Halaman
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
117
Supaya kalian lebih mudah untuk memahami pokok bahasan dalam bab ini, pelajari dan ingatlah
beberapa kata kuncinya!
Kata Kunci
1.
Bahasa
5.
Semantik
9.
Legenda
13. Didong
2.
Dialek
6.
Sintaksis
10. Dongeng
14. Tanggomo
3.
Tradisi Lisan
7.
Morfologi
11. Wayang Kulit 15. Rabab Pariaman
4.
Fonetik
8.
Mitos
12. Mak Yong
16. Pantun Sunda
Kesamaan dan Keragaman
Bahasa dan Dialek
Supaya kalian lebih mudah untuk memahami pokok bahasan dalam bab ini, pelajarilah peta
konsepnya!
Tujuan Pembelajaran:
Sesudah kalian aktif mengikuti pokok bahasan dalam bab ini diharapkan kalian dapat mengidentifikasi bahasa dan
dialek yang digunakan oleh masyarakat, perkembangan dan keberadaan tradisi lisan, dalam masyarakat serta
meningkatkan sikap kepedulian kalian terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Bab III
Ragam bahasa dan dialek
Tradisi Lisan
Dialek
macamnya
Bahasa
meliputi
Fungsi Bahasa
Konsep-konsep penting
membentuk
Dialek
Sikap dan keperdulian terhadap
bahasa, dialek dan tradisi lisan
membangun
Legenda
Dongeng
Mitos
terdiri dari
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
118
Ada berapa bahasa yang sudah kalian kuasai sekarang? tentunya
sangat menarik sekali jika kalian dapat menguasai lebih dari satu bahasa.
Kalian akan dapat berkomunikasi secara lancar dengan berbagai orang
yang berlatar belakang budaya dan bahasa yang berbeda dengan kalian.
Kalian dalam segala aktivitas sehari-hari pasti menggunakan bahasa.
Saat keluarga berkumpul di rumah melakukan sesuatu bersama-sama pasti
menggunakan bahasa. Guru bertemu anak didiknya di kelas, pasti mereka
menggunakan bahasa. Upacara bendera setiap hari senin di sekolah
maupun upacara hari besar lainnya pasti mengunakan bahasa. Bupati dan
Gubernur mengadakan kunjungan kerja ke berbagai tempat, pasti
menggunakan bahasa. Presiden berpidato, pasti menggunakan bahasa.
Adakah kegiatan manusia yang tidak menggunakan bahasa? Adakah
budaya manusia yang tidak menggunakan bahasa? Semuanya pasti
menggunakan bahasa. Itulah sebabnya bahasa menjadi unsur pertama
dari 7 (tujuh) unsur kebudayaan universal. Kehidupan manusia selalu
diwarnai oleh interaksi dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi hanya
dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa.
Sumber
:
Bahagia, 30 Juli 2000
Gambar 3.1.
Salah satu fungsi bahasa yaitu untuk berkomunikasi dengan orang lain
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
119
Menurut pendapat kalian apakah yang dimaksud dengan bahasa?
Menurut Harimurti Kridalaksana dalam buku “Pesona Bahasa, Langkah
Awal Memahami Lingusitik (2005)” bahasa ialah sistem tanda bunyi yang
disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat
tertentu dalam bekerjasama, berkomumikasi dan mengidentifikasi diri.
Pengertian bahasa itu dijelaskan oleh Harimurti Kridalaksana dalam
buku yang sama sebagai berikut.
1.
Bahasa adalah sebuah sistem
, artinya bahasa itu bukanlah sejumlah
unsur yang terkumpul secara tak beraturan. Seperti halnya sistem-
sistem lain, unsur-unsur bahasa diatur seperti pola-pola yang berulang.
Sehingga kalau hanya salah satu bagian saja tidak tampak, dapatlah
diramalkan atau dibayangkan keseluruhan ujarannya. Misalnya bila
kita menemukan bentuk sebagai berikut.
berangkat - kantor
ibu tinggal - rumah
Dengan segera dapat kita duga bagaimana bunyi kalimat itu secara
keseluruhan.
Bahasa adalah sistematis
, artinya bahasa itu dapat
diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang terkombinasi dengan
kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Bahasa juga sistemik, artinya
bahasa itu bukanlah sistem yang tunggal, melainkan terdiri dari
beberapa sub sistem, yakni subsistem fonologi, subsistem gramatikal
dan subsistem leksikon.
2.
Bahasa adalah sebuah sistem tanda.
Tanda adalah hal atau benda
yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama
bila orang menanggapi (melihat, mendengar, dan sebagainya) apa
yang diwakilinya itu. Setiap bagian dari sistem itu atau setiap bagian
dari bahasa tentulah mewakili sesuatu. Tegasnya bahasa itu bermakna,
artinya bahasa itu berkaitan dengan segala aspek kehidupan dan alam
sekitar masyarakat yang memakainya.
3.
Bahasa adalah sistem bunyi.
Pada dasarnya bahasa itu berupa
bunyi. Apa yang kita kenal sebagai tulisan sifatnya sekunder, karena
manusia dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan.
4.
Bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan.
Artinya sesuatu
diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah
kesepakatan pemakai bahasa itu.
A. Pengertian Bahasa
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
120
5.
Bahasa bersifat produktif.
Artinya sebagai sistem dari unsur-unsur
yang jumlahnya terbatas, bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas
oleh pemakainya. Dari sudut petutur, bahasa Indonesia hanya
mempunyai 5 tipe kalimat, yakni pernyataan, pertanyaan, perintah,
keinginan dan seruan. Dari kelima tipe itu kita dapat menyusun
kalimat Indonesia yang jumlahnya ribuan, bahkan mungkin jutaan.
6.
Bahasa bersifat unik.
Artinya, tiap bahasa mempunyai sistem yang
khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain. Bahasa Jawa
mempunyai 100 kata untuk menyebutkan anak binatang yang tidak
ada dalam bahasa lain. Bahasa Inggris mempunyai lebih dari 50 kata
untuk menggambarkan berbagai bentuk daun yang tidak dikenal
dalam bahasa lain.
7.
Bahasa memiliki sifat universal.
Sifat universal bahasa Indonesia
misalnya terletak pada adjektiva mengikuti nomina, seperti
rumah
besar, jalan besar
dan
orang pandai.
Ternyata sifat ini ditemui juga dalam
bahasa Prancis, bahasa Tonkawa di Amerika, bahasa Swahili di Afrika,
dan sebagainya.
8.
Bahasa mempunyai variasi-variasi.
Hal itu karena bahasa dipakai
oleh kelompok manusia untuk bekerjasama dan berkomunikasi, serta
karena kelompok manusia itu banyak ragamnya yang berinteraksi
dalam berbagai lapangan kehidupan, dan yang menggunakan bahasa
itu untuk berbagai macam keperluan. Tiap orang secara sadar atau
tidak sadar mengungkapkan ciri khas pribadinya dalam bahasa.
Tidaklah mengherankan apabila bahasa itu sangat bervariasi dan
berbeda-beda cara pengungkapannya karena sangat dipengaruhi
kepribadian, keperluan dan keanekaragaman manusia itu sendiri.
9.
Dengan bahasa suatu kelompok sosial bisa mengidentifikasi dirinya.
Diantara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling
menonjol karena dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa dirinya
sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Bagi kelompok-
kelompok sosial tertentu, bahasa tidak sekedar merupakan sistem
tanda, melainkan sebagai lambang identitas sosial. Apa yang kita sebut
bahasa Cina, misalnya, sebenarnya adalah lambang identitas sosial
yang ditandai oleh satu sistem tulisan yang mengikat jutaan manusia
yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan bahasa yang cukup
jauh perbedaannya. Kenyataannya bahwa bahasa adalah lambang
sosial yang mengukuhkan sesuatu, entah waktu yang berabad-abad,
yang dikenal orang Melayu dengan pepatahnya berbunyi “Bahasa
menunjukkan bangsa”.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
121
10.
Bahasa mempunyai fungsi.
Bahasa digunakan manusia dengan
cirinya masing-masing untuk berbagai keperluan. Fungsi bahasa
tergantung pada faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa, di
mana, bilamana, berapa lama, untuk apa dan dengan apa bahasa itu
diujarkan.
Akhir-akhir ini sering terjadi konflik dalam masyarakat hanya
karena hal-hal sepele seperti perkataan yang menyinggung perasaan
orang lain. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian untuk
menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi konflik di masyarakat
yang disebabkan oleh penggunaan bahasa yang tidak tepat. Selain
itu coba kalian praktikkan dalam kehidupan kalian sehari-hari cara
bertutur kata dan berbahasa yang baik dan benar.
1.
Konsep-Konsep Penting dalam Bahasa
a.
Fonetik
Fonetik berkenaan dengan satuan terkecil bahasa, yaitu bunyi. Fonetik
berkenaan dengan proses pembunyiannya, realisasi dan penangkapannya
melalui indera pendengaran. Menurut
T
rubetzkoy
yang dikutip oleh
FX
Rahyono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik
(2005)
, fonetik merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan
peristiwa bahasa, murni studi fenomenalistik terhadap bahasa tanpa
mempertimbangkan fungsi. Titik tolak fonetik adalah kongkret, yaitu
bahasa manusia.
b.
Semantik
Menurut
Setiawati Darmojuwono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah
Awal
Memahami Linguistik (2005)
, semantik
merupakan bidang linguistik yang
mempelajari makna tanda bahasa. Apakah
yang dimaksud dengan makna tanda bahasa?
“Buku” adalah sebuah kata yang terdiri dari
unsur lambang bunyi, yaitu (b-u-k-u) dan
konsep atau
citra mentak
benda-benda (objek)
yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
Gambar 3.2.
Segitiga
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
122
Richards yang dikutip oleh
Setiawati Darmojuwono
dalam buku
Pesona
Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005)
, dalam karya klasik
tentang “Teori semantik segitiga”, kaitan antara lambang, citra mental
atau konsep dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar 3.2
dan uraian sebagai berikut.
Makna kata
buku
adalah konsep tentang buku yang tersimpan dalam
otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan
antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
c.
Sintaksis
Menurut
Liberty P. Sihombing dan Djoko Kentjono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005)
, sintaksis
merupakan studi gramatikal struktur antar kata. Struktur yang dimaksud
di sini adalah urutan kata. Sebagian besar makna suatu frasa, misalnya
sangat tergantung pada urutan kata pembentuknya. Jadi, jika kita
perhatikan dua contoh di bawah ini akan kita dapati bahwa makna frasa
1 tidak sama dengan makna frasa 2.
1)
Adik guru
2)
Guru adik
Demikian pula, makna kalimat (3) tidak sama dengan makna kalimat (4).
3)
Busra menunggu Wati
4)
Wati menunggu Busra
d.
Morfologi
Menurut
Djoko Kentjono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami Linguistik (2005)
, morfologi merupakan studi gramatikal
struktur intern kata. Morfologi merupakan ilmu bahasa yang mempelajari
morfem yaitu satuan gramatikal yang terkecil. Sebagai satu gramatikal,
morfem membentuk satuan yang lebih besar dan mempunyai makna.
Sebagai satuan terkecil, morfem tidak dapat dipecah menjadi bagian-
bagian lebih kecil yang masing-masing mengandung makna.
Djoko Kentjono
dalam buku yang sama lebih lanjut menjelaskan
morfem dapat dikenal karena pemunculannya yang berulang-ulang dalam
praktik. Morfem ditemukan dengan jalan memperbandingkan satuan-
satuan ujaran yang mengandung kesamaan dan pertentangan, yakni
kesamaan dan pertentangan dalam bentuk (fonologis) dan dalam makna.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
123
Perhatikan kata-kata di bawah ini.
1)
diambil
2)
dibawa
3)
dicuri
4)
didukung
dibandingkan dengan kata
1)
ambil
2)
bawa
3)
curi
4)
dukung
Pertama-tama akan terlihat bentuk-bentuk yang sama susunan
fonemnya, yakni (di). Kedua, makna yang membedakan
diambil
dengan
ambil
juga terdapat dalam pasangan
dibawa-bawa
,
dicuri-curi
dan
didukung-dukung
. Dengan kata lain (di) mempunyai makna. Bentuk (di)
ternyata tidak dapat dipecah menjadi bagian-bagian bermakna yang lebih
kecil. Paparan di atas membuktikan bahwa (di) adalah morfem, dan masih
banyak contoh lainnya yang dapat kita temui dalam pelajaran Bahasa.
2.
Fungsi Bahasa
Ada berbagai ragam penggunaan bahasa di masyarakat dari dahulu
hingga sekarang. T
empat, lawan bicara, dan tujuan mempengaruhi
pemilihan kata-kata dalam berbahasa.
B. Suhardi dan B. Cornelius
Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Linguistik (2005)
, mengutarakan 5 (lima) ragam bahasa, yaitu:
a.
Ragam bahasa intimate
Ragam bahasa intimate digunakan untuk orang yang memiliki
hubungan sangat akrab dan intim, biasanya digunakan oleh kawula
muda. Contohnya adalah
‘gue, lo, bete, ember,
dan
memang.
b.
Ragam bahasa casual
Ragam bahasa casual digunakan
dalam situasi tidak resmi dan santai.
Dapat digunakan oleh orang yang
belum tentu saling mengenal (tidak
intim). Bentuk bahasa yang
digunakan tidak baku.
Sumber:
Kompas, 12 Agustus 2006
Gambar 3.3.
Kawula muda sering
menggunakan ragam bahasa intimate.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
124
c.
Ragam bahasa consultative
Ragam bahasa consultative digunakan untuk tawar menawar oleh
penjual-pembali, tanya jawab antara siswa dan gurunya. Ciri bahasa
consultative adalah pilihan kata yang digunakan berpusat pada
transaksi atau pertukaran informasi.
Sumber:
Majalah Garuda Vol 10 1999 B
Gambar 3.4.
Pada saat transaksi jual beli sering menggunakan ragam bahasa consultative.
d.
Ragam bahasa formal
Ragam bahasa formal digunakan dalam rapat atau diskusi resmi. Ciri
khas bahasa formal adalah pilihan kata dan kalimat yang lengkap
serta akurat, yang mencerminkan jarak hubungan dan situasi formal
di antara peserta diskusi.
e.
Ragam bahasa frozen
Ragam bahasa frozen digunakan pada acara ritual dan seremonial,
sering digunakan oleh hakim, jaksa dan pembela di dalam sidang
pengadilan. Disebut beku (frozen) karena ungkapan dan istilah yang
dipakai tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah
kata pun. Bahkan tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama
sekali.
Dengan mengamati ragam penggunaan bahasa, maka bahasa dengan
sendirinya memiliki beberapa fungsi. B. Suhardi dan
B. Cornelius
Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguisti
(2005)
, mengutarakan 7 (tujuh) fungsi bahasa, yang digambarkan sebagai
berikut (fungsi bahasa diwakili kata yang dicetak miring).
a.
Situasi
(Kontekstual)
b.
Pesan
(Referensial)
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
125
c.
Penutur
(Konatif/Direktif)
d.
Mitra Tutur (Emotif)
e
Jalur
(Fatis)
f.
Bentuk Pesan
(
Puitis
)
g.
Aspek Bahasa
(metalinguistik)
Pengertian dan contoh dari ketujuh fungsi bahasa itu dikemukakan
B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa,
Langkah Awal Memahami Linguisti (2005)
, sebagai berikut. Pengertian
fungsi bahasa kontekstual dapat diperoleh dari contoh ketika seorang guru
mengatakan, “Baik, mari kita mulai”, dan “Ujian selesai, tidak ada yang
diperkenankan menulis lagi”, ungkapan itu menyebabkan berubahnya
situasi. Ujaran tersebut memberi tekanan pada waktu (bagian dan setting).
Karena itu, fungsi bahasa tersebut adalah
kontekstual
.
Buatlah kelompok diskusi, kemudian
diskusikan gambar berikut ini.
Berkaitan dengan penggunaan
ragam bahasa yang dipakai dan
berikan alasannya! Coba kalian
praktikkan dengan teman-teman
sekelas cara berbahasa seperti yang
dipakai di tempat kerja kemudian
coba kalian bandingkan dengan cara berbahasa dengan teman-teman
kalian saat bermain di lapangan, apakah ada bedanya menurut kalian?
Fungsi bahasa
emotif
terfokus pada penuturnya saat menyatakan
perasaannya yang terwujud dalam rasa senang atau rasa kesal, seperti
“Horeee” atau “Sialan”. Fungsi bahasa
direktif
terforkus pada mitra tutur
yang sering diwujudkan dalam bentuk seruan atau suruhan, seperti,
“Tolong” atau “Pelan-pelan”. Fungsi referensial terwujud dalam tuturan
yang mengutamakan isi atau topik pembicaraan. Contohnya adalah
komentator sepakbola yang sedang mengulas jalannya pertandingan
sepakbola.
Investigasi Budaya:
Coba kembangkan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
Sumber:
Kompas, 20 Agustus 2005
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
126
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan pada diri kalian.
Fungsi fatis
(phatic)
timbul dalam tuturan yang mengutamakan
tersambungnya atau terbukanya jalur tuturan
(channel)
. Contoh ungkapan
fatis sering terlihat dalam ucapan atau salam seseorang kepada orang lain
sekadar untuk mengisi kekakuan suasana atau membuka pembicaraan.
Mislanya, “Mau ke mana?” atau “Apa kabar?”. Fungsi puitis terwujud
karena pusat perhatian terfokus pada bentuk pesan. Contohnya tulisan
atau goresan ditembok-tembok tempat umum dalam bentuk grafik atau
dalam karya sastra. Fungsi metalinguistik terwujud dalam ungkapan atau
bahasa terpusat pada makna atau batasan istilah. Contohnya terdapat
dalam bentuk rumus dan definisi, seperti “Merdeka berarti bebas”, dan
“Bandung adalah ibu kota Jawa Barat”.
Coba kalian pergi ke perpustakaan sekolah dan carilah buku-buku
cerita atau pengetahuan yang menggunakan bahasa dari berbagai
daerah. Pahamilah isi ceritanya, kemudian berikan pendapat dan
solusi kalian supaya bahasa-bahasa yang ada tidak musnah dan dapat
dimanfaatkan untuk menambah kekayaan budaya bangsa dan
sebagai aset nasional! Selain itu coba ceritakan kembali secara lisan
menurut gaya bahasa dan cara bertutur kalian sendiri.
B.
Dialek
1.
Pengertian Dialek
Pernahkah kalian pergi ke luar daerah tempat tinggal kalian dan
mendengar orang-orang di daerah tersebut berbicara dengan tutur kata
dan gaya berbicara yang berbeda dengan kalian, selanjutnya apa yang
terlintas dalam pikiran kalian ketika mendengar kata dialek?
Ada orang
yang mengatakan dialek adalah substandar atau standar rendah dari suatu
bahasa, dialek sering dihubungkan prestis seseorang atau kelompok. Ada
juga yang mengatakan bahwa dialek sering dihubungkan dengan bahasa,
terutama bahasa tutur dalam daerah tertentu. Ada lagi yang mengatakan
bahwa dialek adalah beberapa bentuk penyimpangan berbahasa dikaitkan
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
127
dengan standar baku berbahasa. Masih banyak lagi orang yang
memberikan gambaran berbeda dibenaknya ketika mendengar kata
dialek.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), istilah
dialek berasal dari kata Yunani
dialektos.
Pada mulanya dipergunakan
dalam hubungannya dengan keadaan bahasa. Di Yunani terdapat
perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan
pendukungnya masing-masing, tetapi hal tersebut tidak sampai
menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda.
Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan
merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek
adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan
(Meillet, 1967 : 69 - 70).
Dialek adalah logat berbahasa. Dialek adalah perlambangan dan
pengkhususan dari bahasa induk. Menurut
Weijnen, dkk
yang dikutip
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) dialek adalah
sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk
membedakan dari masyarakat lain.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), ada 2
(dua) ciri yang dimiliki dialek, yaitu:
a.
Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda,
yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip
sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang
sama.
b.
Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah
bahasa. (Meillet 1967: 69).
Dengan meminjam kata-kata
Claude Fauchet
, dialek ialah
mots de
leur terroir
yang berarti dialek adalah kata-kata di atas tanahnya
(Chaurand, 1972: 149), yang di dalam perkembangannya kemudian
menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan dalam
karya sastra daerah yang bersangkutan.
Pada perkembangannya tersebut, kemudian salah satu dialek yang
kedudukannya sederajat itu sedikit demi sedikit diterima sebagai bahasa
baku oleh seluruh daerah.Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik
faktor subyektif maupun obyektif. Faktor-faktor yang menentukan
penobatan suatu dialek menjadi bahasa baku terutama politik,
kebudayaan dan ekonomi (Meillet, 1967: 72). Di dalam proses tersebut,
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
128
kaum perantara juga turut berjasa di antaranya mereka yang
berpendidikan dan menguasai bahasa budayanya (Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1983).
Proses perkembangan dialek bermula pada kelompok yang
berpendidikan. Dwibahasawan mereka mempergunakan
koine,
yaitu
ungkapan-ungkapan bahasa baku sebagai bahasa budaya, dan dialek
sebagai bahasa praja.
