haviland 69, 75, 100, 101

Z

Zulyani hidayah 7

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

192

Kunci Jawaban Antropologi XI

Uji Kompetensi I

A.

1.

a

2.

e

3.

d

10. a

B.

1.

Relativisme budaya yaitu dalam suatu

lingkungan budaya tertentu, beberapa

unusr kebudayaan adalah benar

karena unsur-unsur itu sesuai dengan

lingkungan tersebut, sedangkan unsur-

unsur lain salah karena unsur tersebut

mungkin sangat bertentangan dengan

bagian-bagian kebudayaan lain.

Uji Kompetensi Bab II

A.

1.

a

2.

c

4.

b

7.

c

8.

d

B.

3.

Wujud kebudayaan:

a.

Sistem budaya

Wujud kebudayaan berbagai suatu

kompleks ide-ide, gagasan-

gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

perawatan, dan sebagainya.

b.

Sistem sosial

Wujud kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam

masyarakat.

c.

Artefak

Wujud kebudayaan sebagai benda-

benda hasil karya manusia.

Latihan Soal-soal Semester I

A.

1.

e

2.

a

3.

c

6.

c

9.

a

B.

2.

Dinamika kebudayaan yaitu suatu

peristiwa atau fenomena kebudayaan

sebagai proses yang sedang berjalan

atau bergeser disebut dinamika

kebudayaan.

4.

Kebudayaan ideal mencakup tata

kelakuan dan kebiasaan yang secara

formal disetujui yang diharapkan diikuti

oleh banyak orang (norma-norma

budaya) Sedangkan kebudayaan real

mencakup hal-hal yang betul-betul

mereka laksanakan.

Uji Kompetensi Bab III

A.

1.

d

2.

b

3.

e

10. c

B.

2.

Fungsi bahasa mencakup 5 (lima)

ragam bahasa, yaitu:

Ragam bahasa intimate, casual,

consultative, formal dan frozen.

5.

Dialek 1 (satu) yaitu dialek yang

berbeda-beda karena keadaan alam

sekitar tempat dialek tersebut

dipergunakan sepanjang

perkembangan sedangkan dialek 2

(dua) yaitu bahasa yang dipergunakan

di luar daerah pakainya.

Latihan Soal-soal Semester II

A.

1.

a

3.

a

6.

d

7.

a

8.

e

B.

1.

Ciri universal bahasa diantaranya

terletak pada fonologi, morfologi dan

sematik yang ditemukan pada hampir

semua bahasa terletak pada adjektiva

mengikuti nomina, seperti rumah

besar, jalan besar, dan orang pandai

yang juga di temui di berbagai bahasa

di dunia.

4.

Bahasa membentuk dialek karena

pengarah non bahasa terutama politik,

kebudayaan dan ekonomi.

Latihan Soal-soal Akhir Tahun

A.

1.

b

2.

c

4.

e

5.

a

10. c

B.

4.

Tradisi lisan berarti segala sesuatu

yang berhubungan dengan adat

istiadat dan kebiasaan yang mendarah

daging yang dilakukan dengan bahasa

mulut atau kata-kata yang keluar

langsung dari mulut.

5.

-

Ikut menjaga dan melestarikannya

dalam kehidupan nyata.

-

Menghormati bahasa, dialek dan

tradisi lisan masyarakat lain.

-

Mengembangkan potensi bahasa,

dialek dan tradisi lisan yang ada di

lingkungan masyarakat sekitar.

Kunci

193

Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

194

Catatan:

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................

.....................................................................................................................