Koine
mereka pergunakan untuk sesama mereka,
dan dialek mereka pergunakan jika berkomunikasi dengan penduduk
setempat, petani dan kelompok sederhana lainnya. Sementara itu penduduk
sendiri adalah ekabahasawan. Walaupun mereka mengagumi
koine,
tapi
mereka hanya mempergunakan dialek saja. Pada tahap berikutnya,
masyarakat berpendidikan itu menjadi ekabahawasan. Mereka
menghindari pemakaian dialek yang sudah kehilangan dasar-dasar
kaidahnya. Sejak itu penduduk bahasanya menjadi dwibahasawan. Pada
mulanya mereka belum memenuhi semua persyaratan bahasa baku
tersebut, tergantung kepada taraf pendidikan mereka. Di samping itu
mereka tetap mempergunakan dialek di antara sesama mereka saja
(Gairaud, 1970: 7-8, di kutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1983).
2.
Asal-usul dan Perkembangan Dialek
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983),
pertumbuhan dan perkembangan dialek sangat ditentukan oleh faktor
kebahasaan dan faktor luar bahasa. Keadaan alam, misalnya
mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat, baik dalam
mempermudah penduduk berkomunikasi dengan dunia luar maupun
mengurangi adanya kemungkinan itu (Guiraud, 1970). Sejalan dengan
adanya batas alam tersebut, dapat dilihat pula adanya batas-batas politik
yang menjadi jembatan terjadinya pertukaran budaya. Hal itu menjadi
salah satu sarana terjadinya pertukaran bahasa. Demikian pula halnya
dengan ekonomi, cara hidup dan sebagainy
a. Tercermin pula di dalam
dialek yang bersangkutan (Guiraud, 1970).
Menurut
Guiraud
(1970: 26) yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (1983) terjadinya ragam dialek itu disebabkan oleh
adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi
perpindahan penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh
dilupakan ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam
proses terjadinya suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga
itu, masuklah anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
129
Setelah itu kemudian ada di antara dialek tersebut yang diangkat menjadi
bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu pun tidak boleh dilupakan.
Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena pengaruhnya baik
dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.
Selanjutnya, dialek berkembang menuju dua arah, yaitu
perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Menurut Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), Bahasa Sunda di kota
Bandung dijadikan dasar bahasa sekolah yang kemudian dianggap sebagai
bahasa Sunda baku. Hal tersebut didasarkan kepada faktor obyektif dan
subyektif. Secara obyektif memang harus diakui bahwa Bahasa Sunda
kota Bandung memberikan kemungkinan lebih besar untuk dijadikan
bahasa sekolah dan kemudian sebagai bahasa Sunda Baku. Hal ini dialek
bahasa Sunda mengalami perkembangan membaik.
Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa (1983), memberi contoh
perkembangan dialek yang memburuk sebagai berikut. Pada lima tahun
yang lalu, penduduk kampung Legok (Indramayu) masih berbicara Bahasa
Sunda. Sekarang penduduk kampung itu hanya dapat mempergunakan
Bahasa Jawa – Cirebon. Dengan kata lain, bahasa Sunda di kampung itu
sekarang telah lenyap, dan kelenyapan itu merupakan keadaan yang
paling buruk dari perkembangan memburuk suatu bahasa atau dialek.
3.
Pembeda Dialek
Setiap dialek memiliki perbedaan, Dialek suatu daerah berbeda dengan
dialek daerah lainnya. Meskipun rumpun bahasa yang digunakan adalah
sama. Dialek bahasa Jawa Surakarta berbeda dengan Bahasa Jawa yang
ada di Jawa Timur dan daerah Purwokerto, dan sebagainya. Menurut Pusat
pembinaan dan P
engembangan Bahasa (1983), perbedaan dialek pada garis
besarnya dapat dibagi menjadi lima macam. Kelima macam pembedaan
itu ialah sebagai berikut.
a.
Perbedaan fonetik
Perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si pemakai dialek
atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan
tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan
carema
dengan
cereme
yaitu
buah atau pohon cerme,
gudang
dengan
kudang
,
jendela, gandela
atau
janela.
Mandadaki
dengan
manakaki
(nama sejenis pardu). Dari contoh-contoh itu
tampak bahwa perbedaan fonetik itu dapat terjadi pada vokal maupun
konsonan
(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983).
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
130
b.
Perbedaan semantik
Perbedaan semantik merujuk kepada terciptanya kata-kata baru,
berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk. Peristiwa tersebut
biasanya terjadi geseran makna kata. Geseran tersebut bertalian dengan
dua corak makna, yaitu:
1)
Pemberian nama yang berbeda untuk lambang yang sama di
beberapa tempat yang berbeda, seperti
turi
dan
turuy ‘turi ’, balimbing
dan
calingcing
buat belimbing. Pada bahasa Sunda, geseran corak ini
pada umumnya dikenal dengan istilah sinonim, padan kata atau sama
makna (Guiraud, 1970: 15, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1983).
2)
Pemberian nama sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat
yang berbeda. Misalnya
calingcing
untuk
calincing
dan
belimbing
,
meri
untuk itik dan anak itik. Pada Bahasa Sunda, geseran ini dikenal
dengan nama homonimi (Guiraud, 1970: 8, dikutip oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983).
c.
Perbedaan onomasiologis
Menurut Guiraud (1970: 16), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan
onomasiologis
merujuk pada
nama yang berbeda berdasarkan satu konsep, yang diberikan di beberapa
tempat yang berbeda. Menghadiri
kenduri
misalnya, di beberapa daerah
Bahasa Sunda tertentu biasanya disebut
ondangan, kondangan
atau
kaondangan.
Ini jelas disebabkan oleh adanya tanggapan atau tafsiran yang
berbeda mengenai kehadiran di tempat kenduri itu.
Kondangan, ondangan
dan
kaondangan
didasarkan kepada tanggapan bahwa kehadiran di situ
karena diundang, sedangkan
nyambungan
didasarkan kepada tafsiran
bahwa kehadiran di situ disebabkan oleh keinginan menyumbang barang
sedikit kepada yang punya
kenduri
.
d.
Perbedaan semasiologis
Menurut Guiraud (1970: 17-18), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan
semasiologis
merujuk
kepada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda.
Frase-frase seperti
rambutan Aceh
,
pencak cikalong
dan orang yang
berhaluan kiri, tidak jarang diucapkan hanya Aceh, cikalong dan kiri saja.
Ucapan ini sudah dalam kaitan tertentu. Dengan demikian kata Aceh,
misalnya, mengandung sedikitnya lima makna, yaitu:
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
131
1)
nama suku bangsa,
2)
nama daerah,
3)
nama kebudayaan,
4)
nama bahasa, dan
5)
nama sejenis rambutan.
e.
Perbedaan morfologis
Menurut Guiraud (1970), yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (1983), perbedaan morfologis merujuk pada sistem
tata bahasa yang bersangkutan. Hal tersebut disebabkan oleh frekuensi
morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya yang berkerabat, oleh
wujud fonetisnya, oleh daya rasanya dan oleh sejumlah faktor lainnya lagi.
Dialek orang Banyumas berbeda dengan dialek orang Solo dan
Yogyakarta. Meskipun mereka sama-sama menggunakan bahasa
Jawa. Coba lakukan pengamatan lagi terhadap orang-orang
Banyumas dan bandingkan dengan orang Solo! Mengapa terjadi
perbedaan dialek di antara keduanya? Selanjutnya coba kalian
peragakan dan praktikkan sendiri cara berbicara dan berdialek cara
orang Solo dan orang Banyumas menurut cara kalian sendiri.
4.
Ragam Dialek
Menurut Kridalaksana (1970), ragam dialek atau bahasa ditentukan
oleh faktor waktu, tempat, sosial-budaya, situasi, dan sarana
pengungkapan. P
ada kenyataannya, faktor-faktor tersebut tidak berdiri
sendiri, tetapi seringkali saling melengkapi. Faktor waktu misalnya,
mengakibatkan bahasa yang sama, pada masa lampau dan sekarang
berlainan, sedangkan bersama-sama dengan faktor tempat, kelainan itu
berkembang sampai saat sekarang. Artinya, apa yang umumnya disebut
dialek regional sebenarnya dihasilkan baik oleh faktor waktu maupun
faktor tempat. Berdasarkan hal tersebut, pada umumnya dialek dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu dialek 1, dialek 2 dan dialek
sosial.
Analogi Budaya:
Coba kembangkan keingintahuan kalian melalui pengamatan dan orientasi
kecakapan pada diri kalian.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
132
a.
Dialek 1
Dialek 1 yaitu dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam sekitar
tempat dialek tersebut dipergunakan sepanjang perkembangannya
(Warnant, 1973, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
1983). Dialek itu dihasilkan karena adanya dua faktor yang saling
melengkapi, yaitu faktor waktu dan tempat. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa bahasa Melayu yang dipergunakan di daerah
Manado ialah bahasa Melayu yang menurut sejarahnya dipergunakan di
daerah Manado, dan berdasarkan tempatnya hanya dipergunakan di
daerah itu saja.
b.
Dialek 2
Menurut Warnant, (1973), dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (1983). Dialek 2 yaitu bahasa yang dipergunakan
di luar daerah pakainya. Hubungannya dengan Bahasa Indonesia adalah
misalnya dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia yang dipergunakan
di daerah Bali, Batak, Bugis dan Sunda atau yang diucapkan oleh orang-
orang yang berasal dari suku tersebut merupakan dialek 2. Bahasa
Indonesia yang dipergunakan di daerah Ambon, Manado dan Jakarta,
bukan dialek 2 karena ketiga daerah tersebut dianggap sebagai daerah
pakai Bahasa Indonesia. Demikian juga halnya dengan Bahasa Sunda.
Bahasa Sunda yang dipergunakan di daerah Cirebon – Sunda misalnya,
merupakan dialek regional 1, tetapi yang dipergunakan di daerah Cirebon
– Jawa termasuk dialek 2.
c.
Dialek sosial
Menurut Kridalaksana (1970), dialek sosial atau sosiolecte ialah ragam
bahasa yang dipergunakan oleh kelompok tertentu. Dengan demikian,
mudah membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Kelompok
itu dapat terdiri atas kelompok pekerjaan, usia, kegiatan, kelamin,
pendidikan, dan sebagainya. Ragam dialek sosial yang memperlihatkan
ciri-ciri yang sangat khusus dikenal dengan nama
argot
atau
slang
. Sampai
pada akhir abad ke–19, argot masih diartikan sebagai bahasa khusus kaum
petualang, pencuri, dan pengemis. Bahasa tersebut hanya dipergunakan
untuk dan oleh mereka saja. Seiring dengan meluasnya pameo-pameo
khusus, argot menjadi lebih atau kurang teknis, lebih atau kurang kaya,
lebih atau kurang indah, dan dipergunakan oleh mereka yang berasal dari
kelompok profesi yang sama (Guiraud, 1973, dikutip oleh Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, 1983).
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
133
Analogi Budaya:
Coba kembangkan rasa keingintahuan dan orientasi kecakapan pada diri kalian.
Amati dan telitilah dialek yang digunakan oleh masyarakat yang
menggunakan bahasa jawa Surakarta dan bahasa jawa Purwokerto.
Berikan pendapat kalian mengapa kedua masyarakat jawa tersebut
memiliki dialek yang berbeda?
C.
Bahasa dan Dialek
Ada dua ciri bahasa yang saling bertentangan, yakni ciri universal
dan ciri lokal (unik). Ciri universal bahasa, diantaranya terletak pada
fonologi, morfologi, dan sematik yang ditemukan pada hampir semua
bahasa yang terletak pada adjektiva mengikuti nomina, seperti
rumah besar,
jalan besar
dan
orang pandai
yang juga ditemui di berbagai bahasa di dunia.
Sifat universal bahasa dapat juga ditemui di persamaan kata pada beberapa
bahasa di dunia. Fakta ini memperkuat dugaan para ahli bahwa pada asal
mulanya bahasa manusia itu adalah satu dan sama. Sifat lokal (unik)
bahasa dapat ditemui pada setiap daerah dan waktu serta individu.
Lingua
franca
Indonesia adalah bahasa Indonesia, tetapi cara setiap orang Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia dapat kita tentukan asal-usul daerah. Cara
orang Ambon berbeda dengan orang Betawi dalam mengungkapkan
sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga halnya dengan orang
Minahasa, Madura, Batak, Jawa, dan sebagainya. Keunikan itu pada
akhirnya membentuk aksen, logat atau dialek yang disebut juga dengan
idiolek-idiolek. Bahasa Indonesia dengan dialek Betawi dapat kita temui
pada Mandra yang terkenal dengan sinetronnya
Si Doel Anak Sekolahan
.
Bahasa Indonesia dengan dialek Madura diwakili oleh Kadir dalam sinetron
Kanan Kiri Oke.
Bahasa Indonesia dengan dialek Batak diwakili oleh Si
Raja Minyak yang diperankan oleh Ruhut Sitompul dalam sinetron
Gerhana,
dan sebagainya.
Bahasa sebagai suatu sistem memiliki multimakna. Dari sekian
banyak makna, ada tiga makna yang memunculkan variasi-variasi dan
dialek bahasa dalam kehidupan manusia, yaitu:
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
134
1.
Bahasa bersifat unik.
Artinya, tiap
bahasa mempunyai sistem yang khas
yang tidak harus ada dalam bahasa
lain. Bahasa Jawa mempunyai 100 kata
untuk menyebutkan berbagai anak
binatang yang tidak ada dalam bahasa
lain. Bahasa Inggris mempunyai lebih
dari 50 kata untuk menggambarkan
berbagai bentuk daun yang tidak
dikenal dalam bahasa lain.
2.
Bahasa mempunyai variasi-variasi
karena bahasa itu dipakai oleh
kelompok manusia untuk bekerjasama
dan berkomunikasi, karena kelompok
manusia tersebut banyak ragamnya
yang berinteraksi dalam berbagai
lapangan kehidupan, serta penggunaan
bahasa untuk berbagai macam
keperluan.
Di lingkungan masyarakat Jakarta misalnya, Si Ucok memiliki
kebiasaan sehari-hari untuk mengakhiri tuturnya dengan kata
‘bukan?’, namun tetangganya yang bernama si Andi, si Oneng dan si
Ujang tidak suka dengan kebiasaan semacam itu. Pilihan kata-kata
antara seseorang dengan orang lain pun juga berbeda. Sebenarnya
semuanya itu masih tetap kita sebut satu bahasa, semuanya
merupakan perbendaharaan dari suatu bahasa. Nah, tutur kata dari
setiap anggota masyarakat bahasa (misalnya masyarakat bahasa
Batawi, Sunda, Jawa, Bali, dan lain-lain), yang ditandai dengan
perbedaan-perbedaan kecil semacam itulah yang kita sebut sebagai
idiolek. Atau dengan bahasa yang sangat sederhana dapatlah
dikatakan bahwa yang dinamakan idiolek adalah keseluruhan ciri-
ciri dalam ujaran perseorangan.
Bahasa bersifat unik yang membuatnya berbeda dengan bahasa
lainnya yang ada di dunia ini. Bahasa sangat variatif yang timbul
dari keperluan dan pribadi pengguna bahasa. Bahasa sebagai sarana
identifikasi kelompok sosial. Soalnya adalah apakah yang menjadi
dasar pemberda yang memunculkan dialek bahasa? Menurut
Harimurti Kridalaksana (1970) adalah waktu dan tempat. Menurut
Robert Sibarani (2002) adalah budaya yang menjadi latar
Sumber
:
Indonesian Heritage 8
Gambar 3.5.
Macam-macam
suku bangsa.
Cara dalam
mengungkapkan sesuatu dalam
bahasa Indonesia dapat
menunjukkan asal daerahnya.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
135
belakangnya. Bentuk bahasa yang sama mempunyai makna yang
berbeda sesuai dengan kebudayaan yang menjadi wadahnya.
Contohnya adalah:
a)
Makna leksikon
godang
pada dialek Angkola/Mandailing berarti
banyak
sedangkan makna leksikon
godang
pada dialek Batak Toba
berarti
besar.
b)
Makna leksikon
penyakit kelaminnya telah bertambah larut
(bahasa
Malaysia) sama dengan
penyakit istrinya telah bertambah parah
(bahasa Indonesia).
c)
Makna leksikon
ran itu didiami oleh sekelamin orang sakai
(bahasa
Malaysia) sama dengan
pondok itu didiami oleh sepasang orang
Sakai
(bahasa Indonesia).
d)
Keadaan serupa dapat juga kita temui pada bahasa Jawa dan
Sunda, yaitu :
Bahasa Sunda
Bahasa Jawa
amis
‘manis’
amis
‘manis’
gedang
‘pepaya’
gedang
‘pisang’
raos
‘enak’
raos
‘rasa’
atos
‘sudah’
atos
‘keras’
cokot
‘ambil’
cokot
‘gigit’
3.
Dengan bahasa suatu kelompok sosial bisa mengidentifikasi
dirinya.
Di antara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang
paling menonjol, karena
dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa
dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain.
Gaya bahasa menunjukkan identitas suatu kelompok sosial. Gaya
bahasa Indonesia masyarakat Bugis berbeda dengan gaya bahasa
masyarakat Samarinda, masyarakat Bali, masyarakat Madura,
masyarakat Lampung, masyarakat Melayu Riau, masyarakat Aceh,
dan sebagainya. Bahasa yang menunjukkan identifikasi sosial
pemakainya disebut dengan masyarakat bahasa. Menurut
Halliday
yang dikutip
F.X. Rahyono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami Linguistik
(2005), masyarakat bahasa adalah sekelompok
orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa
yang sama. Masyarakat bahasa sangat erat hubungannya dengan
subjektivitas pemakainya. Secara linguistik, bahasa Indonesia dan
bahasa Malaysia adalah satu bahasa yang sama, namun masyarakat
bahasa yang memakai kedua bahasa tersebut menganggapnya
Bahasa Sunda
Bahasa Jawa
amis
‘manis’
amis
‘manis’
gedang
‘pepaya’
gedang
‘pisang’
raos
‘enak’
raos
‘rasa’
atos
‘sudah’
atos
‘keras’
cokot
‘ambil’
cokot
‘gigit’
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
136
sebagai bahasa yang berbeda. Akibatnya muncullah dua masyarakat
bahasa yang berbeda. Masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat
bahasa Malaysia. Kondisi ini mempengaruhi keakraban dan keintiman
pemakai bahasa yang bersangkutan. Anggota masyarakat bahasa
Indonesia terasa semakin akrab dengan sesamanya yang
menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan orang dari
masyarakat bahasa Malaysia, begitu juga sebaliknya. Bahasa
membentuk identitas suatu kelompok sosial yang akan mempengaruhi
keakraban dan keintiman pemakainya.
Di Jawa terdapat berbagai dialek Jawa. Salah satunya adalah bahasa
Jawa logat Banyumas, bahasa Jawa logat Surakarta dan sebagainya.
Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang
tepat supaya perbedaan dialek tersebut tidak menimbulkan
perpecahan dalam masyarakat. Selanjutnya solusi hasil diskusi
tersebut coba praktikkan dalam kehidupan kalian sehari-hari.
D.
Bahasa Membentuk Dialek
Pada uraian terdahulu, kalian telah mempelajari bahasa dan dialek
yang menghasilkan suatu kesimpulan ada hubungan yang sangat erat
antara bahasa dan dialek. Soalnya adalah bagaimanakah hubungan antara
bahasa dengan dialek? Jawaban pertama adalah bahasa membentuk dialek.
Bagaimana hal itu terjadi? Terjadinya hal itu dikarenakan pengaruh non
bahasa, terutama politik, kebudayaan dan ekonomi. Atas dasar pengaruh
non bahasa itu, akhirnya muncul keragaman dialek dan aksen menurut
pemakainya.
Dialek adalah kata-kata di atas tanahnya.
Lingua franca
bangsa
Indonesia adalah bahasa Indonesia, tetapi tiap daerah-daerah di Indonesia
memiliki dialek dan aksen yang unik dalam berbahasa Indonesia. Orang
Papua memiliki dialek unik ketika berbahasa Indonesia, begitu juga halnya
dengan orang Kalimantan, orang Bali, orang Sulawesi, orang Jawa, orang
Sunda, orang Madura, orang Baduy, orang Palembang, orang Batak, orang
Aceh, dan sebagainya. Misalnya saja ada suatu kelompok pemakai bahasa
Indonesia (yaitu kumpulan dari sejumlah idiolek-idiolek) yang
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
137
mengucapkan kata ’pecah’, sedangkan kelompok pemakai bahasa
Indonesia lain akan mengucapkannya dengan ‘picah’. Demikian pula ada
kelompok idiolek yang mengucapkan kata ‘nasehat’, sedangkan kelompok
lainnya mengucapkan ‘nasihat’, dan begitulah seterusnya. Semuanya
menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia, tetapi mereka
memiliki logat (dialek) sendiri ketika menggunakannya. Sehingga dari
cara mereka berbicara kita dapat mengetahui identitas sosial penuturnya,
kita dapat tahu asal-usul penuturnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa
membentuk dialek melalui perbedaan tempat. Dialek yang ditimbul karena
tempat atau daerah disebut dengan dialek regional.
Dialek bahasa dapat juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan
pemakainya, pekerjaannya atau karena faktor derajat resmi situasinya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan kasus berikut. Banyak nama diri di
masyarakat kita yang memiliki konsonan
frikatif labiodental
tak bersuara
(f), seperti
Jusuf, Fahrudin, Alif, Fransiska,
dan lain-lain. Kalau diperhatikan
ternyata tidak semua orang melafalkan nama tersebut dengan tepat.
Karena latar bekakang pendidikan ataupun bahasa pertamanya. Sebagian
orang mengganti konsonan
frikatif labiodental
tak bersuara (f) itu dengan
konsonan
bilabial
tak bersuara (p) dan melafalkannya menjadi
jusup,
pahrudin, alip,
dan
pransiska.
Dialek bahasa yang disebabkan oleh latar
belakang pendidikan, pekerjaan dan faktor derajat resmi situasinya disebut
dialek sosial (B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring dalam buku
Pesona
Bahasa, Langkah Awal Memahami Bahasa,
2005). Hal ini menunjukkan
bahwa bahasa membentuk dialek melalui perbedaan latar belakang
pendidikan. Dialek yang ditimbul karena perbedaan latar belakang
pendidikan disebut dengan dialek sosial.
Sumber:
Tempo, 8 September 2003
Sumber:
Tempo, 7 Mei 2006
Gambar 3.6.
Wisuda
Gambar 3.7.
Buruh/pekerja di pabrik/industri
Latar belakang pendidikan dan pekerjaan juga
mempengaruhi dialek bahasa
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
138
Dialek sosial dapat juga dikarenakan pekerjaan yang berbeda. Cara
seorang anggota militer berbahasa Indonesia menunjukkan dialek yang
berbeda dengan sipil. Anggota militer nampak lebih tegas, jelas dan
lantang. Sementara anggota masyarakat sipil (non militer) nampak
menunjukkan dialek dan aksen yang lebih lembut, luwes dan lemah.
Hakim, jaksa dan pembela menunjukkan dialek yang berbeda dalam
menggunakan bahasa Indonesia, lebih formal, pilihan kata yang kaku dan
tepat. Sementara guru menunjukkan dialek yang lebih familiar, luwes dan
longgar dalam menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan
bahwa bahasa membentuk dialek sebagai pengaruh dari pekerjaan. Dialek
yang ditimbul karena pekerjaan disebut dengan dialek regional.
Derajat resmi situasinya juga menimbulkan dialek dalam
menggunakan bahasa Indonesia. Saat Presiden mengungkapkan pidato
kenegaraan, saat penghulu memimpin jalannya upacara pernikahan atau
Pendeta yang melakukan pemberkatan pernikahan. Mereka semuanya
menggunakan bahasa dengan dialekotoritas, tegas dan penuh kedaulatan
dan kekuasaan. Berbeda halnya pada situasi tidak remis, seperti saat santai
dan pembicaraan tidak resmi lainnya, mereka akan menggunakan bahasa
Indonesia dengan dialek persahabatan, kedekatan dan lunak. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa membentuk dialek melalui resmi tidaknya
situasi pembicaraan. Dialek yang ditimbul karena resmi tidaknya situasi
disebut dengan dialek sosial.
E.
Dialek Membentuk Bahasa
Kalian mempelajari bahasa dan dialek yang menghasilkan suatu
kesimpulan ada hubungan yang sangat erat antara bahasa dan dialek.
Soalnya adalah bagaimanakah hubungan antara bahasa dengan dialek?
Jawaban kedua adalah dialek membentuk bahasa. Bagaimana hal itu
terjadi? Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-
beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip
sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang
sama.
Dengan meminjam kata-kata
Claude Fauchet
, dialek ialah
mots de
leur terroir
yang berarti dialek adalah kata-kata di atas tanahnya
(Chaurand, 1972 : 149), yang di dalam perkembangannya kemudian
menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan dalam
karya sastra daerah yang bersangkutan. Di dalam perkembangannya
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
139
tersebut, kemudian salah satu dialek yang kedudukannya sederajat itu
sedikit demi sedikit diterima sebagai bahasa baku oleh seluruh daerah pakai
dialek-dialek itu. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor
subyektif maupun obyektif. Faktor-faktor yang menentukan suatu dialek
menjadi bahasa baku ialah politik, kebudayaan dan ekonomi (Meillet,
1967 : 72). Demikian caranya dialek membentuk bahasa baku yang bersifat
universal pada tingkat daerah, nasional maupun internasional.
Selain adanya beberapa faktor di atas, munculnya bahasa baku juga
bisa dipicu oleh adanya kebutuhan dari beberapa kelompok masyarakat
yang saling terpisah, untuk bisa berhubungan satu sama lain. Dengan
demikian, dari sudut pandang ini yang dinamakan bahasa baku (standar)
adalah bahasa atau dialek yang dipilih oleh anggota masyarakat untuk
saling berkomunikasi. Dipilihnya suatu dialek menjadi bahasa baku
(standar) bisa juga karena bahasa atau dialek tersebut dianggap paling
betul (baik) oleh masyarakat yang akan memakainya. Bentuk serta
pemakaian bahasa baku ini selanjutnya akan menjadi model percontohan
bagi seluruh rakyat. Kemudian di dalam praktiknya, seseorang yang akan
berbahasa di samping akan menyesuaikan diri dengan orang yang akan
diajak bicara (misalnya pakai bahasa atau dialek apa), maka seorang
penutur bahasa tersebut akan mencoba menyesuaikan diri dengan bentuk,
serta pemakaian bahasa yang telah dipakai secara luas di dalam
masyarakat. Dengan demikian, praktik penggunaan bahasa tarik-menarik
antara bahasa standar (bahasa baku/bahasa nasional) dengan bahasa yang
digunakan secara akrab (yakni bahasa lokal/dialek bahasa yang biasanya
bersifat kelokalan/kedaerahan) akan berlangsung terus-menerus.
Demikianlah cara dialek berubah menjadi bahasa yang bersifat universal,
baik pada tingkat regional, nasional maupun internasional.
Sebelum bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, pada
awalnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu merupakan salah
satu bahasa daerah dengan dialek daerah khusus. Atas kesepakatan
bersama dengan berbagai alasan. Seperti lebih familiar bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia dan daerah penyebaraannya lebih luas dibanding
bahasa etnik lainnya, maka dipilih dan disepakatilah bahasa Melayu
menjadi bahasa baku (standar) nasional yang kemudian dikenal dengan
bahasa Indonesia. Perkembangan selanjutnya menunjukkan Indonesia
sekarang tidak dapat lagi disamakan dengan bahasa Melayu, karena
bahasa Indonesia menyerap berbagai bahasa daerah dan bahasa asing
lainnya dan mengangkatnya menjadi bahasa baku. Demikian cara dialek
menjadi bahasa baku (standar).
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
140
Carilah informasi dari berbagai sumber dan media massa mengenai
keanekaragam budaya dan kemajemukan masyarakat serta aneka
ragam suku bangsa. Kemudian kaitkan dengan perbedaan bahasa
dan dialek yang digunakan. Coba berikan komentar dan solusi kalian
berkaitan dengan keanekaragaman bangsa sebagai kekayaan potensi
Indonesia dan untuk menumbuhkan wawasan kebangsaan
kalian!Selain itu Coba kalian peragakan berbagai budaya yang
beranekaragam dan kalian kuasai seperti tari dari beberapa daerah
misalnya tari Bali, tari Gambyong dan Jaipong.
Analogi Budaya:
Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri
kalian!
Sumber:
Bahagia, 30 Juli 2000
Gambar 3.8.
Bahasa sangat
berguna dalam berbagai kegiatan,
misalnya untuk berkomunikasi
dengan rekan kerja di kantor
F.
Kegunaan Bahasa
Masih ingatkah kalian pengertian bahasa? Bahasa ialah sistem tanda
bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok
masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan
mengidentifikasi diri. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang digunakan
pemakainya untuk berkomunikasi dan untuk berbagai keperluan lainnya.
Menurut
Harimurti Kridalaksana dan Hermina Sutami
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memehami Linguistik (2005)
, pengertian
bahasa di atas menunjuk kepada bahasa lisan, sistem tanda bunyi
mengarah kepada bahasa lisan.
Menurut
Harimurti Kridalaksana dan
Hermina Sutami
dalam buku yang sama ada
dua wujud bahasa, yaitu bahasa tulis dan
bahasa lisan. Unsur utama bahasa tulis adalah
tulisan, sedangkan unsur utama bahasa lisan
adalah bunyi (ujaran). Kedua wujud bahasa
itu bersifat saling melengkapi, kehadiran
bahasa tulis didasarkan akan kebutuhan
manusia untuk dapat mengingat peristiwa
penting dalam jangka panjang. Daya ingat
manusia terbatas, manusia merekam peristiwa
penting dalam bahasa tulis, sehingga dapat
mengingatnya dalam waktu yang sangat lama
selama tulisan itu ada.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
141
Kemampuan berbahasa yang pertama kali dikuasai manusia adalah
kemampuan berbahasa lisan. Sebelum seorang manusia mengenal dan
memasuki sekolah, ia telah dapat menggunakan bahasa lisan. Seorang
anak yang belum sekolah berkomunikasi dengan mudah bisa
menggunakan bahasa lisan pada siapapun. Bahkan sampai akhir hayatnya
manusia tetap menggunakan bahasa lisan dalam kehidupannya. Bahkan
peradaban manusia dimulai dengan bahasa tulisan, dan sampai sekarang
masih banyak masyarakat bahasa yang mengandalkan bahasa lisan dalam
mengembangkan dan mewariskan kebudayaannya. Bila dibandingkan,
manusia dalam hidupnya lebih banyak menggunakan bahasa lisan dari
pada bahasa tulisan. Sangatlah tepat pendapat
Harimurti Kridalaksana
dan
Hermina Sutami
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memehami Linguistik (2005),
yang mengatakan “Bahasa lisan merupakan
hal utama dan mendasar yang dimiliki manusia”.
Bagaimanakah gambaran kebudayaan bahasa manusia dalam
menggunakan bahasa lisan? Gambaran itu dapat diperoleh dengan
memahami beberapa konsep yang penting dan timbul dari penggunaan
bahasa lisan. Dari zaman purba hingga jaman sekarang, hakekat manusia
sebagai makhluk sosial diantaranya diwujudkan dengan cara mencari
teman. Manusia mencari teman, manusia bergerak dari satu tempat ke
tempat lainnya. Proses perjalanan itu, kemungkinan besar ia bertemu
dengan orang dari masyarakat bahasa yang lain. Singkatnya orang itu
bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa dengannya. Pada
keadaan ini terjadilah sentuh bahasa.
1.
Sentuh Bahasa
F.X. Rahyono
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal Memehami
Linguistik (2005)
, menggambarkan sentuh bahasa sebagai berikut; “Di
dunia ini banyak terdapat masyarakat bahasa yang berbeda bertemu,
hidup bersama-sama, dan berpengaruh terhadap masyarakat bahasa lain.
Keadaan semacam ini menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa atau
kontak bahasa. Ciri yang menonjol dari sentuh bahasa ini adalah
terdapatnya kedwibahasaan (
bilingualism).
Pada masyarakat Indonesia sangat sering terjadi sentuh bahasa. Setiap
waktu terjadi pertemuan dari manusia yang berasal dari masyarakat bahasa
yang berbeda. Orang Indonesia dari berbagai suku bangsa hidup
berdampingan secara damai di berbagai daerah Indonesia. Tidak
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
142
terelakkan terjadinya sentuh bahasa dari masyarakat bahasa yang
berlainan. Hal ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Hasilnya
banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia dan bahasa
daerahnya. Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang yang berasal dari masyarakat bahasa lain dan bahasa daerah
digunakan dengan sesama orang yang berasal dari masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Bahkan banyak juga orang Indonesia yang menguasai
tiga atau lebih bahasa.
a.
Ekabahasawan (
monolingual, unilingual,
atau
monoglot)
adalah
orang yang menguasai satu bahasa.
b.
Dwibahasawan (
bilingual
) adalah orang yang menguasai dua bahasa.
c.
Anekabahasawan (
multilingual, plurilingual
atau
polyglot)
adalah
orang yang menguasai lebih dari dua bahasa.
Coba berikan komentar dan pendapat kalian mengenai gambar
berikut berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah dan bahasa
Indonesia sebagai sarana media komunikasi. Kemudian coba kalian
pelajari dan praktikkan beberapa bahasa daerah lain dengan teman-
teman kalian.
Sumber:
Atlas Indonesia
Investigasi Budaya:
Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri
kalian!
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
143
2.
Kedwibahasaan
Apakah yang dimaksud dengan kedwibahasaan?
B. Suhardi dan B.
Cornelius Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal
Memahami Linguistik (2005),
mengutip beberapa pendapat tokoh sebagai
berikut:
a.
Leonard Bloomfield (1933) mengartikan kedwibahasaan sebagai
“penguasaaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa”.
b.
Uriel Weinreich (1968) mendefinisikan kedwibahasaan sebagai
“pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara bergantian”.
c.
“Einar Haugen (1966) mengartikan kedwibahasaan sebagai
‘kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap dan
bermakna dalam bahasa lain”.
Sangat sulit menemukan defini si yang tepat dan lengkap terhadap
kedwibahasaan, tetapi dari beberapa definisi di atas, ada satu tolak ukur
yang dikandungnya, yaitu kemampuan seseorang menghasilkan tuturan
dalam bahasa lain di luar bahasa ibunya.
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai seseorang. Pada
umumnya bahasa ibu orang Indonesia adalah bahasa daerahnya. Bahasa
ibu suku bangsa Makasar adalah bahasa Makasar. Bahasa ibu suku bangsa
Manggarai di Nusa Tenggara adalah bahasa Manggarai. Bahasa suku
bangsa Nias di Sumatera adalah bahasa Nias, dan sebagainya. Bahasa
kedua adalah bahasa lain diluar bahasa ibu yang dikuasai seseorang.
Bahasa kedua pada umumnya orang Indonesia adalah bahasa Indonesia.
Menurut
B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring
dalam buku
Pesona
Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005),
penguasaan seseorang
terhadap bahasa kedua sangat tergantung pada sering tidaknya dia
menggunakan bahasa kedua itu. Penguasaannya atas bahasa kedua itu
sedikit banyak akan berpengaruh pada dirinya saat bicara. Kelancarannya
bertutur dalam tiap-tiap bahasa menentukan kesiapan untuk memakai
bahasa-bahasa yang dikuasainya secara bergantian.
Penguasaaan seseorang terhadap bahasa pada umumnya tampak saat
bertutur. Seseorang yang bertutur dalam bahasa ibunya, diselipi oleh kata-
kata bahasa kedua yang dikuasainya.
B. Suhardi dan B. Cornelius
Sembiring dalam
buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Linguistik (2005),
menyebutnya sebagai alih kode (
code-switching).
Alih
kode disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain, karena orang yang
bersangkutan berlatih menggunakan suatu bahasa tertentu dalam
membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu. Atau karena kurangnya
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
144
kata atau istilah dalam salah satu bahasa yang dikuasainya untuk
mengungkapkan gagasannya. Contoh alih kode adalah sebagai berikut.
Sumber:
Tempo, 7 Mei 2006
Gambar 3.9.
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai seseorang melalui proses
sosialisasi dalam keluarga yaitu bahasa daerah.
a.
A. San, kemarin saya tunggu sampai satu jam, kamu tidak datang-
datang. Aduh,
nyeri hate pisan!
Kalau memang tidak bisa datang
tidak usah janji.
B.
Ya, Esih. Makanya saya sekarang ke sini saya mau minta maaf,
punten pisan
!
Seueur pisan tamu di rorompok!
b.
A
Dik, saya dengar kabar selentingan, lo!
Wanneer vertrek je naar
Holland
? Nanti saya titip surat, ya?
B.
Silakan, Mbak.
3.
Lingua Franca
Pasti kalian sering bertemu dengan orang yang berasal dari satu suku.
Bahasa apa y
ang kalian gunakan ketika bertutur (berkomunikasi). Pada
umumnya saat orang Indonesia bertemu dengan orang yang sedaerahnya
(satu suku bangsa), mereka menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa
daerahnya. Cobalah perhatikan orang lain atau orang tuamu, bahasa apa
yang mereka gunakan saat bertemu dengan orang sedaerahnya atau orang
satu sukunya?
Lantas bahasa apa yang digunakan, saat dua orang dari masyarakat
bahasa yang berlainan bertemu? Orang Makasar bertemu dengan orang
Jawa. Orang Batak bertemu dengan orang Sunda. Orang Ambon bertemu
orang Madura, dan sebagainya. Bahasa apa yang mereka gunakan untuk
berkomunikasi? Bahasa daerahnya, tidak mungkin, karena tidak
dimengerti oleh peserta tutur lainnya. Pada umumnya saat dua atau
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
145
beberapa orang dari masyarakat bahasa yang berbeda bertemu, mereka
menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa
titik temu kedua belah pihak yang memiliki bahasa ibu yang berbeda dan
keduanya tidak dapat berkomunikasi menggunakan satu pun di antara
bahasa ibu mereka. Saat situasi dan kondisi demikian, bahasa titik temu
itu disebut dengan bahasa
lingua franca
. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa
lingua franca
adalah bahasa Indonesia.
4.
Pijin (Pidgin)
Menurut
B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal Memahami Linguistik (2005), pijin
merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Munculnya
bahasa
pijin
bermula dari bertemunya dua pihak yang ingin
berkomunikasi satu sama lain, tetapi sangat berbeda bahasanya. Mereka
tidak menggunakan bahasa ketiga sebagai bahasa perantara, tetapi mereka
menggabungkan bahasa mereka menjadi bahasa sendiri yang disebut
Pijin
.
Pijin pada umumnya digunakan sebagai alat komunikasi antara
imigran dan orang-orang lokal atau penduduk asli. Sehingga keduanya
dapat mengerti tanpa mempelajari bahasa dari kelompok lain.
Diperkirakan ada seratus pijin di dunia ini. Kebanyakan pijin dipengaruhi
oleh bahasa-bahasa Eropa, seperti bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis.
Contoh pijin yang terkenal adalah adalah pijin Melanesia, seperti Tok Pisin
di Papua New Guinea, Bislama di Vanuatu dan Pijin di Solomon Island.
5.
Kreol
Seiring dengan perubahan waktu, pijin juga mengalami perubahan
menjadi
kreol
. Pijin yang digunakan oleh generasi pertama kemudia
diwariskan kepada generasi berikutnya. Bagi generasi kedua dan
seterusnya, pijin berubah kedudukan menjadi bahasa ibu. Pijin yang
berubah menjadi bahasa ibu disebut dengan
kreol
.
B. Suhardi dan B.
Cornelius Sembiring
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal
Memahami Linguistik (2005),
mengartikan
kreol
sebagai bahasa pijin yang
memiliki penutur asli. Pijin untuk generasi dan
kreol
untuk generasi baru.
Kreol
juga mengalami perkembangan dari berbagai aspek kebahasaan.
Sehingga lama kelamaan, pijin sudah mulai sejajar dengan bahasa-bahasa
lain di negara yang memilikinya. Tata bahasa dan kosakata
kreol
mulai
rumit dan kompleks.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
146
Buatlah kelompok diskusi untuk membahas tentang penggunaan
bahasa ibu atau bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan kesatuan bangsa. Kemukakan pendapat kalian disertai
dengan argumentasi dan solusi untuk memecahkan persoalan seputar
perbedaan atau keragaman bahasa! Setelah menjadi kesimpulan
kelompok maka presentasikan pendapat kelompok kalian di depan
kelas!
Ada dua wujud bahasa, yaitu bahasa lisan dan tulis. Bahasa lisan telah
digunakan sejak awal peradaban manusia. Beberapa lama kemudian
manusia menemukan dan mengenal bahasa tulis. Penggunaan bahasa
lisan dan tulis dari dahulu hingga sekarang melahirkan tradisi lisan dan
tulis. Di antara banyak bahasa dan dialek di Indonesia, hanya delapan
yang memiliki tradisi sastra tulis, diantaranya adalah tradisi tulis Melayu,
tradisi tulis Aceh, tradisi tulis Bali, tradisi tulis Sunda, tradisi tulis Sumatera
Selatan, tradisi tulis Batak, dan tradisi tulis Sulawesi Selatan (Indonesia
Heritage, Jilid 10, 2002)
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat mengandalkan
tradisi lisan dalam hal pemeliharaan dan pewarisan budaya masyarakat
dari generasi ke generasi. Seperti pemeliharaan dan penyampaian ilmu
pengetahuan, adat istiadat, sejarah, filsafat moral, agama, kedudukan
sosial, dan norma-norma masyarakat. Tradisi lisan menjelma dalam kisah-
kisah lisan di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama.
Kisah lisan memiliki beberapa ciri yang lazim. Biasanya banyak sekali
–panjang lebar dan berlebihan dalam bahasa – menggunakan pola dan
susunan baku untuk membantu pencerita memproses ucapan dan
mengingat teksnya. Cerita tersusun dari serangkaian peristiwa yang benar-
benar terjadi, dongeng khayalan atau teks keagamaan. Pencerita
mengikuti kerangka kerja dasar, tetapi tak ada dua pencerita yang
menceritakan satu kisah dengan cara yang sama. Mereka akan
menambahkan gaya dan sikapnya sendiri, memperbesar peran tokoh-
tokoh tertentu yang mereka sukai (atau memperkecil yang tidak mereka
sukai) atau menambah kelucuannya, tergantung pada khalayak
pendengarnya (Indonesian Heritage, jilid 10 2002).
Analogi Budaya:
Coba kembangkan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!
G. Tradisi Lisan
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
147
Peran sang pencerita (penutur) dan kedudukannya di masyarakat
tergantung pada setiap masyarakat. Pada beberapa masyarakat, para
pencerita diperlakukan sebagai dukun atau saman yang berhubungan
langsung dengan dewa. Di Indonesia kini, tradisi lisan harus bersaing
dengan cetakan, radio, televisi dan film. Sementara pendidikan massal,
yang terutama dilakukan dalam bahasa Indonesia, bahasa resmi negara,
cenderung menekankan yang sudah dominan, kebudayaan sastra dengan
mengorbankan yang kurang non sastra. Meneruskan pengetahuan yang
terwujud dalam teks lisan, “Tulisan lidah”, merupakan tantangan bagi
kebudayaan Indonesia yang sedang berubah sekarang (Indonesian
Heritage, jilid 10, 2002)
Berkembangnya industri penerbitan terutama untuk media cetak
seperti koran, majalah, buku, dan sebagainya, akhir-akhir ini apakah
mempengaruhi perkembangan tradisi lisan yang ada? Coba amatilah
mengapa generasi remaja sekarang lebih senang dengan budaya pop
atau modern seperti novel, sinetron, dan sebagainya dibandingkan
dengan seni budaya tradisional? Kemudian apakah kalian sendiri
juga masih senang dengan seni budaya tradisional? Coba peragakan
salah satu seni budaya tradisional yang kalian kuasai!
Tradisi lisan melahirkan cerita rakyat, seperti mitos, legenda dan
dongeng.
1.
Mitos
Mitos adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa semihistoris yang
menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. Setiap
masyarakat pasti memiliki mitos, mitos pada dasarnya bersifat religius,
karena memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Mitos
selalu bertemakan masalah pokok kehidupan manusia, seperti darimana
asal manusia dan segala sesuatu yang ada di dunia ini; mengapa manusia
ada di bumi, dan ke mana tujuan manusia? Mitos memberikan gambaran
dan penjelasan tentang alam semesta y
ang teratur, yang merupakan latar
belakang perilaku yang teratur.
Berikut ini disajikan contoh mitos tentang asal mula segala sesuatu
menurut alam pikiran suku Fon di Dahomey, Afrika Barat. “Pada asal
mulanya bintang-bintang kelihatan pada malam maupun siang hari.
Analogi Budaya:
Coba kembangkan keingintahuan dan orientasi kecakapan pada diri kalian.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
148
Bintang malam hari adalah anak-anak bulan, dan bintang siang hari anak-
anak matahari. Pada suatu hari bulan memberi tahu matahari bahwa anak-
anak mereka ingin bersinar melebihi mereka. Untuk menghindarkan hal
itu mereka sepakat mengikat bintang itu dalam karung dan
melemparkannya ke samudera. Matahari mengerjakan yang pertama, dan
membersihkan langit dari bintang-bintang siang hari. Akan tetapi, bulan
yang busuk itu tidak memenuhi kewajibannya dan membiarkan semua
anak-anaknya di langit malam. Anak-anak matahari menjadi ikan-ikan
yang berwarna cerah di samudera. Sejak itu matahari menjadi bebuyutan
bulan, yang dikejar-kejarnya untuk membalas dendam karena kematian
bintang-bintang dilautan”.
2.
Legenda
Legenda adalah cerita semihistoris yang turun temurun dari
zaman dahulu, yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahlawan,
perpindahan penduduk dan pembentukan adat kebiasaan lokal. Legenda
merupakan campuran antara realisme dan supernatural, perpaduan antara
rasional dan irrasional. Fungsi legenda adalah untuk menghibur dan
memberi pelajaran serta membangkitkan atau menambahkan
kebanggaan orang terhadap keluarga, suku atau bangsanya.
Berikut ini disajikan contoh legenda pendek yang memberi pelajaran,
milik orang
Abenakis Barat, yang berada di bagian barat laut New
England, Quebec Selatan. “Ini cerita tentang seorang anak laki-laki yang
kesunyian yang biasanya berjalan-jalan ke tepi sungai di Odanak atau
turun bukit menuju kedua rawa di tempat itu. Ia biasanya mendengar
orang memanggil namanya, tetapi kalau ia sampai di koam rawa-rawa
itu, tidak ada orang yang kelihatan atau terdengar. Akan tetapi kalau ia
berjalan pulang, ia mendengar namanya dipanggil-panggil lagi. Ketika ia
sedang duduk menunggu di tepi rawa datanglah seorang laki-laki yang
bertanya kepadanya, mengapa ia menunggu? Ketika anak itu
menceritakan kepadanya, orang tua itu berkata bahwa hal yang sama
terjadi pada zaman dahulu, apa yang didengarnya itu adalah makhluk
rawa dan menunjukkan rerumputan tinggi sebagai tempatnya
bersembunyi. Sesudah memanggil ia akan menenggelamkan diri di
belakang mereka, orang tua itu berkata, makhluk itu hanya ingin
menenggelamkan kamu. Kalau kamu pergi ke sana, kamu akan terbenam
di dalam lumpur. Lebih baik pulang saja”.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
149
3.
Dongeng
Dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan yang
bertujuan untuk menghibur
. Dongeng bukanlah sejarah. Meskipun
demikian, dongeng berisi wejangan atau memberi pelajaran praktis kepada
masyarakat.
Berikut ini disajikan contoh dongeng dari Ghana, berjudul
Bapak,
Anak dan Keledai.
“Seorang ayah dan anaknya laki-laki menanam jagung;
menjualnya, dan menggunakan sebagian keuntungannya untuk membeli
keledai. Ketika musim kemarau tiba, mereka memanen talas dan bersiap-
siap mengangkutnya ke lumbung dengan menggunakan keledai mereka.
Si ayah naik di atas keledai dan mereka bertiga memulai perjalanannya.
Sampai mereka berjumpa dengan beberapa orang. Heh, kau orang malas!
Kata orang-orang itu kepada si ayah. Kau biarkan anakmu yang masih
muda itu berjalan bertelanjang kaki di tanah yang panas itu, sedang kamu
duduk di atas keledai? Tidak malu engkau! Si ayah memberikan tempatnya
kepada anaknya dan mereka meneruskan perjalanan mereka bertemu
dengan seorang wanita tua. Apa? Anak tidak berguna, kata wanita itu.
Kau biarkan ayahmu berjalan tanpa alas kaki di tanah yang panas ini?
Tidak malukah engkau. Anaknya turun, dan ayah maupun anaknya
berjalan kaki, dan ketika mereka menuntun keledai itu di belakang mereka,
mereka berjumpa dengan seorang laki-laki tua. Heh? Kau orang-orang
goblok, kata laki-laki tua itu. Kau punya keledai dan kau berjalan tanpa
alas kaki di tanah itu, dan tidak menaiki keledaimu? Dan demikianlah
seterusnya. Dengarlah kalau kamu mengerjakan sesuatu dan orang lain
lewat, kerjakanlah saja apa yang kau sukai”.
Maraknya acara drama modern, sinetron, dan film-film yang
beredar di masyarakat tidak semuanya bersifat mendidik dan
berdampak positif. Bahkan dengan adanya beberapa tayangan acara
tersebut dapat menumbuhkan dampak negatif bahkan keresahan
dalam masyarakat.
Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi
yang tepat supaya acara-acara cerita modern sekarang ini dapat
memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan masyarakat
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja, dan wawasan kebinekaan serta
orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
150
serta keberadaan tradisi lisan tetap dapat terjaga kelestariannya
meskipun harus menghadapi persaingan dengan budaya pop yang
lebih modern. Selanjutnya setiap bulan sekali coba kalian
mengadakan pertunjukkan kelas tentang tradisi lisan. kegiatan
tersebut dapat mengasah kecakapan dan keterampilan kalian.
H. Contoh-contoh Tradisi Lisan
Indonesia terdiri dari bermacam-macam masyarakat bahasa. Setiap
masyarakat bahasa di Indonesia memiliki tradisi lisan, baik yang berupa
mitos, legenda dan dongeng yang dipentaskan berbagai seni pertunjukan
sebagai sarana pewarisan dan pengembangan kebudayaan dari generasi
ke generasi. Berikut ini disajikan beberapa contoh tradisi lisan dalam
beberapa masyarakat bahasa yang ada di Indonesia, disarikan dari
Indonesian Heritage, jilid 10 (2002).
1.
Wayang Kulit
Wayang kulit adalah teater boneka bayang-bayang di Indonesia.
Kumpulan lakonnya banyak bersumber dari legenda dan kisah lisan sastra
dari tradisi India dan Jaw
a. Wayang kulit disukai di Bali, Sumatera Selatan
dan Jawa Barat, namun Jawa Tengah dianggap sebagian tempat asal bentuk
teater ini. Dalang atau pemain boneka menggelar pertunjukkan di depan
layar lebar dan menghidupkan wayang-wayangnya dengan menirukan
berbagai suara dan bunyi-bunyian.
Wayang terbuat dari kulit tipis dan ukuran tingginya mulai enam
inci hingga lebih dari tiga kaki. Bentuk tubuh, ukuran, pewarnaan, jenis
hiasan kepala, dan gaya pakaian bagi tokoh dibakukan oleh tradisi,
sehingga tiap tokoh jelas dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Yang
penting dari wayang bukan tokohnya melainkan
gunungan-nya
“Pohon
kehidupan”, yang digunakan oleh dalang untuk menandai pembukaan
ataupun pertunjukkan ataupun perubahan adegan.
Pertunjukan wayang digelar oleh pemain tunggal yang disebut dengan
dalang. Dalang tidak hanya menguasai percakapan semua wayangnya,
tetapi juga harus bercerita di antara adegan, melantunkan suluk untuk
menciptakan suasana yang pas, dan mengarahkan gamelan pengiring
pertunjukkan. Semuanya harus dilakukan selama memainkan wayang.
Di atas dalang tergantung lampu, sinarnya jatuh pada boneka yang terukir
untuk menghadirkan bayangan pada layar putih (
kelir
). Bayang-bayang
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
151
yang tampak bergerak di sepanjang kelir, menari, bercinta atau berkelahi
satu sama lain. Melalui keterampilan seni sang dalang, mereka meluncur
keluar dari kegelapan, mempesona penonton dan menghilang secara gaib
ke tempat asal mereka.
Dalang sering berpuasa sehari sebelum pertunjukan. Selama
pertunjukan ia minum sedikit teh untuk mengurangi ketegangan suaranya.
Ia tidak bergeming dari tempat duduknya. Pertunjukkan dimulai dengan
meletakkan sesaji
(sajen)
bunga, beras dan kemenyan diletakkan di depan
layar. Dalang berdoa untuk memastikan keberhasilan pertunjukkannya.
Dalang mengambil wayang berbentuk daun besar yang disebut gunungan
(kayon)
, menyentuhkannya ke dahi serta meletakkannya di sebelah kanan
atau kiri layar, ditancapkan tegak ke dalam sebatang gedebok pisang dan
pertunjukan dimulai. Gerakan permainan dan nyanyian diiringi oleh
gamelan lengkap. Lirik lagu dan sebagian cerita dituturkan dalam bahasa
Kawi arkais
dan sulit dimengerti. Dalang mengimprovisasi banyak dialog,
sementara kisahan dan adengan baku tertentu terdiri dari ucapan
pengisahan.
2.
Mak Yong
Tradisi teater Mak Yong berasal dari Pattani di Muangthai Selatan
mulai abad ke – 16 dan menyebar ke selatan melalui Semenanjung Melayu
ke Singapura dan tempat-tempat yang sekarang disebut provinsi Riau,
Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Mak Y
ong disebut teater terindah
karena menggabungkan banyak unsur pertunjukan seperti drama, tari,
musik, mimik, dan sebagainya. Aslinya Mak Yong dipertunjukkan bagi
kelas atas di istana sultan, khususnya di Kelantan (sekarang Malaysia bagian
timur laut) dan Raiu-Lingga, jantung peradaban Melayu hingga tahun
1700-an.
Sumber:
Indonesian Heritage 10
Gambar 3.10.
Mak yong merupakan tradisi teater yang berasal dari petani
di Muangthai Selatan
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
152
Fungsi Mak Yong memberi penghormatan kepada Yang Mahakuasa.
Sultan dan isterinya merupakan wakil Tuhan di bumi. Pertunjukan untuk
sultan sebenarnya merupakan persembahan kepada Tuhan. Bahkan kini
Mak Yong dianggap suci, dan pertunjukan selalu diawali dengan panjak
atau bomoh (seorang pemain gamelan) membaca doa. Setelah berdoa
penari dan pemusik mengambil tempat masing-masing beralas tikar di
atas panggung. Unsur ritual dilengkapi oleh gong, topeng serta penari
diperciki air suci. Penari yang berperan ratu (Mak Yong) dan putri (putri
Mak Yong) memanjatkan doa, memberi sesaji yang akan memberi mereka
kepercayaan diri dan membuat mereka menarik serta mampu menguasai
keseluruhan pertunjukkan. Di akhir pertunjukan, sang panjak (seorang
pemain gamelan) membaca doa lagi untuk mengumumkan akhir
pertunjukkan dan minta dewa-dewa kembali ke surga mereka.
Seluruh pemain Mak Yong duduk di pinggir daerah permainan.
Perempuan sebelah kanan, laki-laki sebelah kiri. Alat musik ada di antara
mereka. Musik paduan suara dan instrumental merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Mak Yong, sebagai penanda perubahan episode
dan adegan. Lagu-lagu Mak Yong kira-kira berjumlah 30. Orkesnya terdiri
atas sekitar selusin alat; dua gendang berukuran ibu dan anak, beberapa
tambur gedomba yang lebih kecil, gong dengan bermacam bentuk,
canang, sebuah serunai, dan kadang-kadang rebab bersenar yang biasanya
merupakan alat utama.
Pemain yang memerankan raja memberikan pengumuman dengan
cara menghadapkan telapak tangannya ke luar setinggi pinggang.
Tangannya melingkar ke dalam, keluar lagi dan berakhir dengan semua
jarinya kecuali jempol bergeliat perlahan sekali. Gerakan itu bermakna
raja sedang mengeluarkan titah atau ksatria sedang menyerap kebaikan
dari luar dan menolak kejahatan. Para lelaki tidak menari, tetapi melawak
dengan cara yang aneh dan lucu. Mak Yong menggunakan sedikit
peralatan panggung. Bilai, seikat batang bambu atau rotan, digunakan
oleh tokoh utama sebagai tongkat wasiat untuk memukuli punakawan
untuk menunjukkan siapa raja (pangeran atau ratu) dan siapa si tolol.
3.
Didong
Didong adalah bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah
bagian tengah provinsi Riau di Sumatera. Kata didong dipercaya berasal
dari dendang yang berarti sama dengan denang dan donang dalam
bahasa Gayo, berarti menghibur diri sendiri dengan menyanyi diiringi
musik sambil bekerja. Didong meliputi seni sastra, suara dan tari.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
153
Pemain menyanyikan syair atau sajak dengan mengikuti iringan musik
khusus. Pertunjukkan diperindah dengan gerakan lengan, kepala dan
badan.
Kelompok didong umumnya terdiri atas 30-35 orang, duduk
berkeliling selama pertunjukkan. Empat atau enam di antara mereka
dikenal sebagai
ceh
. Mereka merupakan penyanyi didong. Seorang
ceh
harus dapat menggubah lagu dan syair serta menyanyikan gubahannya.
Pertunjukan didong sering berbentuk pertandingan antara dua kelompok
yang harus saling berbalas sindiran dan cemoohan. Pada awalnya didong
diadakan sebagai bagian dari keramaian untuk merayakan perkawinan,
hari-hari libur penting dan upacara tradisional lainnya. Kemudian berubah
menjadi cara untuk menghormati dan menghibur tamu.
Pertunjukan didong diadakan sebagai hiburan umum dengan bantuan
panitia. Panitia mencari dana untuk membangun mesjid atau sekolah.
Pertunjukkannya akan diadakan beberapa malam. Karcis dijual, dan untuk
menarik pembeli, acara mengentengahkan kelompok-kelompok didong
terkenal. Pertandingan didong memakan waktu hampir sepanjang malam
dengan dua kelompok yang bertanding tampil bergantian. Tiap kelompok
diberi waktu 30 menit setiap pergelaran. Kedua kelompok melakukan
pergelaran bersama, sambil memberi setiap ceh kul (ceh besar) kesempatan
menggelar sajak permintaan maafnya atas sindiran dan cemoohan yang
tidak dimaksudkan sebagai hinaan. Pemenang ditetapkan oleh juri yang
khusus ditunjuk untuk menghakimi pertandingan. Juri terdiri atas tiga
orang ahli kesenian didong dan diketahui bersikap netral dan objektif.
Sumber:
Indonesian Heritage 10
Gambar 3.11.
Didong adalah bentuk kesenian tradisional orang Gayo
di daerah bagiian tengah provinsi Riau di Sumatera.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
154
4.
Tanggomo
Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi
Utara. Sy
air Tanggomo menceritakan kisah yang sedang hangat atau
peristiwa menarik setempat, mempunyai banyak penganut. Selain
menghibur, tanggomo juga memberi penerangan. Tanggomo merekam
peristiwa sejarah, mitos, legenda, kisah keagamaan dan pendidikan. Secara
harfiah, tanggomo berarti menampung; dan penyanyi tanggomo
(ta motanggomo) menampung minat penonton, menyampaikan cerita
dengan semenarik mungkin.
Tanggomo merekam peristiwa, yang terjadi di dalam atau di luar
Gorontalo, kemudian disebarkan oleh si pencerita sebagai berita untuk
dinikmati oleh pendengar. Di samping menyediakan informasi, tanggomo
juga menawarkan hiburan bagi pendengar. Ta motanggomo tidak hanya
mengambil peritiwa yang yang terjadi untuk bahan syair. Sumber cerita
tanggomo juga meliputi dongeng, mitos dan legenda, peristiwa rekaan
dan ajaran agama atau kepercayaan yang berkembang di masyarakat.
Pada saat penuturan, ta motanggomo membuat ceritanya lebih nyata
dengan bermacam cara dan gaya. Pendongeng diiringi alat musik seperti
gambus, (semacam kecapi, enam senar), kecapi (sitar) dan rebana.
Pendongan juga dapat menuturkan ceritanya tanpa alat musik, tetapi ia
menggunakan gerakan tangan, kepala, muka, permainan suara, nada dan
irama untuk menghidupkan ceritanya. Ta motanggomo menggunakan
gaya bahasa, misalnya, paralelisme, pembalikan, ellipsis, dan analogi
untuk meningkatkan cerita dan memperkuat makna.
Sumber:
Indonesian Heritage 10
Gambar 3.12.
Tanggomo merupakan bentuk printis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi Utara.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
155
5.
Rabab Pariaman
Rabab Pariaman merupakan tradisi pertunjukkan lisan dari Sumatera
Barat. P
enyampaian cerita dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh
tukang rabab, yang selalu laki-laki. Tukang rabab semuanya pribumi
Pariaman. Tukang rabab duduk bersila, rabab dipegang berdiri di
depannya, lehernya dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar
ia juga dapat memetik senarnya, dan penggeseknya di tangan kanan.
Pertunjukkan biasanya diadakan pada malam hari setelah salat Isya dan
berakhir tak lama sebelum salat subuh. Panggung dapat berupa tempat
berkumpul yang mana saja dengan suasana tradisional, di dalam atau di
luar – warung kopi
(lapau)
, pesta perkawinan, perayaan nagari, dan pesta-
pesta untuk merayakan pengangkatan seorang penghulu baru (pemimpin
satuan matrilineal).
Rabab Pariaman pernah memiliki sifat keagamaan. Pada saat ini
Rabab Pariaman mengambil nuansa yang lebih duniawi dan tak boleh
dimainkan di tempat keagamaan atau di pesta yang bersifat keagamaan.
Isi cerita yang disampaikan menyoroti perjuangan untuk mencapai
keberhasilan dalam hidup. Tokoh menghadapi kesulitan dalam mencapai
keberhasilan dan menimbulkan tanggapan dari penonton.
Teks Rabab Pariaman terdiri atas
dua unsur, dendang dan kaba.
Dendang berbentuk pantun (syair
berbaris empat atau lebih) dengan
sistem persajakan a-b-a-b. Bagian
pertama setiap syair agak tak
bermakna, isinya dibagian kedua.
Jumlah baris dalam syair selalu
genap, kecuali bila ada ulangan pada
baris tertentu, tergantung pada irama.
Isi dendang mengenai perjuangan,
kemiskinan, nasib malang, rindu
kampung halaman, dan sebagainya.
Kaba adalah cerita. Ada sejumlah kaba yang dipertunjukkan dalam Rabab
Pariaman. Sebagian besar kaba bergaya klasik, dimainkan dengan latar
kerajaan dengan tokoh yang berkekuatan gaib. Perlu beberapa malam
untuk menyampaikan keseluruhan cerita, kecenderungannya adalah
memilih hanya satu episode yang dapat diselesaikan dalam satu malam.
Sumber
:
Indonesian Heritage 10
Gambar 3.13.
Penyampaian cerita
dipersembahkan dalam bentuk nyanyian
oleh tukang tabab, yang selalu laki-laki.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
156
6.
Pantun Sunda
Pantun Sunda merupakan sebentuk penceritaan bersyair orang Sunda
di Jawa Barat. Dipertunjukkan dengan diiringi musik kecapi indung. Cerita
cerita pantun merupakan campuran antara percakapan, lagu dan syair
cerita, biasany
a berbentuk pencarian kerohanian. Tradisi menceritakan
pantun Sunda dilaksanakan sebelum atau sesudah upacara tradisional,
seperti pernikahan. Pada upacara keagamaan, juru pantun mungkin akan
berpuasa selama beberapa hari dan membakar kemenyan sebelum mulai
bernyanyi.
Seni menyanyikan pantun merupakan pekerjaan tunggal. Penyanyi
menyanyi, mendaki dan menuruni skala
pentatonik
(lima nada) memetik
kecapi indung, “Induk kecapi” berbentuk perahu. Kedelapanbelas senar
kecapi dipasang di satu ujung, direntangkan di atas ganjalan kayu kecil
ke pasak penata di sisi alat itu. Musik kecapi bagian dari pantun Sunda
menandai suasana hati dan perubahan adegan cerita serta menarik
perhatian, seperti kecantikan putri atau keberanian pahlawan.
Kebanyakan kisah pantun Sunda, mencampur percakapan dan
nyanyian dengan syair cerita, berasal dari masa kerajaan Hindu Pajajaran,
sebelum beralih ke Islam akhir abad ke – 16. Pada tingkat yang tertinggi,
kisah itu melambangkan perjalanan kerohanian yang dijalani setiap orang
dalam hidupnya. Kisah itu dapat dinikmati sebagai dongeng. Juru pantun
seringkali berimprovisasi, tergantung seleras penonton. Salah satu pantun
Sunda yang paling sering diceritakan adalah lutung kasarung, yang
menceritakan tentang lutung dalam kutukan.
Sumber:
Indonesian Heritage 10
Gambar 3.14.
Pantun Sunda merupakan sebentuk penceritaan bersyair orang Sunda
di Jawa Barat.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
157
Analogi Budaya:
Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan pada diri
kalian!
Menurut pendapat dan pengalaman kalian. Selama ini apakah tradisi
lisan yang banyak sekali terdapat di Indonesia juga bisa digunakan
sebagai media untuk mengapresiasi terhadap keanekaragaman
agama yang ada? Apakah kalian pernah menyaksikan pertunjukan
tradisi lisan yang dapat menambah wawasan dan apresiasi terhadap
keanekaragaman agama. Coba kalian peragakan salah satu tradisi
lisan yang kalian kenal dan kuasai di depan teman-teman kalian.
I.
Asal Usul Bahasa Dunia
Kehadiran teknologi komunikasi, informasi dan transportasi membuat
setiap orang memiliki peluang yang sangat besar untuk mendengar
pembicaraan dalam bahasa asing, bahasa yang tidak dimengerti sama
sekali olehnya. Mungkin beberapa bahasa asing sudah akrab ditelinga kita,
meskipun tidak mengetahui artinya. Melalui televisi, setiap hari kita dapat
mendengar dan menyaksikan pembicaraan bahasa asing, contoh yang
sudah akrab di telinga kita tetapi masih sedikit memahaminya adalah
bahasa Inggris, bahasa China, dan berbagai bahasa asing lainnya yang
memang asing ditelinga kita.
Berapakah jumlah bahasa di dunia ini? Tentu mengingat ruang
lingkupnya yang sangat luas, melibatkan semua masyarakat dan suku
bangsa di dunia, maka sangat sulit untuk memberi jawaban yang pasti.
Bahkan menurut
Comrie
(2001) yang dikutip oleh
Lucy Ruth Montolalu
,
Muhadjir dan Multamia RMT Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa,
Langkah Awal Memahami Lingustik (2005),
belum ada pihak yang dapat
menjawab dengan pasti jumlah bahasa di dunia. Buku-buku acuan
umumnya menyebut ada sekitar 6.700 bahasa di dunia. Dari 6.700 bahasa,
diperkirakan hanya 20 bahasa di dunia yang memiliki penutur dengan
jumlah terbanyak di dunia. Dengan perincian sebagai berikut.
1.
Bahasa Cina, jumlah penutur 1 miliar orang
2.
Bahasa Inggris, jumlah penutur 350 juta orang
3.
Bahasa Spanyol, jumlah penutur 250 juta orang
4.
Bahasa Hindi, jumlah penutur 200 juta orang
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
158
5.
Bahasa Arab,jumlah penutur 150 juta orang
6.
Bahasa Bengali, jumlah penutur 150 juta orang
7.
Bahasa Rusia, jumlah penutur 150 juta orang
8.
Bahasa Portugis, jumlah penutur 135 juta orang
9.
Bahasa Jepang, jumlah penutur 120 juta orang
10. Bahasa Jerman, jumlah penutur 100 juta orang
11. Bahasa Prancis, jumlah penutur 70 juta orang
12. Bahasa Punjabi, jumlah penutur 70 juta orang
13. Bahasa Jawa, jumlah penutur 65 juta orang
14. Bahasa Bihari, jumlah penutur 65 juta orang
15. Bahasa Italia, jumlah penutur 60 juta orang
16. Bahasa Korea, jumlah penutur 60 juta orang
17. Bahasa Telugu, jumlah penutur 55 juta orang
18. Bahasa Tamil, jumlah penutur 55 juta orang
19. Bahasa Marathi, jumlah penutur 50 juta orang
20. Bahasa Vietnam, jumlah penutur 50 juta orang
Pertanyaan yang muncul dengan keanekaragaman bahasa di dunia
ini adalah darimanakah asal usul bahasa yang sangat banyak itu? Apakah
bahasa itu tidak memiliki hubungan satu sama lainnya, tumbuh dan
berkembang sendiri-sendiri dan terpisah? Atau adakah hubungan di antara
bahasa-bahasa di dunia ini, berasal dari satu bahasa berkeebang menjadi
ribuan bahasa? Ada satu fakta yang tidak terbantahkan, yaitu adanya
kemiripan kata-kata tertentu pada berbagai bahasa di dunia. Perhatikan
tabel di bawah ini yang disajikan oleh
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir
dan Multamia RMT Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami Lingustik (2005),
Indonesia Toloi
Paanasee
Fiji Maori
dua aurua
elu
Rua rua
tiga
autul
etel
Tolu
toru
empat
aivat
ehat
Va
fa
Lima
ailima
elim
Lima
rima
Batu
vat
ahat
Vatu
kofatu
Bahasa Indonesia adalah behasa negara Indonesia, bahasa Toloi
terdapat di Papua, Bahasa Paanase di Vanuatu. Bahasa Fiji di Lautan Pasifik
dan bahasa Maori juga di Lautan Pasifik. (Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir
dan Multamia RMT Kauder dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
159
Memahami Lingustik (2005).
Bila kita perhatikan dengan seksama,
meskipun tidak sama, tetapi kita merasakan adanya kemiripan kata dan
makna pada kelima bahasa di atas. Apa yang menyebabkan kemiripan
kata dan makna dalam kelima bahasa itu?
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Lingustik (2005),
menjawab dengan mengatakan; “Tidak ada kemungkinan untuk saling
meminjam kata karena jarak antardaerah yang berjauhan. Kontak satu
sama lain pun tidak ada buktinya.” Lalu apa yang menyebabkan kemiripan
itu? Apakah hal itu terjadi dengan sendirinya? Salah satu penjelasan yang
masuk akal adalah adanya hubungan sejarah (historis) di antara kelima
bahasa itu. Pada satu titik waktu di masa lalu, kelima bahasa yang
dipaparkan di atas itu merupakan bahasa yang sama, tetapi karena
berbagai alasan, kelompok-kelompok penuturnya berpisah. Misalnya saja
masyarakat bahasa itu terbagi menjadi lima kelompok dan berpisah satu
sama lainnya. Lalu masing-masing kelompok dengan modal bahasa yang
sama mengembangkan komunikasinya. Pada akhirnya setiap kelompok
memiliki bahasa masing-masing yang mirip tetapi tidak sama.
Untuk menjelaskan asal-usul bahasa di dunia ini, para linguis pada
umumnya berteori bahwa pada awalnya di dunia ini hanya ada satu bahasa
saja. Seiring dengan tumbuhkembangnya, manusia berpisah menjadi
beberapa kelompok besar, kelompok terpisah menjadi beberapa kelompok
kecil, kelompok kecil yang menjadi besar kemudian terpisah menjadi
beberapa kelompok dan seterusnya. Setiap kelompok yang terpisah itu
kemudian mengembangkan bahasanya menurut situasi dan karakteristik
geografis, sosial, ekonomi dan teknologi, sehingga lama kelamaan,
muncullah bahasa yang unik dan berbeda dengan bahasa asalnya.
Akhirnya dari 1 bahasa timbullah ribuan bahasa di dunia.
Sampai saat ini para peneliti masih terus berusaha untuk menemukan
bahasa asal pertama bahasa-bahasa di dunia. Langkah maju telah
diperoleh. Menurut para ahli, setidaknya ada 3 rumpun besar yang disebut
dengan
proto
di dunia ini, yaitu:
1.
Proto Eropa;
Rumpun bahasa Eropa terbagi menjadi tiga keluarga besar bahasa,
yaitu keluarga bahasa Germania, keluarga bahasa Roman dan keluarga
bahasa Rusia. Keluarga bahasa Germania berkembang menjadi bahasa
Inggris, Belanda dan Jerman. Keluarga bahasa Roman berkembang
menjadi bahasa Prancis, Italia dan bahasa Spanyol.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
160
2.
Proto Austronesia
Menurut
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT
Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal Memahami Lingustik
(2005),
kelompok bahasa rumpun Austronesia meliputi wilayah yang sangat
Dari Madagaskar hingga Kepulauan Easter, dan dari Taiwan hingga ke
Hawaii ke Selandia Baru. Kelompok ini merupakan kelompok terbesar,
baik, keluarga bahasa, maupun penutur. Jumlah bahasanya berkisar antara
500 dan 700 bahasa. Dengan demikian, kalau bahasa dunia berjumlah
6.700 bahasa, sepersepuluh bahasa dunia ada di kelompok rumpun
Austronesia.
Menurut
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia RMT
Kauder
dalam buku yang sama, seluruh wilayah pemakaian bahasa-
bahasa rumpun Austronesia terbagi menjadi dua, yaitu kelompok Barat
dan kelompok Timur. Kelompok Barat meliputi sekitar 400 bahasa.
Kelompok ini terdiri dari bahasa-bahasa Madagaskar, Malaysia, Kepulauan
Indonesia, Filipina, Taiwan, sebagian Vietnam dan Kamboja. Sementara
itu, Austronesia Timur meliputi bahasa-bahasa Oseania yang meliputi 300
bahasa yang kebanyakan dituturkan di Papua, Melanesia, Mikronesia dan
Polinesia.
3.
Proto Indo – Pasifik
Menurut
Crystal
yang dikutip oleh
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir
dan Multamia RMT Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah A
wal
Memahami Lingustik (2005),
rumpun Indo-Pasifik meliputi sekitar 650
bahasa yang dituturkan di Papua dan 100 bahasa lain yang dituturkan di
pulau-pulau sebelah barat dan timur, yang tidak termasuk rumpun bahasa
Austronesia. Bahasa-bahasa Andaman di Pulau Andaman di Teluk
Benggala dan bahasa Tasmanis di Pulau Tasmania, Australia Selatan, juga
termasuk keluarga bahasa Indo – Pasifik. Lebih dari separuh bahasa-bahasa
rumpun Indo – Pasifik telah memperlihatkan kekerabatannya, terutama
yang berada di New Guinea Tengah. Masih ada sebagian wilayah New
Guinea yang belum terjangkau, masih ada suku-suku terasing yang belum
dapat ditemui, dan bahasa-bahasa mereka tentunya belum dapat dideteksi.
J.
Asal usul Bahasa Di Indonesia
Bila setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa masyarakat
sendiri, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat memiliki bahasa daerah
yang beranekaragam di samping bahasa Indonesia. Tetapi sampai saat ini
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
161
tidak ada angka pasti mengenai jumlah bahasa yang ada di Indonesia.
Indonesian Heritage, jilid 10 (2002) memberi perkiraan bahwa jumlah
bahasa daerah Indonesia berkisar antara 69 sampai dengan 578. Telah ada
beberapa penelitian terhadap bahasa daerah, diantaranya bahasa kelompok
etnis Jawa, Sunda, Madura, Mingkabau, Batak, Bali, Bugis dan Banjar.
Dari manakah asal-usul bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang
ada di Indonesia? Dari uraian di atas, setidaknya kita sudah memperoleh
gambaran yang harus dipertegas, yaitu bahasa Indonesia berasal dari Proto
Austronesia dan Proto Indo – Pasifik. Bahasa rumpun Austronesia menyebar
menjadi bahasa-bahasa daerah di berbagai wilayah Indonesia. Sementara
Proto Indo – Pacifik menyebar menjadi bahasa daerah di Papua. Dengan
demikian adapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa –
bahasa daerah yang ada di Indonesia berasal dari dua rumpun besar bahasa
di dunia, yaitu Proto Austronesia dan Proto Indo – Pasifik.
Darimanakah asal-usul pertama bahasa di dunia ini? Menurut Comrie
(2001) yang dikutip oleh
Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir dan Multamia
RMT Kauder
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Lingustik (2005),
dari sekitar 6.700 bahasa di dunia, terdapat 17 rumpun
bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpun bahasa yang tertua
di dunia ini adalah bahasa-bahasa Afrika, yaitu Niger-Kordofani, Nilo-
Sahara, Khoisan, dan Afro-Asiatika. Dari keempat bahasa tersebut, yang
dianggap sebagai bahasa yang tertua adalah bahasa Khoisa. Dengan
demikian diperkirakan bahwa kelompok Khoisa adalah keturunan orang
pertama yang melakukan ekspansi keluar dari Afrika menuju Asia.
Perkiraan mengenai asal-usul bahasa yang ada di Indonesia dapat
dibandingkan dengan keterangan mengenai asal-usul orang Indonesia.
Menurut Koenjaraningrat (1999),
“Manusia Indonesia yang tertua sudah
ada kira-kira satu juta tahun yang lalu, waktu Dataran Sunda masih
merupakan daratan, dan waktu Asia Tenggara bagian benua dan bagian
kepulauan masih menjadi satu”. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan,
seperti
Pithecanthropus Erectus
dan
Homo Soloensis
serta
Homo Wajakensis
dipastikan bahwa manusia Indonesia tertua berasal dari Australia Selatan
dengan ciri-ciri fisik Austro-Melanesoid.
Koenjaraningrat (1999) juga menegaskan, bahwa sebagian penduduk
tertua Indonesia ditemukan juga ciri-ciri Mongoloid. Berdasarkan ciri-ciri
ini dipastikan bahwa sebagian penduduk tertua Indonesia ada juga yang
berasal dari benua Asia. Penyebaran orang dengan ciri-ciri Mongolia ke
nusantara menempuh jalan yang sama dengan penyebaran orang-orang
yang berciri Austro – Melanoid.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
162
No.
Bahasa Daeah
Penutur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jawa
Melayu
Sunda
Madura
Minangkabau
Bali
Bugis
Banjar
Sasak
Batak Toba
75.000.000
28.000.000
27.000.000
9.000.000
6.500.000
6.000.000
3.600.000
2.100.000
2.100.000
2.000.000
Asal-usul orang Indonesia berasal dari Austro – Melanesoid di benua
Australia dan dari orang-orang Mongolia di Benua Asia. Asal-usul bahasa
Indonesia terdiri dari dua rumpun besar bahasa, yaitu rumpun Austronesia
dan Indo – Pacifik. Masuknya bahasa rumpun Austronesia dibawa oleh
orang-orang Austro – Melanesoid yang menyebar dan masuk sampai
Indonesia. Masuknya rumpun bahasa Indo – Pacifik dibawa oleh orang-
orang Mongolia yang berasal dari Benua Asia dan menyebar sampai
Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah dari manakah asal-usul orang
Austro – Melanesoid dan orang Mongolia? Mungkinkah berasal dari Afrika,
khususnya orang Khoisa? Kalian sendiri yang harus meneliti dan
memastikannya.
Tak ada yang tahu pasti berapa bahasa daerah di Indonesia. Tak ada
daftar nama baku untuk bahasa-bahasa itu, tak ada statistik yang mudah
di dapat tentang jumlah orang yang menuturkan bahasa tertentu, dan tak
ada peta yang memastikan di daerah mana bahasa-bahasa tertentu
dituturkan. Sebagian besar penelitian atas bahasa daerah di Indonesia
terbatas pada bahasa kelompok etnis besar saja; Jawa, Sunda, Madura,
Minangkabau, Batak, Bali, Bugis dan Banjar. Perkiraan jumlah bahasa
daerah yang dapat ditemukan di Indonesia berkisar dari angka terendah
69 sampai tertinggi 578 (Indonesian Heritage, jilid 10, 2002). Berikut ini
disajikan gambaran beberapa bahasa daerah di Indonesia berdasarkan
jumlah penuturnya.
Sumber :
Indonesia Heritage, Jilid 10, Tahun 2002.
Untuk memperoleh gambaran umum ditinjau terhadap bahasa daerah
di Indonesia, berikut ini disajikan gambaran beberapa bahasa daerah
Indonesia, yaitu meliputi:
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
163
1.
Bahasa Jawa
Menurut
Zulyani Hidayah
(1999), orang Jawa sering menyebut
diriny
a
Wong Jowo
atau
Tiang Jawa.
Jumlah populasinya paling banyak
dibandingkan dengan suku-suku bangsa lain, dan wilayah asal serta
wilayah persebarannya di seluruh Indonesia juga paling luas.
Pada pembicaraan sehari-hari orang Jawa digunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa ibu. Menurut Koentjaraningrat (1999), pada waktu mengucapkan
bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan membeda-bedakan
keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan,
berdasarkan usia dan status sosialnya.
Menurut
Koentjaraningrat
(1999), bila ditinjau dari
tingkatannya, bahasa Jawa terdiri dari
bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Jawa
Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai
untuk orang yang sudah dikenal
akrab, dan terhadap orang yang lebih
muda usianya serta lebih rendah
derajat atau status sosialnya. Bahasa
Jawa Krama dipergunakan untuk
bicara dengan orang yang belum
dikenal akrab, tetapi yang sebaya
dalam umur maupun derajat, dan
juga terhadap orang yang lebih tinggi
umur serta status sosialnya. Dari
kedua macam derajat bahasa ini, timbul berbagai variasi dan kombinasi
dalam bahasa Jawa, yang terletak di antara bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa
Krama, yaitu bahasa Jawa Madya Ngoko, bahasa Jawa Madya antara dan
Bahasa Jawa Madya Krama. Jenis lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa
Krama Inggil, terdiri dari 300 kata-kata yang dipakai untuk menyebut
nama-nama anggota badan, aktivitas, benda milik, sifat-sifat dan emosi-
emosi dari orang-orang yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosial.
Jenis lainnya lagi adalah Kedaton (atau bahasa Bagongan) yang khusus
dipergunakan di kalangan istana. Jenis lainnya adalah bahasa Jawa Krama
Desa atau bahasa orang-orang di desa-desa. Akhirnya bahasa Jawa Kasar
yakni salah satu macam bahasa daerah yang diucapkan oleh orang-orang
yang sedang dalam keadaan marah atau mengumpat seseorang.
Sumber:
Dokumen Penerbit
Gambar 3.15.
Pada waktu mengucapkan
bahasa Jawa, seseorang harus
memperhatikan dan membeda-bedakan
keadaan orang yang diajak berbicara
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
164
2.
Bahasa Bali
Suku bangsa Bali atau Bali Hindu mendiami Pulau Bali yang sekarang
menjadi sebuah propinsi dengan delapan buah kabupaten. Pulau yang
terdiri dari dataran rendah dikelilingi bagian pesisir dan daerah perbukitan
serta pengunungan di bagian T
engah. Suku bangsa Bali menggunakan
bahasa Bali dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Bali terdiri dari beberapa
dialek, yaitu dialek Buleleng, Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar,
Badung, Tabanan dan Jembrana. (Zulyani Hidayah, 1999).
Peninggalan-peninggalan prasasti dari zaman Bali–Hindu
menunjukkan adanya suatu bahasa Bali Kuno yang agak berbeda dengan
bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno di samping mengandung banyak
kata-kata sansekerta, pada masanya terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno
dari zaman Majapahit, ialah zaman di mana pengaruh Jawa besar sekali
kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal apa yang disebut
“Perbendaharaan kata-kata hormat”, walaupun tidak sebanyak seperti di
dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (basa alus) yang dipakai kalau
berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi, telah mengalami beberapa
perubahan akibat pengaruh modernisasi dan cita-cita demokrasi akhir-
akhir ini (Koentjaraningrat, 1999).
3.
Bahasa Minangkabau
Daerah asal dari kebudayaan
Minangkabau kira-kira seluas daerah
propinsi Sumatera Barat sekarang ini,
dengan dikurangi daerah kepulauan
Mentawai. Umumnya orang
Minangkabau mencoba menghu-
bungkan keturunan mereka dengan
suatu tempat tertentu, yaitu
P
ar(h)iangan, Padang Panjang.
Mereka beranggapan bahwa nenek
moyang mereka berpindah dari tempat
itu dan kemudian menyebar ke daerah
penyebaran yang ada sekarang
(Koentjaraningrat, 1999).
Bahasa sehari-hari Mingkabau adalah bahasa Minangkabau. Bahasa
Minangkabau termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Austronesia
dengan aturan tata bahasa yang amat dekat dengan bahasa Indonesia,
Sumber:
Indonesian Heritage 9
Gambar 3.16.
Bahasa Bali terdiri dari
beberapa dialek, yaitu dialek Bulelang,
karangasem, khunglung, bangli, gianyer,
badung.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
165
karena itu dekat pula dengan bahasa Melayu Lama yang mendasari
bahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia dalam bahasa Minangkabau hanya
mengalami sedikit perubahan bunyi, seperti
tiga
menjadi
tigo
,
lurus
menjadi
luruih
,
bulat
menjadi
bulek
,
empat
menjadi
ampek
, dan sebagainya
(Zulyani Hidayah, 1999).
4.
Bahasa Bugis
Kebudayaan Bugis adalah kebudayaan dari suku bangsa Bugis –
Makasar yang mendiami bagian terbesar dari Jazirah selatan dari Pulau
Sulawesi. Jazirah itu merupakan suatu propinsi, yaitu propinsi Sulawesi
Selatan. P
enduduk Propinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa
ialah Bugis, Makasar, Toraja dan Mandar. Percakapan sehari-hari orang
Bugis menggunakan bahasa Ugi (Koentjaraningrat, 1999).
Orang Bugis sering juga disebut orang Ugi. Bahasa sehari-hari yang
digunakan adalah bahasa Ugi atau bahasa Bugi. Menurut ahli
etnolinguistik klasik, Esser, Bahasa Bugis sekelompok dengan bahasa-
bahasa orang Lawu, Sa’dan, Mandar, Pitu Ulunna Sallu, Makasar dan
Seko. Bahasa Bugis terdiri pula atas beberapa dialek, seperti dialek Bone,
Soppeng, Luwuk, Wajo, Bulukumba, Sidenreng, Pare-Pare dan lain-lain.
Sejak berabad-abad yang lalu orang Bugis telah mengenal tulisan sendiri
yang disebut aksara lontarak, yaitu aksara tradisional yang mungkin
berasal dari huruf sansekerta yang ditulis di atas daun lontar (daun sejenis
palem) (Zulyani Hidayah, 1999).
5.
Bahasa Melayu
Bahasa Melayu dapat ditemukan di Jambi, Langkat dan Riau.
Masyarakat Jambi menggunakan bahasa Melayu Jambi. Masyarakat Langkat
menggunakan bahasa Melayu Langkat dan bahasa Melayu Riau
menggunakan bahasa Melayu Riau. Menurut
Zulyani Hidayah
(1999),
Bahasa Melayu yang dipakai di Jambi sangat dekat dengan bahasa
Indonesia.
Bedanya hanya sedikit, misalnya kata-kata yang berakhiran A dalam
bahasa Indonesia, dalam bahasa Melayu Jambi menjadi O, seperti
duga
menjadi
dugo
,
mata
menjadi
mato
,
kemana
menjadi
kemano
,
permata
menjadi
permato
, dan seterusnya.
Orang Melayu Langkat mendiami daerah sepanjang pesisir timur
pulau Sumatera, mulai dari daerah Langkat di utara sampai ke Labuhan
Batu di selatan. Bahasa mereka adalah bahasa Melayu seperti umumnya
dikenal orang di sekitar pantai timur Sumatera dan semenanjung Malaysia.
Orang Melayu langkat menggunakan bahasa Melayu dialek langkat yang
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
166
K. Sikap dan Kepedulian Terhadap Bahasa, Dialek
dan Tradisi Lisan
dicirikan dengan pemakaian huruf E pada akhir kalimat. Selain itu, irama
(nada) dalam cara berbicaranya juga memiliki ciri khas yang berbeda
dengan bahasa Melayu yang digunakan di daerah lain (Zulyani Hidayah,
1999).
Suku bangsa Melayu di Riau adalah salah satu keturunan para migran
dari daratan Asia bagian tengah. Mereka juga menggunakan bahasa
Melayu yang disebut dengan bahasa Melayu Raiu. Bahasa Melayu ini tidak
jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang, malah dianggap sebagai
salah satu dasar bahasa Indonesia. Bahasa Melayu Riau disebut juga Bahasa
Melayu Tinggi, karena awalnya digunakan sebagai bahasa sastra oleh
masyarakat Indonesia pada akhir abad yang lalu. Sebelum mengenal
tulisan Latin, masyarakat Melayu Riau menuliskan gagasan mereka dalam
tulisan arab – melayu atau arab gundul (Zulyani Hidayah, 1999).
Pengertian sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia
terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sikap merupakan
respon seseorang terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek pada umumnya terwujud dalam dua
bentuk, yakni suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung,
dan memihak atau tidak memihak. (Dikutip dari pendapat Petty dan
Cacioppo, Louis Thurstone dan La Pierre). Sikap terhadap bahasa, dialek
dan tradisi lisan adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Sikap manusia terhadap bahasa, dialek, dan tradisi terjelma dalam
dua bentuk, yaitu sikap positif dan negatif. Hanya sikap positif, dapat
mengantarkan manusia memelihara dan melestarikan serta
mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Sikap positif mempunyai
banyak segi dan kombinasi dalam penerapannya dengan setiap keadaan
yang mempengaruhi kehidupan kita. Sikap positif menjelma sebagai
kepedulian terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan dapat kita pahami
dengan memahami paparan berikut.
Sikap positif
merupakan tujuan tertentu untuk membuat setiap
pengalaman, baik yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dapat
memberikan manfaat yang akan menolong kita untuk selalu
memperhatikan dan memperdulikan bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
167
Sikap positif
adalah kepedulian sebagai kebiasaan mencari hikmah
yang tersembunyi dibalik setiap kegagalan, kekalahan atau kemalangan
yang kita alami. Sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam
memelihara dan melestarikan bahasa, dialek dan tradisi lisan. Hanya sikap
positif dapat mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dari kejadian-
kejadian yang tidak menyenangkan dalam usaha memelihara, dan
mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Sikap positif
adalah kepedulian dalam bentuk kebiasaan menyibukkan
pikiran dengan hal-hal dan keadaan yang diharapkan dalam kehidupan
dalam rangka memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi
lisan. Jauhkan pikiran dari hal-hal yang tidak disenangi yang
memunculkan sikap apatis dalam memelihara dan mengembangkan
bahasa, dialek dan tradisi lisan. Kebanyakan orang hidup dengan sikap
yang dipenuhi ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran. Hal ini lama-
kelamaan akan mempengaruhi penampilan mereka. Mereka kemudian
sering menyalahkan orang lain atas situasi dan kondisi yang menyebabkan
hilang dan punahnya suatu bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Sikap positif
adalah kepedulian dalam wujud kebiasaan mengevaluasi
semua masalah dan mampu membedakan mana masalah yang dapat
dikuasai dan mana masalah yang tidak dapat dikuasai dalam upaya
memelihara dan mengembangkan bahasa, dialek dan tradisi lisan.
Seseorang yang mempunyai sikap positif selalu berusaha keras untuk
memecahkan masalah-masalah yang dapat dikendalikan. Dalam
menghadapi masalah-masalah yang tidak dapat dikendalikan, ia akan
berusaha agar sikap mental positifnya tidak berubah menjadi negatif.
Apakah yang dimaksud dengan bahasa? Menurut
Harimurti
Kridalaksana
dalam buku
Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Lingusitik (2005),
bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk
dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam
bekerjasama, berkomumikasi dan mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki
peranan sangat penting dalam kebudayaan manusia. Oleh karena itu
bahasa menjadi unsur pertama dan utama dari 7 (tujuh) unsur universal
kebudayaan.
Apakah yang dimaksud dengan dialek atau logat?
Logat
atau
dialek
adalah gaya berbahasa yang unik dan khas, tampak saat mengucapkan
kata-kata oleh seseorang atau sekelompok orang. Logat atau dialek merujuk
pada identitas suku bangsa dan daerah tertentu. Contoh dialek pada
masyarakat bahasa yang ada di Indonesia adalah dialek Melayu Riau,
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
168
dialek Minangkabau, dialek Sunda, dialek Jakarta (Betawi), dialek Jawa
Cirebon, dialek Jawa Tegal, dialek Bali, dialek Ambon, dialek Batak Karo,
dialek Batak Toba, dan lain-lain. Biasanya orang-orang yang memiliki
dialek sama akan merasa lebih akrab dan intim bila dibandingkan dengan
orang-orang dengan dialek yang berbeda. Dialek membuat orang merasa
dan menilai bahwa seseorang adalah kelompokku dan orang lain bukanlah
kelompokku. Ada 4 (empat) orang Indonesia yang bertemu di luar negeri,
dari empat orang itu, dua orang diantaranya dapat berbahasa dengan
menggunakan dialek yang sama, maka persahabatan di antara dua orang
itu (memiliki dialek yang sama) akan terasa lebih intim dan akrab bila
dibandingkan dengan dua orang lainnya.
Apakah yang dimaksud dengan tradisi lisan? Tradisi adalah adat
istiadat dan kebiasaan yang sudah berlangsung turun temurun hingga
sudah mendarah daging. Sehingga penyimpangan dari tradisi dianggap
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat. Lisan adalah
bahasa mulut, kata-kata yang keluar langsung dari mulut orang. Tradisi
lisan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan
kebiasaan yang mendarah daging yang dilakukan dengan bahasa mulut
atau kata-kata yang keluar langsung dari mulut. Tradisi lisan dapat kita
lihat dan temukan pada berbagai jenis sastra rakyat yang terdapat di
seluruh wilayah Indonesia. Contohnya adalah Wayang Kulit, Didong, Mak
Yong, dan sebagainya. Tradisi lisan adalah salah satu saluran pewarisan
budaya dari generasi ke generasi berikutnya.
Akhir-akhir ini perkembangan teknologi informasi berkembang
sangat pesat dan pengaruh globalisasi tersebut telah melanda di
kalangan remaja. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan
berikan solusi yang tepat supaya generasi muda tidak meninggalkan
bahasa, dialek dan tradisi lisan yang merupakan warisan budaya
bangsa mengingat pengaruh budaya asing sangat kuat terhadap
remaja. Coba kalian praktikkan dan lestarikan dalam kehidupan
kalian sehari-hari supaya tidak punah.
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
169
Di mana ada masyarakat di situ ada bahasa. Setiap masyarakat pasti
memiliki bahasa. Suku bangsa adalah salah satu contoh masyarakat.
Menurut
Koentjaraningrat (1999)
, jumlah suku bangsa Indonesia menurut
Zulyani Hidayah ada sebanyak 656, sedangkan menurut J.M. Melalatoa
ada sebanyak 500. Bila kita asumsikan setiap satu suku bangsa Indonesia
memiliki satu bahasa, maka jumlah bahasa yang ada di Indonesia berkisar
antara 500 sampai dengan 656 bahasa. Perkiraan itu membawa kita pada
satu kesimpulan bahwa keadaan bahasa di Indonesia sangat beragam.
Persebaran bahasa-bahasa kesukuan di Indonesia tidaklah sama. Ada
bahasa suku yang memiliki persebaran cukup luas karena penyebaran
penuturnya yang sangat luas dan terus berkembang. Ada juga bahasa
suku yang memiliki persebaran tidak luas juga dikarenakan penyebaran
penuturnya yang sangat terbatas. Program pembangunan juga turut
mempengaruhi penyebaran bahasa suku, salah satu contohnya adalah
transmigrasi. Hal ini semakin mempersulit untuk menentukan secara pasti
persebaran suatu bahasa suku.
Kebanyakan orang Indonesia dapat menuturkan dua bahasa. Sering
menukar penggunaan bahasa Indonesia, bahasa nasional, dengan
(sedikitnya) satu bahasa daerah atau bahasa suku bangsa. Bahasa Nasional
dianggap sebagai bahasa resmi, untuk digunakan di sekolah atau di
pertemuan resmi. Ada banyak kecualian, tentu saja termasuk upacara dan
pertunjukan bahasa daerah harus digunakan. Penggunaan bahasa daerah
dipihak lain, lebih sering merupakan norma pada situasi tidak resmi, seperti
di rumah dan di dalam urusan antaranggota sesama kelompok suku
bangsa. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama dari setiap masyarakat
suku bangsa Indonesia. Itulah sebabnya ada penggunaan bahasa daerah
di sekolah negeri hingga kelas 3 SD (Indonesia Heritage, jilid 10, 2002).
Setiap orang dalam masyarakat bahasa di Indonesia dapat
menunjukkan sedikitnya tiga tingkat interaksi linguistik, Yaitu:
1.
Tingkat suku bangsa, yaitu penggunaan bahasa dalam kelompok
bahasa suku bangsa tertentu, misalnya antara sesama orang Melayu,
Riau, Ambon, Sunda, Batak, Bugis, Jawa, dan sebagainya.
2.
Tingkat antarsuku bangsa, yaitu penggunaan bahasa di antara
masyarakat kelompok sukubangsa yang berbeda. Misalnya
percakapan antara orang Batak dengan orang Sunda, orang Ambon
dengan orang Jawa, orang Minangkabau dengan orang Bugis, dan
L.
Keadaan Bahasa, Dialek dan Tradisi Lisan
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
170
sebagainya. Tidak selalu mereka menggunakan bahasa Indonesia,
mungkin mereka menggunakan bahasa tertentu yang dapat mereka
mengerti.
3.
Tingkat nasional, yaitu penggunaan bahasa pada tingkat nasional,
tentu dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini sangat nampak
pada acara-acara resmi dan keagamaan pada tingkat nasional serta
di dunia pendidikan.
Pada hierarki ini, bahasa Melayu salah satu bahasa daerah
berkedudukan unggul, karena penjelmaannya di tingkat nasional sebagai
bahasa Indonesia, bahasa nasional. (Indonesiam Heritage, Jilid 10, 2002).
Bahasa Melayu adalah salah satu bahasa daerah yang memiliki
wilayah persebaran yang cukup luas. Ada bahasa Melayu Riau, bahasa
Melayu Jambi, dan bahasa Melayu Langkat. Demikian juga halnya dengan
bahasa Jawa, ada bahasa Jawa Surakarta, bahasa Jawa Banyumas, dan
bahasa Jawa Surabaya. Kondisi yang sama kemungkinan besar akan
ditemukan pada bahasa daerah lainnya. Apakah yang membedakan
bahasa Melayu Langkat dengan Melayu Riau? Apakah yang membedakan
bahasa Jawa Surakarta dengan bahasa Jawa Banyumas? Yang
membedakan adalah variasi mereka dalam mengucapkannya yang pada
akhirnya melahirkan logat, dialek atau aksen bahasa. Satu bahasa daerah
(bahasa suku bangsa) sangat mungkin memiliki beberapa dialek. Dengan
demikian, jumlah dialek sudah pasti lebih banyak daripada jumlah bahasa
yang ada di Indonesia. Keberadaan dialek memperjelas teori yang
menyatakan bahwa bahasa amat erat hubungannya dengan keadaan alam,
suku bangsa, dan keadaan politik di daerah-daerah yang bersangkutan.
Variasi berbahasa, dialek, logat atau aksen dimiliki setiap orang,
bahkan tanpa disadari melekat dalam diri setiap orang dan nampak ketika
mengucapkan kata-kata dalam bahasa daerah ataupun bahasa nasional.
Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia, tetapi cara-cara setiap suku
bangsa Indonesia dibedakan oleh aksen, logat atau dialek. Dialek orang
Ambon menggunakan bahasa Indonesia sangat berbeda dengan orang
Jawa, Madura, Mingkabau, Batak, Melayu, dan sebagainya. Bahkan bagi
orang-orang yang sudah mengenal berbagai suku bangsa Indonesia, dari
dialeknya mengucapkan kata-kata dalam bahasa Indonesia, dapat
mengetahui asal – usul daerah dan suku bangsanya.
Dimanakah kita dapat mendengar dan mengetahui bahasa dan dialek
dari masyarakat bahasa (suku bangsa) yang ada di Indonesia? Kita dapat
mengetahui dan mendengar pada percakapan dari masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Kita dapat mengetahui dan mendengarnya melalui
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
171
tradisi lisan yang ada pada setiap masyarakat bahasa (suku bangsa) yang
ada di Indonesia. Bila kita ingin mengetahui dan mendengar bahasa dan
dialek bahasa Jawa, kita dapat mewujudkan melalui tradisi lisan
masyarakat Jawa, di antaranya wayang kulit. Wayang kulit adalah teater
boneka bayang-bayang Indonesia. Kumpulan lakonnya banyak bersumber
dari legenda dan kisah lisan sastra dari tradisi India dan Jawa. Wayang
kulit disukai di Bali, Sumatera Selatan dan Jawa Barat, namun Jawa Tengah
dianggap sebagai tempat asal bentuk teater ini. Bila kita ingin mengetahui
dan mendengar bahasa dan dialek Melayu Riau, kita dapat
mewujudkannya melalui tradisi lisan masyarakat Melayu Riau, yaitu Mak
Yong. Aslinya Mak Yong dipertunjukkan bagi kelas atas di istana sultan,
khususnya di Kelantan (sekarang Malaysia bagian timur laut) dan Raiu-
Lingga, jantung peradaban Melayu hingga tahu 1700-an. Fungsi Mak
Yong memberi penghormatan kepada Yang Mahakuasa. Sultan dan
isterinya merupakan wakil Tuhan di bumi. Pertunjukan untuk sultan
sebenarnya merupakan persembahan kepada Tuhan.
Apakah keterkaitan antara bahasa, dialek dan tradisi lisan? Uraian di
atas telah menjelaskannya. Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang
digunakan manusia dalam berkomunikasi. Setiap orang sangat
dipengaruhi oleh letak geografis, politik, ekonomi dan adat istiadat dalam
berbahasa, sehingga muncullah dialek dalam berbahasa. Salah satu sarana
untuk mengetahui dan mendengar dialek bahasa adalah tradisi lisan.
Secara sederhana dapat disimpulkan, bahasa melahirkan dialek yang
dipelihara, dikembangkan dan diwariskan melalui tradisi lisan.
Perkembangan suatu bahasa, dialek, dan tradisi lisan dapat menuju
kepada dua arah, yaitu menjadi lebih luas daerah pakainya. Bahkan
mungkin dapat menjadi bahasa baku, ataupun sebaliknya, yakni malah
dapat lenyap sama sekali. Baik perkembangannya yang membaik maupun
yang memburuk, semuanya itu selalu kembali kepada faktor-faktor
penunjangnya, yaitu apakah itu faktor kebahasaan ataukah faktor luar
bahasa. Contoh perkembangan membaik, misalnya saja adalah diangkat
dan diakuinya bahasa dan dialek Sunda kota Bandung sebagai bahasa
Sunda baku dan bahasa sekolah di Jawa Barat, serta bahasa Jawa kota
Surakarta sebagai bahasa baku Jawa dan bahasa sekolah di Jawa Tengah.
Contoh perkembangan memburuk, misalnya adalah lenyapnya bahasa
dan dialek Sunda di kampung Legok Indramayu, yang sekarang hanya
dapat menggunakan bahasa Jawa Cirebonan. Kelenyapan bahasa dan
dialek ini sebenarnya merupakan keadaan yang paling buruk yang pernah
dialami oleh sesuatu bahasa ataupun dialek.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
172
Perkembangan membaik mungkin terjadi pada bahasa, dialek dan
tradisi lisan dengan jumlah penutur di atas 1.000.000 (satu juta orang).
Kekhawatiran perkembangan memburuk sangat mungkin terjadi pada
bahasa, dialek, dan tradisi lisan dengan jumlah penutur yang sedikit (di
bawah satu juta orang) dan diancam bahaya kepunahan. Ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perkembangan memburuk
suatu bahasa, dialek dan tradisi lisan, antara lain:
a.
Adanya susupan bahasa kebangsaan kepada bahasa daerah, dan
susupan bahasa kebangsaan dan bahasa baku bahasa daerah ke dalam
dialek. Terjadi atau masuknya susupan bahasa ini antara lain dapat
melalui berbagai saluran, baik resmi ataupun tidak resmi, seperti:
1)
Sekolah atau lembaga pendidikan
2)
Saluran budaya
b.
Faktor sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin baiknya keadaan
juga merupakan faktor penunjang bagi membaiknya taraf kehidupan
sosial masyarakat. Dengan bertambah baiknya taraf kehidupan sosial
tersebut, maka kemungkinan untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik, dan memperoleh kedudukan yang lebih baik pun menjadi
lebih terbuka pula. Sementara itu, dengan terbukanya kesempatan
tersebut, maka banyak pula warga masyarakat yang berusaha serta
mencapainya. Pada umumnya, untuk semua itu mereka harus
meninggalkan kampung halamannya, dan pergi ke kota yang lebih
besar sesuai dengan taraf yang hendak mereka capai sebelumnya.
Akan tetapi, di sana mereka harus hidup dalam lingkungan yang
mungkin berbeda dengan lingkungan di kampung asalnya masing-
masing. Sebagai hasil akhirnya, kalau pun ada di antara mereka yang
kembali ke kampung halamannya, namun biasanya mereka tetap
mempertahankan cara-cara hidup yang pernah mereka peroleh
selama di rantau. Pada taraf bahasa daerah, biasanya mereka akan
memperlihatkan pengaruh bahasa kebangsaan dan bahasa asing
dalam tuturan (tutur kata) mereka. Pada tingkat dialek, biasanya
mereka akan tetap mempergunakan bahasa baku karena sekarang
mereka sadar bahwa ternyata dialeknya tidak sebaik bahasa baku.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
173
Di dalam masyarakat Indonesia terdapat berbagai macam dan ragam
bahasa, dialek, dan tradisi lisan. Perbedaan-perbedaan tersebut jika
tidak dikelola secara baik dapat menimbulkan perpecahan dan
konflik. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan
solusi yang tepat supaya potensi kemajemukan budaya tersebut
menjadi modal persatuan dan kemajuan bangsa. Setelah itu coba
kalian buat organisasi remaja di daerah tempat tinggal kalian yang
anggotanya terdiri dari remaja yang berasal dari berbagai daerah
dan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
C.
Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap
Bahasa, Dialek Dan Tradisi Lisan
Bahasa, dialek dan tradisi lisan merupakan satu kesatuan. Tradisi lisan
menunjukkan identitas dialek dan bahasa penuturnya. Tradisi lisan
merupakan tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan yang dituturkan
secara turun-temurun, dan dari mulut ke mulut (secara lisan dan bahasa
mulut), namun keberadaannya tetap eksis (berkembang) sampai dengan
zaman sekarang ini. Bahkan sampai saat ini masih banyak masyarakat
bahasa yang mengandalkan tradisi lisan dalam berbagai aktivitas
kebudayaan karena masyarakat bahasa yang bersangkutan belum
mengenal tradisi tulis. Oleh karena itupula maka tradisi lisan memegang
peranan yang sangat penting bagi berbagai keperluan, terutama sebagai
sumber bagi kepentingan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan bahasa,
dialek dan tradisi lisan di berbagai masyarakat bahasa.
Bahasa Latin dan bahasa Sansekerta pada zamannya memiliki
penutur yang sangat banyak dan menjadi bahasa utama bagi peradaban
manusia, tetapi pada masa ini bahasa itu sudah punah, kita hanya dapat
menemukannya pada berbagai hasil tradisi tulis, seperti buku dan kamus.
Bahasa yang pernah mengalami kejayaan mengalami kepunahan. Karena
bahasa, dialek dan tradisi lisan merupakan satu kesatuan, maka punahnya
bahasa Latin dan Sangsekerta menyebabkan juga punahnya dialek dan
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja, wawasan kebinekaan dan
orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
M. Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap
Bahasa, Dialek dan Tradisi Lisan
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
174
tradisi lisan yang ada dalam bahasa tersebut. Bahasa Latin mengalami
perkembangan memburuk. Hal yang sama dikhawatirkan dapat terjadi
pada bahasa, dialek dan tradisi lisan masyarakat bahasa di Indonesia,
terutama bahasa, dialek dan tradisi lisan yang memiliki jumlah penutur
sangat sedikit (di bawah satu juta penutur).
Banyak faktor yang menyebabkan kekhawatiran itu. Faktor
pertama
adalah semakin pesatnya kemajuan yang dapat memberikan
kemungkinan bagi terjadinya saling pengaruh antara masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Biasanya masyarakat bahasa dengan jumlah penutur
yang besar akan menekan dan menghimpit masyarakat bahasa yang
jumlah penuturnya lebih sedikit. Lama kelamaan hal ini akan dapat
menyebabkan punahnya bahasa, dialek dan tradisi lisan masyarakat
bahasa yang bersangkutan. Karena kalah bersaing dengan bahasa, dialek
dan tradisi lisan dari masyarakat bahasa dengan jumlah penutur yang
lebih besar.
Faktor
kedua
adalah sukarnya mempertemukan titik temu antara
bahasa nasional dan bahasa daerah. Kedudukan sebagai bahasa negara
dan
lingua franca
, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang digunakan
di sekolah dari berbagai tingkatan. Sehingga hampir setiap anak sekolah
di Indonesia dapat berbahasa Indonesia. Hal ini, jelas mengurangi
penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bagi
anak-anak yang orang tuanya tidak lancar lagi menggunakan bahasa
daerahnya, kemungkinan besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pertama dan utama dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dibayangkan
anak itu kemudian menjadi orang tua dan sudah mulai melupakan bahasa
daerahnya. Dapat dipastikan bahwa anaknya kelak tidak akan dapat lagi
menggunakan bahasa daerahnya. Hal ini dapat menyebabkan punahnya
bahasa daerah dari masyarakat yang bersangkutan.
Faktor
ketiga
adalah keberadaan teknologi komunikasi dan media
informasi yang sangat dominan dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing.
Setiap keluarga memiliki televisi, ketika menonton televisi kita menyaksikan
orang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya, sangat
jarang berbahasa daerah. Bahkan sebagian anak-anak Indonesia sudah
mulai terasa lebih akrab dengan bahasa asing (bahasa Inggris) daripada
bahasa daerahnya. Penyebabnya adalah setiap hari melalui televisi Ia
menyaksikan orang menggunakan bahasa Inggris. lambat laun mereka
mulai merasak tidak asing dan merasa akrab dengan bahasa asing
dibandingkan dengan bahasa daerahnya. Lama kelamaan keadaan ini
juga berdampak kurang menguntungkan bagi pelestarian bahasa, dialek
dan tradisi lisan yang ada di Indonesia.
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
175
Bagaimanakah kita menyikapi keadaan dan situasi yang kurang
menguntungkan bagi pelestarian bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada
di Indonesia? Kita bersama harus meningkatkan kepedulian terhadap
bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada di Indonesia. Kepedulian itu dapat
kita wujudkan dengan mengembangkan sikap positif terhadap keadaan
dan situasi yang kurang menguntungkan, mengevaluasi dan berusaha
mencari hikmah untuk menemukan cara terbaik melestarikan bahasa,
dialek dan tradisi lisan yang ada di Indonesia. Bagaimana pun buruknya
situasi dan keadaan yang kita hadapi kita harus mewujudkan kepedulian
terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan, dengan cara sebagai berikut.
1.
Ikut menjaga dan melestarikannya dalam kehidupan nyata. Banyak
hal yang dapat dilakukan, diantaranya menggunakan bahasa daerah
dalam kehidupan berkeluarga, menghimpun dan mengoleksi berbagai
tradisi lisan daerah sendiri, dan sebagainya.
2.
Menghormati bahasa, dialek, dan tradisi lisan masyarakat lain. Dalam
hal ini kita harus mengembangkan sikap toleransi, membiarkan dan
menghormati orang-orang yang berbicara dalam bahasa sukunya.
Tidak perlu tersinggung dan berburuk sangka.
3.
Mengembangkan potensi bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang ada
di lingkungan masyarakat sekitar. Banyak hal yang dapat kita
lakukan, mungkin kita sudah harus memasukkan bahasa daerah kita
pada teknologi komunikasi, seperti
hand phone
, dapat juga dilakukan
dengan membuat tayangan bahasa daerah di televisi saluran daerah
dan nasional, serta mengajarkan bahasa daerah serta mementaskan
tradisi lisan di sekolah-sekolah, dan sebagainya.
Buatlah kelompok diskusi, kemudian carilah informasi dan data-data
mengenai keanekaragaman bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada
di Indonesia. Diskusikan dengan teman kalian, bagaimana carnya
agar generasi muda memiliki semangat dan sikap kepedulian
terhadap bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada. Sehingga tidak
punah. Setelah itu coba kalian praktekkan cara yang tepat hasil
diskusi tersebut dalam kehidupan kalian sehari-hari.
Analogi Budaya:
Coba kembangkan etos kerja, wawasan kebinekaandan orientasi
kecakapan pada diri kalian.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
176
Rangkuman
Pengertian bahasa antara lain bahasa adalah sebuah sistem,
bahasa adalah sebuah sistem tanda, bahasa adalah sistem bunyi,
bersifat produktif, untuk memiliki sifat universal, mempunyai variasi-
variasi dan fungsi.
Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu
masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain. Dialek bahasa
dapat juga disebabkan oleh latar belakang pendidikan
pemakaiannya, pekerjaannya atau karena faktor derajat resmi
situasinya disebut dialek sosial.
Contoh tradisi lisan dalam beberapa masyarakat bahasa yang
ada di Indonesia yaitu wayang kulit, Mak Yong, Didong, Tanggomo,
Rabab Pariman, Pantun Sunda.
Beberapa bahasa daerah Indonesia meliputi bahasa Jawa, bahasa
Bali, bahasa Minangkabau, bahasa Bugis, bahasa Melayu dan
sebagainya. Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang digunakan
manusia dalam berkomunikasi. Setiap orang sangat dipengaruhi oleh
letak geografis, politik, ekonomi, dan adat istiadat dalam bahasa.
Sehingga muncullah dialek dalam berbahasa. Salah satu sarana untuk
mengetahui dan mendengar dialek bahasa adalah tradisi lisan. Secara
sederhana dapat disimpulkan, bahasa melahirkan dialek yang
dipelihara, dikembangkan dan diwariskan melalui tradisi lisan.
1.
Bahasa terdiri dari unsur-unsur bahasa diatur seperti pola-pola yang
berulang sehingga kalau hanya salah satu bagian saja tidak tampak,
dapatlah diramalkan atau dibayangkan keseluruhan ujarannya.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa . . . .
a.
Bahasa memiliki banyak fungsi
b.
Bahasa memiliki pembeda
c.
Ada banyak variasi bahasa
d.
Bahasa merupakan suatu sistem
e.
Ada keunikan dalam berbahasa
Uji Kompetensi
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara
memberi tanda silang (X) pada huruf
a, b, c, d
atau
e
!
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
177
2.
Sesuatu diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah
persetujuan penuturnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa
merupakan ....
a.
Variasi-variasi yang rumit
b.
Suatu sistem tanda bunyi
c.
Hasil kesepakatan penuturnya
d.
Milik semua masyarakat
e.
Perbedaan dan keunikan
3.
Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari ....
a.
bahasa sebagai sistem
b.
proses bunyi bahasa
c.
pergeseran makna
d.
struktur dan urutan kata
e.
satuan gramatikal yang terkecil.
4.
Ragam bahasa
frozen
digunakan pada ....
a.
Orang yang kenal akrab
b.
Acara ritual atau seremonial
c.
Tawar menawar jual
d.
Suasana santai
e.
Orang yang baru kenal
5.
Fungsi bahasa
fatis
tercermin dalam ungkapan ....
a.
“Ujian selesai”
b.
“Pelan-pelan”
c.
“
Hore” atau “Sialan”
d.
“Merdeka atau mati”
e.
“Mau ke mana bung”
6.
Ungkapan “Merdeka berarti bebas”, dan “Bandung adalah ibu kota
Jawa Barat”, adalah contoh yang menunjukkan bahasa memiliki
fungsi ....
a.
metalinguistik
d.
direktif
b.
kontekstual
e.
puitis
c.
referensial
7.
Perkembangan memburuk dialek terjadi manakala ....
a.
Dialek berubah menjadi bahasa baku
b.
Perubahan istilah pada kata-kata tertentu
c.
Punahnya suatu dialek pada suatu daerah
d.
Bertambahnya tingkatan-tingkatan bahasa
e.
Tidak adanya tingkatan-tingkatan bahasa
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas
dan benar!
8.
Pembeda semantik dialek adalah hominimi, yaitu pemberian nama
.....
a.
sama untuk hal yang berbeda pada wilayah bahasa yang sama
b.
sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda
c.
berbeda untuk lambang yang sama di beberapa tempat yang
berbeda
d.
berbeda untuk lambang yang berbeda dibeberapa tempat yang
berbeda
e.
sama untuk lambang yang sama pada wilayah bahasa yang sama
9.
Pembeda
semisiologis
dialek terdapat pada ....
a.
Pemberian nama yang untuk beberapa konsep yang berbeda
b.
Satu konsep diberi nama dan istilah yang berbeda-beda
c.
Bahasa yang digunakan di luar daerah pakainya
d.
Bahasa yang digunakan di daerah pakainya saja
e.
Frekuensi morfem-morfem yang berbeda
10. Bahasa yang dipergunakan di luar daerah pakainya disebut ....
a.
Sistem dialek
d.
Dialek sosial
b.
Dialek 1 (satu)
e.
Dialek bahasa
c.
Dialek 2 (dua)
1.
Apakah yang dimaksud dengan bahasa sebagai suatu sistem?
Jelaskan!
2.
Tuliskan fungsi-fungsi bahasa!
3.
Bagaimanakah membedakan dialek berdasarkan fonetiknya?
Jelaskan!
4.
Bagaimanakah membedakan dialek berdasarkan morfologinya?
Jelaskan!
5.
Apakah perbedaan dialek 1 (satu) dengan dialek 2 (dua)
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
178
1.
Sifat universal bahasa terletak pada ....
a.
Morfologi dan semantik bahasa
b.
Keperluan dan pribadi penuturnya
c.
Persamaan tujuan bahasa penuturnya
d.
Bahasa melekat pada masyarakat
e.
Fakta masyarakat menggunakannya
2.
Sifat unik bahasa disebabkan oleh ....
a.
Semantik dan leksikon
b.
Semata-mata unsur bahasa
c.
Latar belakang budayanya
d.
Perbedaan individu penuturnya
e.
Situasi dan kondisi penuturnya
3.
Variasi bahasa muncul dari ....
a.
Keperluan dan pribadi penuturnya
b.
Tingkatan bahasa pada masyarakat
c.
Perbedaan tingkatan pendidikan
d.
Perkembangan jumlah penuturnya
e.
Daerah penyebaran bahasanya
4.
Akibat dari bahasa yang bersifat unik adalah ....
a.
Asal-usul bahasa tidak dapat ditemukan
b.
Setiap bahasa memiliki banyak dialek
c.
Tidak adanya kemiripan bahasa
d.
Manusia hanya menguasai dua bahasa
e.
Setiap bahasa berbeda satu sama lainnya
5.
Sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka
memakai bahasa yang sama artinya dengan ....
a.
Pemilik bahasa ibu
b.
Bahasa suku bangsa
c.
Penutur pertama bahasa
d.
Masyarakat penutur
e.
Masyarakat bahasa
6.
Bahasa membentuk dialek dengan bantuan ....
Latihan Soal-soal Semester II
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara
memberi tanda silang (X) pada huruf
a, b, c, d
atau
e
!
Latihan Soal-soal Semester II
179
a.
Leksikon dan morfologi
d.
Unsur-unsur non bahasa
b.
Leksikon dan fonetik
e.
Unsur-unsur bahasa
c.
Morfologi dan fonetik
7.
Dialek menunjukkan ....
a.
Status sosial penuturnya
b.
Identitas budaya penuturnya
c.
Pendidikan dari penuturnya
d.
Jenis pekerjaan penuturnya
e.
Halus kasarnya bahasanya
8.
Dialek sosial pada umumnya ditimbulkan oleh ....
a.
Lingkungan geografis
d.
Semantik dan fonologi
b.
Derajat dan status sosial
e.
Perbedaan pendidikan
c.
Morfologi dan fonetik
9.
Bahasa daerah yang berkembang kemudian salah satu atau beberapa
katanya menjadi bahasa baku adalah contoh terjadinya ....
a.
Dialek membentuk bahasa
b.
Bahasa membentuk dialek
c.
Tradisi tulis ke tradisi lisan
d.
Bahasa pergaulan
lingua franca
e.
Penutur asli dari suatu yang baru
10. Salah satu contoh dialek membentuk bahasa dapat ditemukan pada
bahasa ....
a.
Peleburan dua bahasa menjadi satu bahasa
b.
Universal yang dipahami semua orang
c.
Melayu menjadi bahasa Indonesia
d.
Titik temu antar dua orang yang berbeda
e.
Asing yang dijadikan sebagai bahasa pertama
1.
Buktikanlah bahwa bahasa memiliki sifat universal!
2.
Faktor apa saja yang menimbulkan keunikan bahasa? Jelaskan!
3.
Apakah yang menyebabkan munculnya variasi berbahasa? Tuliskan
contohnya!
4.
Bilakah bahasa membentuk dialek? Jelaskan!
5.
Bilakah dialek membentuk bahasa? Jelaskan!
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas
dan benar!
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
180
1.
Gaya berbahasa yang unik dan khas, tampak saat mengucapkan kata-
kata oleh seseorang atau sekelompok orang sama artinya dengan ....
a.
Bahasa pertama
b.
Dialek / logat
c.
Lingu franca
d.
Fijin dan kreol
e.
Sentuh bahasa
2.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan kebiasaan
yang mendarah daging yang dilakukan dengan bahasa mulut atau
kata-kata yang keluar langsung dari mulut disebut ....
a.
Tradisi tulis
b.
Bahasa penutur
c.
Tradisi lisan
d.
Komunikasi
e.
Pendukung bahasa
3.
Bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang Indonesia dalam
lingkungan keluarga adalah ....
a.
Lingua franca
b.
Bahasa daerahnya
c.
Bahasa dialek
d.
Fijin dan kreol
e.
Bahasa Indonesia
4.
Bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang Indonesia untuk
situasi dan pertemuan resmi adalah ....
a.
Bahasa daerah
b.
Bahasa aing
c.
Bahasa Melayu
d.
Fijin dan kreol
e.
Bahasa Indonesia
5.
Keadaan bahasa di Indonesia adalah ....
a.
Lebih sederhana dan homogen dibandingkan negara lain
b.
Beraneka ragam bahkan satu dialek memiliki beberapa bahasa
c.
Jumlahnya meningkat dan berkembang dari waktu ke waktu
Latihan Soal-soal Akhir Tahun
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara
memberi tanda silang (X) pada huruf
a, b, c, d
atau
e
!
Latihan Soal-soal Akhir Tahun
181
d.
Beragama, setidaknya setiap suku bangsa memiliki satu bahasa
e.
Keadaannya semakin memburuk karena berkurangnya jumlah
penutur
6.
Keadaan dialek di Indonesia adalah ....
a.
Lebih sederhana dan homogen dibandingkan bahasa
b.
Beragam, bahkan satu bahasa memeiliki beberapa dialek
c.
Berkembang semakin banyak seiring pertumbuhan penduduk
d.
Ditinggalkan penuturnya akibat penggunaan bahasa resmi
e.
Tidak dapat diketahui karena tidak memiliki unsur pembeda
7.
Perkembangan membaik bahasa daerah dan dialek apabila bahasa
daerah dan dialek ....
a.
Tertulis dengan baik dalam korpus dan kamus
b.
Digunakan oleh semua orang di luar penuturnya
c.
Diketahui secara pasti asal-usul dan perkembangannya
d.
Wilayah persebaran pemakaiannya semakin luas
e.
Dapat dipahami dan dimengerti oleh semua orang
8.
Hubungan bahasa dengan dialek adalah ....
a.
Dialek digunakan penutur untuk menggambarkan bahasa yang
beragam
b.
Dialek adalah pengaruh lingkungan terhadap penggunaan suatu
bahasa
c.
Dialek digunakan orang pada saat berkomunikasi lintas suku
bangsa
d.
Bahasa selalu tumbuh dan berkembang dari dialek penuturnya
e.
Bahasa mencerminkan dialek yang digunakan para penuturnya
9.
Keterkaitan bahasa, dialek dengan tradisi lisan adalah ....
a.
Tradisi lisan menunjukkan dialek dan bahasa penuturnya
b.
Dialek tampak pada tradisi lisan dan bahasa penuturnya
c.
Bahasa adalah dialek yang diwujudkan dalam tradisi lisan
d.
Dialek adalah tradisi lisan mencerminkan bahasa penuturnya
e.
Bahasa adalah tradisi lisan yang diwujudkan dalam dialek
10. Salah satu contoh sikap kepedulian terhadap bahasa, dialek dan tradisi
lisan adalah ....
a.
Hanya menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan
b.
Memakai bahasa daerah untuk semua kepentingan
c.
Bersikap toleran kepada orang yang berbahasa daerah
d.
Mencampuradukkan penggunaan bahasa sehari-hari
e.
Pilihan kata disesuaikan dengan derajat seseorang
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
182
1.
Bagaimanakah keadaan bahasa di Indonesia? Jelaskan!
2.
Bagaimnakah keadaan dialek di Indonesia? Jelaskan!
3.
Mengapa setiap bahasa memiliki dialek? Jelaskan!
4.
Apakah yang dimaksud dengan tradisi lisan?
5.
Bagaimana cara menunjukkan kepedulian terhadap bahasa, dialek
dan tradisi lisan dalam kehidupan sehari-hari? Jelaskan!
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas
dan benar!
Latihan Soal-soal Akhir Tahun
183
Glosarium
Akulturasi
. Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi. (17, 18, 80, 91)
Akulturasi.
Proses pengambilan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah
kelompok atau individu. (18, 80, 91)
Amalgamasi.
Perbauran biologis antara dua atau lebih ras manusia yang berbeda
ciri-ciri fisiknya sehingga mereka menjadi satu rumpun. (41)
Asimilasi.
Peleburan dua kebudayaan atau lebih sehingga menjadi satu kebudayaan.
Asmilasi
. Penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan
sekitar. (41, 785, 79, 91)
Bahasa
. Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama berinteraksi dan mengidentifikasi diri. (55, 59, 61,
62, 67, 68, 69, 70, 119, 133, 174)
Counterculture.
Sebuah kebudayaan khusus (subkultur) yang tidak hanya berbeda
dengan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan diterima, tetapi juga
bertentangan dengan kebudayaan masyarakat tersebut.
Cultural lag.
Ketimpangan budaya.
Difusi
. Penyebaran kebudayaan teknologi, ide dari satu pihak ke pihak lainnya.
(10)
Discovery.
Persepsi manusia terhadap aspek kenyataan yang sudah ada dan telah
disepakati bersama. (81)
Diskriminasi.
Perbedaan perlakuan terhadap sesama manusia, pembatasan
kesempatan atau imbalan yang berdasarkan ras, agama, atau kelompok etnik. (40)
Dongeng
. Cerita yang tidak benar-benar terjadi. (100, 105, 106, 142, 144)
Enkulturasi.
Pembudayaan. (91, 95, 102)
Etnosentrisme.
Kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan
keunggulan kebudayaannya sendiri.
Etnosentrisme.
Sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaan sendiri biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang
merendahkan masyarakat dan kebudayaan lain. (33, 34, 38, 93)
Gerakan Separatisme.
Gerakan pemutusan hubungan terhadap golongan mayoritas
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menderita sebagai akibat dari adanya
diskriminasi pada masa lalu sehingga mereka menghendaki terciptanya kehidupan
sosial dan ekonomi yang terpisah.
Hegemoni.
Pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, dan sebagainya dalam
suatu negara atas negara lain atau suatu kelompok atas kelompok lain. (90)
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
184
Integrasi bangsa.
Penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam suatu
wilayah dan pembentukan suatu indentitas nasional.
Integrasi budaya.
Batas tertentu di mana ciri-ciri, kompleksitas dan institusi suatu
kebudayaan menyesuaikan diri secara harmonis dengan suatu kebudayaan lain.
Integrasi
. Pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat seni.
Kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (26, 33, 38, 90)
Invention.
Suatu penggabungan (kombinasi) baru atau kegunaan baru dari
pengetahuan yang sudah ada. (81)
Kebudayaan.
Segala sesuatu yang dipelajari melalui masyarakat dan dilakukan
oleh para anggota masyarakat, warisan sosial yang diterima oleh seseorang dari
kelompoknya, sistem perilaku yang dimiliki bersama oleh para anggotanya. (3, 21,
24, 48, 50, 83)
Kelompok Etnik.
Sejumlah orang yang memiliki persamaan ras dan warisan
budaya yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya.
Konservatif.
Seseorang yang mungkin saja dapat menerima perubahan-perubahan
kecil, namun tetap yakin bahwa sistem sosial yang berlangsung pada hakikatnya
sudah baik.
Legenda
. Cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan
peristiwa sejarah. (103, 108, 147, 148)
Linguistik.
Ilmu tentang bahasa, telaah bahasa secara ilmiah.
Masyarakat
. Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. (7, 40, 89)
Mite.
Cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dulu mengandung
penafsiran tentang asal-usul semesta alam dan manusia. Mengandung arti
mendalam yang diungkap dengan cara gaib.
Mitos
. Cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung
penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia dan bangsa yang mengandung
arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. (103, 108, 147)
Nonkomplementer.
Bersifat tidak saling mengisi, tidak saling melengkapi.
Norma.
Aturan atas ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat
yang digunakan sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai.
(3, 73, 74, 77)
Pluralisme budaya.
Toleransi terhadap adanya perbedaan budaya dalam suatu
masyarakat, memperkenankan kelompok-kelompok yang berbeda untuk tetap
memelihara keunikan budaya masing-masing.
Primordialisme.
Pemikiran yang mengutamakan atau menempatkan pada tempat
yang pertama kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat. (92, 93)
Glosarium
185
Ras.
Suatu kelompok orang yang agak berbeda dengan orang lain dalam segi ciri-
ciri fisik bawaan namun demikian istilah tersebut juga benyak ditentukan oleh
batasan yang berlaku dalam masyarakat. (20, 23, 31)
Ritual.
Sesuatu hal yang berkaitan dengan upacara keagamaan.
Segmentasi.
Pembagian di segmen; pembagian struktur sosial ke dalam unit-unit
tertentu yang sama. (23)
Simbol.
Segala sesuatu yang melambangkan yang lain daripada benda (lambang)
itu sendiri, misalnya kata, gerakan, atau bendera. (35)
Sosialisasi
. Usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik umum. (77,
78, 91, 95, 96, 100, 102, 106)
Syaman.
Dukun, tukang sihir.
Totem.
Benda atau binatang yang dianggap suci dan dipuja. (27)
Tradisi
. Adat kebiasaan yang turun-temurun dan masih dijalankan oleh anggota
masyarakat. (168)
Tradisional.
Sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh
pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. (107)
Traits.
Unit budaya terkecil menurut cara pengamat tertentu.
Trance.
Peristiwa kerasukan roh ketika melakukan tarian adat upacara keagamaan.
Xenosentrisme.
Sikap yang lebih menyenangi pandangan atau produk asing, lawan
kata dari etnosentrisme. (38)
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
186
Daftar Pustaka
Akhyar Yusuf Lubis. 2006. Dekontruksi Epistemologi Modern, Dari Posmodernisme
Teori Kritis Poskolonialisme Hingga Cultur Science. Jakarta: Pustaka Indonesia
Satu.
Ayatrohaedi. 1983.
Dialektologi Suatu Pengantar
. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Bambang Yudi Cahyono. 1994.
Kristal-Kristal Ilmu Bahasa
. Malang: Tanpa
Penerbit.
Chris Baker. 2005. Cultur Studies (terjemahan). Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Dwi Wahyudiarto. 2005. Kapita Selekta Budaya. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni
Indonesia.
Gorys Keraf. 1984.
Tata Bahasa Indonesia
. Ende NTT: Penerbit Nusa Indah
____________. 1972
. Tata Bahasa Indonesia
. Ende: Nusa Indah.
Harimurti Kridalaksana dan Hermina Sutami. 2005. “Aksara dan Ejaan” dalam
Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. ed. Kushartanti. Jakarta:
PT. Gramedia.
htm://www.arkeologi.net/index1.php?id=view_news&ct_news=125
http://www.indomesia.com/bpost/082004/11/opini/oponi1.htm
http://www.paskal8.com/hasilkajian_31.htm
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/05/29/Editor/edi02.htm
http:/neonovan.topcities.com/etnokonflik.htm
Indonesia Heritage. 2002. Jilid 10. Bahasa dan Sastra. Jakarta: Buku Antarbangsa
untuk Grolier International, Inc.
James Danandjaja. 1994.
Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, dongeng, dan lain-
lain
. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Koentjaraningrat. 1999. Pengantar Ilmu ANtropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Kuntowijoyo. 1994.
Metodologi Sejarah
. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Leirisa RZ, dkk. 1994.
Ensiklopedi Tokoh Kebudayaan
. Jakarta: Depdiknas.
Mansoer Pateda. 1991.
Linguistik Terapan
. Ende NTT: Penerbit Nusa Indah.
Daftar Pustaka
187
Mario Pei. 1965.
Kisah Daripada Bahasa, Terjemahan Nugroho Notosusanto
.
Jakarta: Bhratara.
Nasikun. 2000. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafinfo Persada.
Parsudi Suparlan dalam Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi
Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002 (diambil dari http://
www.scripps.ohiou.edu/news/cmdd/artikel_ps.htm)
Paul B. Harton dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi Jilid II. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Robert Sibarani. 2002. Hakikat Bahasa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Soepomo Poedjosoedarmo, 2001.
Filsafat Bahasa
. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.
Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Aksara Baru.
Supratman Abdul Ramli, Endang Sugiarti. 1999.
Ikhtisar Roman Sastra Indonesia
.
Bandung: Pustaka Setia.
Suria Kusumah, dkk. 1999. PKn dan Kemasyarakatan. Universitas Terbuka
Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktoratt Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Bagian Proyek Penataran Guru
SLTP setara DIII.
Taufiq Rohman Dhohiri. 2006. Antropologi 1. Jakarta: Yudhistira.
William A.Haviland. Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Graffiti.
William. 1999. Antropologi. Jakarta: Erlangga.
Zulyani Hidayah. 1999. Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia.
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
188
A
Adaptasi 22, 99
adat 9, 86
adat istiadat 23, 26, 31, 35, 38, 55, 91
adopsi 40, 49
Agama 9, 17, 20, 23, 31, 35, 37, 39, 65,
66, 69, 67, 74, 75, 82, 91
agents of acculturation 19
agraris 17
akomodasi 37
aksara lontarak 165
aksen 136
Akulturasi 18, 79, 90
amalgamasi 41
ambilineal 10
ambivalensi 89
animisme 7
argot 132
arogansi 36, 41
Asia Tenggara 12
Asimilasi 7, 19, 41, 78, 79, 90
B
B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring
123
Baduy 8
Bahasa 31, 35, 55, 59, 60, 68, 69, 70, 71,
118, 119, 121, 123, 133, 135, 140, 146,
166, 169, 171, 173, 174
bahasa casual 123
bahasa intimate 123
Bahasa lisan 140,146
bahasa manusia 121
Batara Tujuh 9
batu altar 9
bebuyutan 148
Belanda 14
berburu 4
bercocok tanam 5
berkebun 4
berkomunikasi 120
Bilai 152
bilateral 8
bilineal 7
bilingual 142
budaya 3, 17, 18, 31, 37, 39, 41, 99, 100,
102, 118
budaya asing 18
budaya daerah 3
budaya lokal 4, 5, 6, 37
C
C. Kluckhon 52
casual 123
Indeks
cerita rakyat 102
Chris Baker, 2005 : 90 60
ciri budaya 120
Clifford Geertz 30
coercion 90
consultative 124
coporate group 36
Culleh 61
custome differentiation 26
D
demokrasi 40
Derrida 62
diakronis 71
Dialek 126, 128, 129, 136, 166, 171, 173,
174
Dialek sosial 132
Didong 152
diferensiasi 26
differensiasi 4, 5
difusi 10
dinamika budaya 83
dinamika kebudayaan 77, 81
dinamisme 7
Discovery 81
Diskriminasi 40,91
dominasi 89
dongeng 102, 107, 108, 147,149
E
E. Durkheim 66
Edi Sedyawati 65, (2006) 73
ekosistem 24
eksistensi 37
empati 37, 39,42
enkulturasi 90, 94, 101
Eropa 13, 14
etnik 23, 31
etnis 20, 91
Etnopolitic Conflict 92
etnosentrisme 33, 37, 38, 92
F
folklore 13
Fonetik 121,129
formal 124
frozen 124
Furnivall 23
G
gandela 129
gender 39
globalisasi 41
Indeks
189
golongan Brahmana 11
group identity 35
gudang 129
H
handphone 80
Hartley 60
hegemoni 89
heterogenitas 23, 27
heterogenitas etnik 91
Hidayah 7
Horton dan Hunt (1984) 96
huruf Palawa 11
I
identitas 35
ideologi 21
ilmu pengetahuan 14
individu 81
Inovasi 81
integrasi 26, 33, 38, 89
integrasi nasional 90, 91
integrasi sosial 24, 89, 90
interaksi 3, 32, 34, 41, 68, 78,118
interaksi sosial 35, 36
interdepedensi 89
internalisasi 99, 101
intimate 123
Invensi 85
invention 81
involutif 73
irrasional 148
Islam 12
Isolasi 4
J
janela 129
jenis kelamin 82
Josselin de Jong 26
K
kajeroan 9
Kamanto Sunanto (1999) 95
kapitalisme 42
Karuhun 9
kaum buruh 14
kaum priyayi 14
keanekaragaman kebudayaan 41
Keberagaman 39
keberagaman budaya 38, 39
Kebudayaan 3, 5, 7, 10, 11, 13, 14, 18, 20,
21, 22, 23, 24, 25, 30, 31, 32, 33, 36, 37, 38,
39, 41, 48, 49, 50, 52, 53, 67, 68, 69, 70, 71,
72, 73, 77, 78, 79, 82, 84, 87, 98,99, 100,
105
kebudayaan asing 39, 79
Kebudayaan bangsa 39
Kebudayaan ideal 83
kebudayaan induk 82
Kebudayaan nasional 21, 22, 39
kebudayaan real 83
kebudayaan tandingan 82
kebudayan khusus 82
kedaerahan 39
kekerabatan 7, 10, 26, 34, 55
kelas sosial 82
kelompok 81
kelompok sosial 34, 35, 40, 68, 76
keluarga 95, 96, 101, 104, 107, 148
kenduri 130
kepribadian 79
Kesenian 56, 68, 69, 70, 72, 73, 74
kesetiakawanan 35, 36, 40
Koentjaraningrat 3, 4, 12, 18, 49, 50, 79,
81, (1997) 96, 100, 106,161
komunitas 34,118
konfigurasi 22
konflik 26, 27, 32, 37
konsensus 23
konstitutif 59
Kooptasi 90
koorperasi 36
Kreol 145
Kridalaksana 131, 132
kudang 129
Kutai 12
L
lapau 155
Lebar (1964) 7
legenda 102, 103,107, 147, 148
lembaga agama 97
Lembaga kebudayaan 107
lembaga sosial 52
Lewis C. Coser dan George Simell 90
Lingua Franca 144
Lintas Budaya 33,35
logat 170
M
mahe 9
Majapahit 12
makna 62
manakaki 129
Mandadaki 129
Masyarakat 4, 5, 6, 7, 8, 10, 21, 22, 23,
25, 26, 27, 31, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 40,41,
42, 48, 50, 53, 55, 70, 71, 72, 73, 76, 77, 78,
81, 84, 85, 86, 87, 88,90, 91, 92, 94, 95,
101, 104, 105, 106, 119, 123, 144, 146, 169
masyarakat bahasa 170
masyarakat majemuk 23, 41
masyarakat modern 82, 105, 106, 107,
108, 109
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
190
masyarakat tradisional 101, 105, 106,
107, 109
Mataram Kuno 12
mayoritas 19
Melville J. Herskovits 52
meramu 4
metropolitan 6
minoritas 19
Mirriam Budiardjo (2000) 97
missie 4, 17
mistik 13
mitos 102, 107, 147
modern 106, 108
modernisasi 18, 104, 105
Moiety 26
monoglot 142
monolingual 142
monopoli 13
morfologi 122,133
morfologis 131
multi agama 30
multi bahasa 30
multi rasial 30
multikultural 30, 42
multikulturalisme 37
multilingual 142
N
nasionalisme 37
negara agraris 12
negara Kediri 12
negara Singosari 12
ngorakeun kolot 9
nilai 85
norma 3, 73, 74, 77
norma sosial 85
O
onomasiologis 130
Organisasi Sosial 55
organisme hidup 89
organizing reference 35
P
padan kata 130
pahumaan 8
pameo- 132
Pantun Sunda 156
para Munggu 9
patrilineal 8, 10, 40
patriotisme 37
pedesaan 5
pencak cikalong 130
penduduk 30, 83
peoplehood 35
peran 94
peranan sosial 78
perdagangan maritim 12
perubahan budaya 87, 109
Pesan (Referensial) 124
Pesona Bahasa 119
Peter Berger 78
Pijin (Pidgin) 145
plural 38
pluralistik 90
pluralitas 37, 42
plurilingual 142
politik etnik 89
polyglot 142
pranata sosial 40
pribumi 25
primordial 33
primordialisme 91, 92
priyayi 17
Proses pewarisan budaya 101
proses sosial 78
proto 159
Proto Eropa 159
pu’un 9
R
Rabab Pariaman 155
Ragam Dialek 131
ras 20, 23, 31
rasional 148
realisme 148
regional 131
Relativisme 31, 38
relativisme 38
Relativisme budaya 38
religi 67, 68, 69, 70
S
Saussure 60, 61
segmentasi 23
sekolah 14
semantik 121,130
semasiologis 130
sematik 133
semihistoris 147, 148
Seni 64, 67
Sentimen primordial 92
separatisme 92
seremonial 10
sifat universal 120
simbol 35
simetris 12
simpati 42
Sintaksis 122
Sistem Kekerabatan 55
Sistem religi 53,68, 69
sistem sosial 78, 84
Indeks
191
Situasi (Kontekstual) 124
slang 132
Soerjono Soekamto 78
solidaritas sosial 73, 75
sosiolecte 132
sparatisme 89
status 78
status sosial ekonomi 37
stratifikasi 4, 5
stratifikasi sosial 18
structural differentiation 26
struktur sosial 23, 34, 40, 84
subsistem gramatikal 119
subsistem leksikon 119
suku 148
suku bangsa 3, 7,20, 21, 23, 30, 32, 33,
35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 82, 91, 169
Suku bangsa Aceh 7
Suku bangsa Sikka 9
suku bangsa Sunda 8
sungai Cisadane 11
sungai Kampar Sumatra Tengah 12
Syech Siti Jenar 13
T
ta motanggomo 154
Tanggomo 154
tangtu 9
teknologi 15
teritorial 91
titah 152
toleransi 37, 39,42, 89
totemisme 27
tradisi 166
Tradisi lisan 147,150
tradisi lisan 171, 173, 174
tradisional 106
transformasi 76
transformatif 73
Trubetzkoy 121
U
unik 133
unilineal 26, 27
unilingual 142
universal 59, 118
urbanisasi 84
V
Van de Berghe 23
VOC 17
W
wali 13
Wangatua 9
Warnant 132
William A. Haviland 99, 100
William A. Haviland (1999) 69, 75, 99
Wisnu dan Brahma. 11
Y
yang 60
Z
zending 4, 17
Zulyani 7
C
C. Kluckhon 52
Chris Baker 60, 90
Clifford Geertz 31
E
E. Durkheim 66
Edi sedyawati 65, 73
F
Furnivall 23
H
Horton dan Hunt 97
J
Josselin de Jong 26
K
Kamanto Sunanto 96
Koentjaraningrat 3, 4, 12, 18, 49, 50, 80,
81, 101, 107, 162
Indek Pengarang
M
Melville J. Herskovits 52
Mirriam Budiardjo 98
P
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt 98
Peter Berger 78
R
Robert Sibarani 67, 69, 70
S
Soerjono Soekanto 78
V
Van de Berghe 23
W
William A. Haviland 69, 75, 100, 101
Z
Zulyani hidayah 7
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
192
Kunci Jawaban Antropologi XI
Uji Kompetensi I
A.
1.
a
2.
e
3.
d
10. a
B.
1.
Relativisme budaya yaitu dalam suatu
lingkungan budaya tertentu, beberapa
unusr kebudayaan adalah benar
karena unsur-unsur itu sesuai dengan
lingkungan tersebut, sedangkan unsur-
unsur lain salah karena unsur tersebut
mungkin sangat bertentangan dengan
bagian-bagian kebudayaan lain.
Uji Kompetensi Bab II
A.
1.
a
2.
c
4.
b
7.
c
8.
d
B.
3.
Wujud kebudayaan:
a.
Sistem budaya
Wujud kebudayaan berbagai suatu
kompleks ide-ide, gagasan-
gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
perawatan, dan sebagainya.
b.
Sistem sosial
Wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam
masyarakat.
c.
Artefak
Wujud kebudayaan sebagai benda-
benda hasil karya manusia.
Latihan Soal-soal Semester I
A.
1.
e
2.
a
3.
c
6.
c
9.
a
B.
2.
Dinamika kebudayaan yaitu suatu
peristiwa atau fenomena kebudayaan
sebagai proses yang sedang berjalan
atau bergeser disebut dinamika
kebudayaan.
4.
Kebudayaan ideal mencakup tata
kelakuan dan kebiasaan yang secara
formal disetujui yang diharapkan diikuti
oleh banyak orang (norma-norma
budaya) Sedangkan kebudayaan real
mencakup hal-hal yang betul-betul
mereka laksanakan.
Uji Kompetensi Bab III
A.
1.
d
2.
b
3.
e
10. c
B.
2.
Fungsi bahasa mencakup 5 (lima)
ragam bahasa, yaitu:
Ragam bahasa intimate, casual,
consultative, formal dan frozen.
5.
Dialek 1 (satu) yaitu dialek yang
berbeda-beda karena keadaan alam
sekitar tempat dialek tersebut
dipergunakan sepanjang
perkembangan sedangkan dialek 2
(dua) yaitu bahasa yang dipergunakan
di luar daerah pakainya.
Latihan Soal-soal Semester II
A.
1.
a
3.
a
6.
d
7.
a
8.
e
B.
1.
Ciri universal bahasa diantaranya
terletak pada fonologi, morfologi dan
sematik yang ditemukan pada hampir
semua bahasa terletak pada adjektiva
mengikuti nomina, seperti rumah
besar, jalan besar, dan orang pandai
yang juga di temui di berbagai bahasa
di dunia.
4.
Bahasa membentuk dialek karena
pengarah non bahasa terutama politik,
kebudayaan dan ekonomi.
Latihan Soal-soal Akhir Tahun
A.
1.
b
2.
c
4.
e
5.
a
10. c
B.
4.
Tradisi lisan berarti segala sesuatu
yang berhubungan dengan adat
istiadat dan kebiasaan yang mendarah
daging yang dilakukan dengan bahasa
mulut atau kata-kata yang keluar
langsung dari mulut.
5.
-
Ikut menjaga dan melestarikannya
dalam kehidupan nyata.
-
Menghormati bahasa, dialek dan
tradisi lisan masyarakat lain.
-
Mengembangkan potensi bahasa,
dialek dan tradisi lisan yang ada di
lingkungan masyarakat sekitar.
Kunci
193
Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
194
Catatan:
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................